BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Kamis, 23 Februari 2012

Tipe pemimpin jamiah


Empat tipe pemimpin jamiah (partai, organisasi, majlis) : 

1.    Pemimpin yang mau menang sendiri, sekaligus pemahamannya tidak sejalan dengan Qur’an dan sunnah. Ia taklid, mengikuti dengan membabi-buta karena hawa nafsu. Arogan dan tidak toleran. Senang memperbudak temannya selama dibutuhkan, dan akan menendang temannya itu jika dianggap saingan. Pemecah belah dan sumber perselisihan. Pemimpin serupa ini harus ditinggalkan.
2.    Pemimpin yang menghargai orang lain, tapi pemahamannya tidak sejalan dengan Qur’an atau sunnah. Pemimpin seperti ini biasanya taklid kepada pemahaman yang dianutnya, semata-mata karena rasa hormatnya kepada guru-gurunya. Biasanya lemah lembut, namun tidak memanfaatkan logika dan nuraninya semaksimal mungkin. Pemimpin yang ini, jika tak bisa diluruskan, boleh ditinggalkan.
3.    Pemimpin yang mau menang sendiri, tapi pemahamannya sejalan dengan Qur’an dan sunnah. Walau niat sebenarnya baik yaitu ingin menjaga kesucian agama, biasanya emosional dan sering tidak toleran. Bisa menimbulkan perpecahan dan sulit mempersatukan umat. Walau sungguh disayangkan, ia boleh ditinggalkan.
4.    Pemimpin yang menghargai orang lain, sekaligus pemahamannya sejalan dengan Qur’an dan sunnah. Ini contoh pemimpin yang ikhlas. Tidak perlu komentar untuknya. Wajib bagi kita untuk membelanya; baik dengan harta maupun jiwa, jika perlu. [1]

Tidak salah untuk meninggalkan pemimpin yang arogan, yang mau menang sendiri. 
Pemimpin serupa ini lebih mendekatkan kepada kerusakan dan kehancuran. 

Namun, betapapun jeleknya kepemimpinan seseorang dalam sebuah jamiah (partai, organisasi), tidaklah layak kita mencerca atau menghujatnya. 
Kewajiban kita, Muslim awam, adalah memohon kepada Allah agar memberinya petunjuk dan mohon ampunan untuknya.

Sebaliknya, jangan pula mengultuskan. 
Jangan memuja pemimpin berlebih-lebihan.  
Selain mematikan akal pikiran kita untuk berbeda pendapat, juga akan menimbulkan akibat buruk bagi orang yang kita kultuskan.   
Kebanyakan pengalaman sejarah membuktikan hal tersebut. [2]







RESIKO PEMIMPIN YANG PEMAHAMANNYA BENAR

Realitanya, orang yang menentang sesuatu itu bisa karena dua sebab:

Pertama, bisa jadi karena ia pintar; ia tahu yang ditentangnya bukan sebuah kebenaran. 
Kedua, bisa juga karena ia bodoh; ia tidak mengetahui bahwa yang ditentangnya adalah sebuah kebenaran.

Yang harus jadi pertanyaan, apakah ketika kita menentang sesuatu itu karena kita pintar, atau karena kita bodoh?


Yang jelas, pemimpin yang pemahamannya benar bisa saja hanya memiliki sedikit pengikut
Sebab, realitanya, ketika seseorang mengemukakan kebenaran, banyak orang yang tidak mau menjadi temannya. 

Ketika seseorang mengemukakan kebenaran, justru banyak orang lainnya yang merasa tersindir dan tersinggung; dan malah menjauh.

Sebaliknya, pemimpin yang memiliki banyak pengikut belum tentu orang yang pemahamannya benar. Sebab, agar banyak yang mengikutinya, bisa saja ia lebih mengedepankan kejahilan dan ketidakbenaran. [3]





Catatan:
  • “Setiap orang yang diberi Allah kesempatan berkuasa untuk memimpin manusia, dan tidak memerintah dengan cara yang jujur (lurus) maka ia tidak akan mencium harumnya surga.”  (HR. Bukhari) [4]
  • Salah satu ciri orang yang diberi hidayah oleh Allah adalah orang yang mau menerima kebenaran, walau kebenaran yang datang itu pahit. Sebaliknya, orang yang jauh dari hidayah Allah adalah orang yang menolak sebuah kebenaran hanya dikarenakan kebenaran yang datang itu dinilai merugikannya, atau menyinggung keburukan dirinya.
  • Thomas Alva Edison bukan seorang profesor, tapi apa yang diciptakannya melebihi apa yang dihasilkan seorang profesor. Artinya, apa yang dilakukan atau dihasilkan seseorang jauh lebih bernilai ketimbang  gelar yang dimilikinya. Lagi pula, tidak semua gelar didapat dengan cara yang benar. Gelar itu tidak bisa dijadikan jaminan kecerdasan atau ketinggian ilmu yang dimiliki seseorang. Gelar itu tidak bisa dijadikan jaminan keluhuran akhlak seseorang.

(Alfa Qr)

TULISAN DI BLOG BEBAS MERDEKA PISAN, BEBAS UNTUK DICOPY, DIPRINT, DIBAGIKAN, DAN DISEBARLUASKAN..

[1] Kepemimpinan hakekatnya bisa dipelajari; tapi yang betul-betul bisa jadi pemimpin hanyalah Muslim yang juga bisa ‘membaca’ dengan hati nuraninya, dan bukan sekadar mengandalkan ‘ototnya’.

[2]  Sebenarnya banyak tokoh yang pantas dikultuskan --tentunya selain Rasulullah Muhammad Saw-- seperti Abu Hamid Al Ghazali, Ibnul Jauzy, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim, Hasan Al Banna, Musthafa Husni Assiba’i atau pun Syaikh Muhammad Al Ghazali (semoga ampunan dan rahmat Allah senantiasa terlimpah ruahkan kepada beliau-beliau ini). 
Hanya saja dikarenakan kita tak boleh mengultuskan seorang manusia pun, kepada beliau-beliau ini pun kita hanya sekadar dibolehkan menaruh rasa hormat dan kagum saja. Tidak boleh lebih.

[3]  Setiap orang bisa jadi pemimpin namun belum tentu jadi panutan. Pantas untuk direnungkan, salah satu sebab bobroknya perangai seorang muslim adalah kurangnya figur pemimpin Muslim yang layak dijadikan panutan; yang pantas untuk dijadikan teladan. 
Realitanya, tak sedikit Muslim awam biasa yang perilaku dan etos kerjanya tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam; yang terbelenggu takhayul dan kebodohan. Senang mencari jalan pintas yang buruk, yaitu cara mudah yang --kalau tidak masuk akal-- tidak bermoral.

[4] Disesuaikan dengan kemampuannya, dan di dalam kapasitasnya, setiap Muslim harus mengembangkan dirinya berjiwa pemimpin; bukan sekadar jadi pembebek (pengikut). 
Yang jelas, Islam mengajarkan setiap pemimpin untuk mendahulukan kepentingan pengikutnya (umatnya, rakyatnya) daripada kepentingan pribadinya. Begitu juga seorang pemimpin harus bisa --dan harus mau-- mengakui kekeliruannya, dan merubah kesalahannya tersebut dengan hal yang benar dan tepat.

Tidak ada komentar: