BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Rabu, 22 Februari 2012

SEKADAR MENGAJAK


Tiap orang normal mempunyai dua keinginan untuk sukses.   
Pertama, sukses dalam materi yaitu meraih kekayaan di dunia;  
Kedua, sukses dalam beragama yaitu mencapai surga di akhirat.

Orang yang tidak sukses dalam materi, mustahil mendapatkan limpahan harta dunia. 
Begitu juga orang yang tidak sukses dalam beragama, tidak mungkin mendapatkan kenikmatan surga akhirat.


Orang yang berhasil meraih kekayaan dunia adalah orang yang tahu kiat mencari nafkah. 
Orang yang tidak tahu kiat sukses dalam mencari nafkah, tidak akan mendapatkan kekayaan tersebut.

Orang yang meraih kenikmatan surga adalah orang yang berada dalam agama yang benar. 
Orang yang berada di dalam agama yang salah, tidak akan meraih kenikmatan surga.


Dari sebab itu, orang yang tidak menginginkan kekayaan, tidak perlu bekerja. 
Orang yang tidak mengharapkan surga --atau kasarnya: ingin masuk ke neraka--  ia tidak perlu beragama.






LAZIMNYA KITA TAK INGIN ORANG LAIN LEBIH BERUNTUNG

Di kehidupan sehari-hari, dalam memajukan usaha bisnisnya, kita biasa melihat seorang pengusaha bersaing keras dengan usahawan lainnya.   
Segala kiat, terkadang dengan cara licik sekalipun, dilakukan untuk mengalahkan dan menghancurkan saingan bisnisnya. 

Dalam kenyataan sehari-hari, seorang pengusaha menutup rapat rahasia suksesnya.  
Jangan harap kita bisa masuk ke dapur tempat kerjanya.   
Pintu untuk mencapai kekayaan bagi orang lain ditutup-tutupi; orang lain tidak boleh sama berhasilnya dengan dia.
Tidak heran lagi kita menemukan orang yang bergembira melihat orang lain jatuh bangkrut. 
Orang yang gagal malah disoraki. 


Realitanya, kita senang melihat orang lain susah; susah melihat orang lain senang.

Jelas sekali, manusia tidak ingin orang lain mencapai sukses. 
Sifat manusia kebanyakan, berarti tidak semuanya, adalah suka menyingkirkan atau mencelakakan orang lain yang dianggap saingan. 






LOGIKA ANEH ORANG MUNAFIK

Dalam kehidupan sehari-hari, orang lain tidak boleh sama dengan kita. 
Artinya, orang lain tidak boleh menyamai kita (apalagi melebihi kita) dalam meraih ketenaran, jabatan, atau kekayaan materi.

Tapi dalam beragama, kita memaksa orang lain untuk harus sama pemahamannya dengan kita. 
Artinya, harus sama-sama masuk surga.


Logika macam apa yang dipakai untuk pendapat serupa ini?
Di satu sisi ia menghalangi orang lain untuk sukses (untuk gembira); di sisi lain mengharuskan orang lain untuk berhasil (masuk surga).
Bukankah ini logika orang yang munafik?





SEHARUSNYA KASIHAN, BUKAN MARAH

Kalau kita yakin agama yang kita anut agama yang benar, maka kita yakin akan masuk surga. 
Dan kita akan berpendapat bahwa orang lain yang berbeda keyakinan agamanya dengan kita, akan masuk ke neraka.

Yang jadi pertanyaan: Mengapa kita harus marah jika orang lain ingin ke neraka?   
Alasan apa yang harus membuat kita membenci orang yang akan ke neraka?   
Bukankah seharusnya kita mengasihani mereka?


Di dunia ini, ada teman-teman kita yang berbeda agamanya dengan kita. 
Berarti, di akhirat mereka akan ke neraka. 
Bukankah seharusnya kita sedih karena tak akan bertemu lagi dengan mereka di surga kelak?


Dalam kenyataannya, kita suka membenci orang lain yang berbeda keyakinan atau agamanya dengan kita. Ini sungguh sangat aneh. 
Padahal dalam kehidupan sehari-hari, kita bukannya marah, malah gembira jika orang lain gagal mencapai sukses. 

Sekarang, jika orang lain gagal masuk ke dalam surga, kenapa kita harus marah?






BEDA AJARAN MANUSIA DAN AJARAN TUHAN

Ajaran manusia --terlepas disandarkan kepada sebuah agama atau tidak-- yang biasa disebut paham, isme atau politik, umumnya mengajarkan agar orang lain mesti menjadi sama seperti kita. 
Baik dalam menganut ajaran tersebut maupun dalam memahaminya; baik dengan cara halus atau pun dengan memaksanya.

Dan karena ajaran tersebut rekayasa manusia, maka tuhan yang disembahnya juga biasanya berupa manusia. Yaitu firaun-firaun dan thogut yang gila kekuasaan; seperti ketua partai, pimpinan organisasi, ataupun yang mengaku imam jemaat.


Lain halnya dengan ajaran Tuhan atau biasa dikenal dengan istilah agama. 
Ajaran Tuhan, yang sebenarnya, mustahil memaksa orang lain untuk menganut agama yang sama dengan yang kita anut
Sebab mesti diingat, Tuhan tidak membutuhkan cinta manusia; manusialah yang membutuhkan cinta Tuhan. 
Banyak atau sedikit manusia yang menyembah atau taat kepadaNya, tidak ada pengaruhnya pada kemuliaan Tuhan.


Jika Tuhan mau, semua manusia di muka bumi ini bisa dijadikan hanya satu umat saja. 
Tetapi Tuhan, sesuai sifatNya yang tidak sewenang-wenang, memberi kesempatan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam menentukan keinginannya: Mau ke surga atau ke neraka.

Karenanya, kita harus mengajak orang lain menganut agama atau keyakinan yang benar, dengan cara yang benar. 
Jelas dan tegas dalam pendapat, tapi halus dan lembut dalam mengajak.


Kita bersyukur jika orang lain menerima ajakan kita untuk menganut agama yang benar; karena, dengan sebab itu, berarti kita akan berkumpul lagi dengannya di surga. 
Kita bersedih jika orang lain menolak ajakan kita untuk menganut agama yang benar; karena, dengan sebab itu, berarti kita tidak akan bertemu lagi dengannya di surga. 






KERAGAMAN SITUASI DAN KONDISI

Orang buta tidak bisa melihat apa yang ada di hadapannya; namun orang yang tidak buta pun, disebabkan penyakit, belum tentu melihat suatu obyek dengan kejelasan yang sama. 

Malah satu obyek yang disepakati kebanyakan orang sebagai berwarna hijau, bisa saja disebut merah oleh seorang penderita buta warna. 
Dan orang ini tidak bisa disalahkan, karena kemampuan matanya untuk melihat memang seperti itu.


Jelas, satu kemustahilan jika harus ada kesamaan pendapat pada semua orang; seperti juga ketidakmungkinan ada manusia biasa yang terluput dari kesalahan.   
Sebab situasi dan kondisi yang kompleks, yang tidak sama, memungkinkan pula ketidaksamaan kemampuan. 

Karenanya, satu perkara yang bisa dilakukan seseorang belum tentu dapat dikerjakan oleh orang lainnya; termasuk menerima pemahaman ajaran agama.


Agama Islam, sebagai rahmat bagi seluruh penghuni alam ini, hakekatnya adalah anugerah Allah untuk dirasakan manfaatnya oleh tiap individu atau masing-masing pribadi
Oleh karenanya, Muslim yang berpikiran jernih, tidak akan memaksakan pemahaman agamanya kepada orang lain
Terlebih dengan kebencian dan kekerasan.

Lagi pula, dalam masalah keyakinan agama, pantas diperhitungkan pertanyaan orang lain, yang tidak mengganggu kita, kepada kita: “Mengapa kamu harus marah; apa urusanmu jika aku tetap memilih masuk neraka?






MASALAH JAHAT DAN TIDAK JAHAT

Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, yang harus dibela dan dilindungi adalah orang yang tidak merugikan orang lain. 
Bukan hanya semata-mata karena dia Muslim atau orang miskin.


Islam, seperti agama manapun, mengajarkan seorang Muslim untuk bersimpati kepada orang miskin. 
Namun dalam masalah jahat atau tidak jahat, seorang Muslim harus berpihak kepada orang yang tidak jahat; terlepas dia miskin atau kaya, Muslim atau bukan.

Artinya, orang yang jahat (penindas, zalim) --walau dia miskin dan muslim-- jika tidak mau sadar harus dibasmi. 
Sebaliknya, orang yang baik (yang ditindas, dizalimi) --walau dia kaya dan nonmuslim-- wajib dibela.




Catatan:
  • Dalam mencari materi di kehidupan duniawi, Muslim harus berusaha menghilangkan sifat ingin mencelakakan orang lain. Seorang Muslim harus gembira jika orang lain sama tenarnya atau sama kayanya dengan dirinya, dan akan lebih gembira bila melihat orang lain lebih tenar atau lebih kaya ketimbang dirinya.
  •  Pikirkanlah diri sendiri, baru berpikir tentang orang lain. Urus keluarga sendiri dengan seksama, baru mengurusi keluarga tetangga. Utamakan lingkungan sendiri, baru perhatikan lingkungan yang lebih luas. Yang penting, jadilah orang yang bermanfaat; bukan yang mengganggu dan merugikan orang lain. Tak perlu sok soleh atau sok pahlawan.


(Alfa Qr)

TULISAN DI BLOG BEBAS MERDEKA PISAN, BEBAS UNTUK DICOPY, DIPRINT, DIBAGIKAN, DAN DISEBARLUASKAN..

2 komentar:

BEBAS MERDEKA BLOG (Alfa Qr) mengatakan...

Berbeda pemahaman itu sebenarnya suatu hal yang WAJAR..
Menjadi buruk jika salah satunya TIDAK MAU menerima kenyataan itu; dan MEMAKSA pihak lainnya untuk mengikuti pemahamannya..

SEHARUSNYA setiap orang diberi hak untuk BERBICARA..
Diberi hak untuk MENDENGARKAN..
Diberi hak untuk MENIMBANG apa yang didengarnya..
Diberi hak untuk MEMILIH apa yang berkenan dihatinya...
Seharusnya TIDAK ADA YANG MEMAKSAKAN kehendaknya…

suhendra.taid mengatakan...

LOGIKA ANEH ORANG MUNAFIK

Dalam kehidupan sehari-hari, orang lain tidak boleh sama dengan kita.
Artinya, orang lain tidak boleh menyamai kita (apalagi melebihi kita) dalam meraih ketenaran, jabatan, atau kekayaan materi.

Tapi dalam beragama, kita memaksa orang lain untuk harus sama pemahamannya dengan kita.
Artinya, harus sama-sama masuk surga.


Logika macam apa yang dipakai untuk pendapat serupa ini?
Di satu sisi ia menghalangi orang lain untuk sukses (untuk gembira); di sisi lain mengharuskan orang lain untuk berhasil (masuk surga).
Bukankah ini logika orang yang munafik?



--Yang lain dah oke gan tapi...

rata rata muslim gak juga berpikiran dan berlogika seperti itu,terutama saya ,bagi saya lakum dinukum waliyadiin dan Orang munafik berlogika gak juga seperti itu, munafik lebih dari itu ...itu logika orang yang labil atau tidak berprinsip atau tidak punya pendirian.Banyak di kalangan kita ,masyarakat muslim kita yang tidak juga ambil pusing terhadap pemahaman agamanya terlebih kepada penganut agama lain.Misalnya contoh berdakwah seperti Dr.Zakir Naik yang luas sasarannya dan lebih ke penganut non Islam artinya dakwahnya khusus ke orang non Muslim.Masyarakat kita lebih fokus kepada dakwah Islamiyyah yang sifatnya mengajak kebaikan dan mengajak kepada kesabaran.Orang Munafik sudah jelas wujudnya.Jika berkata dia bohong,jika diberi amanat justru bersahabat jika berjanji tidak menepati(lebih kepada tidak menepati dalam arti curang) dan jika berselisih suka menghibah lawannya padahal lawannya adalah bekas temannya atau sahabatnya sendiri.Kembali kepada masalah orang senang liat orang susah dan sebaliknya susah melihat orang senang itu wajar wajar saja,sudah sifat manusia seperti itu karena kita adalah obyeknya rayuan syaithon dan Iblis.Namun...sifat ini bisa juga hanya kita pendam utk diri kita sendiri,cukuplah kita saja yang merasakan dan tidak kita sebarkan dengan menggunjingkannya atau menceritakannya utk orang lain..wajar saja jika dalam komptetisi kita lebih tertutup terlebih kepada orang asing yang menjadi saingan atau kepada teman sekalipun,hal ini wajar wajar saja.
Hanya perlu sedikit renungan saja, orang yang memang benar benar taat dia akan tau mana yang zholim mana yang tidak,dan kita harus memahami agama dengan konfrehensif semampu kita itu pun kalo kita mau sukses dalam beragama.Orang yang taat akan di bimbing ilhamnya oleh Allah SWT,akan selalu dibisikan kebaikan kebaikan dalam pikirannya.