BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Senin, 27 Februari 2012

KETIKA SAAT ITU TIBA



Tatkala rambut diputihkan dan gigi ditanggalkan; saat mata mulai tak jernih, seperti juga telinga yang berangsur kehilangan pendengaran. 
Manakala pikiran mulai sering lupa dan merayap menuju pikun; sementara kulit keriput menjadi kenyataan dan kekuatan yang pernah dibanggakan malah menjadi sekadar bayang-bayang. 
Manusia baru menyadari ada sesuatu yang meninggalkannya.


Ada dua jenis manusia yang menangis karenanya.

Pertama, manusia yang tak rela kehilangan itu semua, yang merasa belum puas. 
Ia melihat tanda-tanda itu sebagai lampu kuning; menangis sedih karena ketakutan lampu berubah menjadi hijau, pertanda pintu kematian disingkapkan.

Kedua, manusia yang ikhlas menghadapinya. 
Ia menangis sedih karena merasa masih kurang mensyukuri kenikmatan yang pernah diberikanNya. 
Ia menyesal karena merasa masih kurang mengisi masa lalunya dengan hal-hal yang lebih bermanfaat. 
Ia tak takut dengan kematian, bukan karena sombong merasa jadi orang baik; tapi karena meyakini bahwa sesungguhnyalah kematian memisahkan kita dari yang kita cintai tapi mempertemukan kita dengan yang lebih kita cintai.


Sesungguhnyalah, kedekatan kepada Tuhannya akan menjadikan seorang Muslim menyikapi penyakit dan musibah yang datang kepadanya sebagai tanda kasih sayang Allah kepadanya; karena dengan sebab itu ia percaya Allah mengampuni di antara dosa-dosanya di masa lalu. 

Dan dengan kedekatan kepada Tuhannya pula, seorang muslim akan mawas diri manakala kemuliaan dan kesenangan duniawi melimpah datang kepadanya; karena dengan sebab itu ia percaya Allah sedang mengujinya.






TAK PERLU JAWABAN

Saat kain penutup tubuh kita bukan lagi stelan jas dan dasi, melainkan hanya sehelai kain kafan; dan mobil mahal yang kita banggakan, digantikan dengan sebuah kereta jenazah
Maka rumah yang kita tuju pun bukan lagi rumah mewah seluas puluhan hektar, melainkan hanya sebuah lubang berlumpur kotor yang berukuran hanya satu kali dua meter.

Di saat itu, rumah kita hanyalah sebuah bilik sempit yang gelap; yang dinding dan lantainya hanyalah tanah. 

Bukan rumah yang memiliki belasan kamar yang indah, yang berdinding dan berlantai marmer. 
Bukan lagi rumah yang dilengkapi kolam renang yang asri dan ruang istirahat yang mewah. 

Rumah kita hanyalah sebuah bilik yang sunyi sepi; sebuah ruangan yang pengap dan lembab.  

Di saat itu, satu-satunya pelita yang ada hanyalah amalan-amalan kita; dan bukan lampu hias yang mahal.


Ketika saat serupa itu tiba, apalagi yang kita harapkan? Bertobat? 
Atau keinginan untuk berbuat baik kepada orang lain?

Pertanyaan serupa itu, pada saat serupa itu, tak perlu jawaban.








BERTOBAT SELAGI SAAT ITU BELUM TIBA

Selagi kita masih diberi kemampuan, tidaklah salah jika kita tetap berusaha meraih ilmu dan kekayaan duniawi sebanyak mungkin. 

Namun selalu harus dicamkan, yang akan menjadi bekal yang akan kita bawa ke akhirat bukanlah harta dan ilmu yang banyak, tapi manfaat dari harta dan ilmu kita itu dalam menolong orang lain.


Yang jelas, satu hal yang harus diwaspadai, hidup ini sering tersamarkan oleh kemunafikan yang tidak kita sadari. 

Menolong orang lain itu satu hal yang mulia, tapi menghindar dari merugikan orang lain itu lebih penting
Seperti juga memperbanyak zikir itu satu perkara yang baik, namun senantiasa beristighfar merupakan hal yang utama; sebab ibarat badan yang kotor, ia lebih membutuhkan sabun mandi ketimbang parfum. 

Dari sebab itu, utamakanlah bertobat lebih dahulu

Berhentilah merugikan, mengganggu dan membohongi orang lain.

Pesan Rasulullah Saw: “Allah Ta’alla sangat gembira menerima tobat seseorang, melebihi kegembiraan seseorang yang menemukan kembali barangnya yang hilang.”  (HR Muslim)






TIDAK MERUBAH KEADAAN

Bangunan di atas kuburan tidak akan membuat bahagia orang yang sudah mati; bangunan di atas kuburan hanya menyenangkan mata orang yang masih hidup. 

Bangunan di atas kuburan tidak merubah ruangan di bawahnya --yang berlumpur kotor dan penuh dengan cacing-- menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. 

Karenanya, tidak ada gunanya anak dan cucu kita mendirikan bangunan di atas kuburan kita. 
Sebab semewah apapun bangunan itu, tidak merubah ruang kuburan yang jasad kita tempati menjadi hangat dan menyenangkan. 
Artinya, bilik yang kita tempati tetap saja sebuah ruang sempit yang gelap dan bau, yang dingin dan getir.


Yang bisa membuat kita hangat dan nyaman adalah doa ampunan yang berkesinambungan yang dipanjatkan anak dan cucu kita, dan bukan mendirikan bangunan yang malah membebani kuburan kita. 

Apalagi jika biaya mendirikan bangunan itu tercampur uang yang didapat secara haram; bangunan itu malah akan lebih menghimpit menyesakkan kita, akan lebih menyengsarakan kita. 


Begitu juga tangis kesedihan anak dan cucu kita hanya akan membuat kita lebih tersiksa; membuat kita malah bersedih melihat mereka sedih. 

Yang bisa membuat kita gembira justru ketika kita menyaksikan mereka tawakal dengan kematian kita; melihat mereka ikhlas dengan kehendak Allah Azza wa Jalla.


Jadi, tidak ada gunanya memamerkan cinta kasih dengan mendirikan bangunan mewah di atas kuburan sesudah mereka meninggal; tunjukkanlah cinta kasih itu selagi mereka masih hidup

Kalau mau menunjukkan cinta kasih kepada orang yang sudah wafat, perbanyaklah doa permohonan supaya Allah mengampuni mereka. 

Perlihatkanlah (cinta kasih kita kepada orang yang kita sayangi) kepada Allah; tidak perlu memamerkan (cinta kasih kita kepada orang yang kita sayangi) kepada manusia.





Bagikan blog BEBAS MERDEKA PISAN ini kepada teman-teman Anda dengan meng-klik 'bagikan'/'share'...
Semoga balasan pahala akhirat yang kekal menjadi imbalan yang terbaik buat Anda...

(Alfa Qr)

1 komentar:

paraspolos mengatakan...

thx infonya,sangat berguna sekali buat kami,