Dalam
berperilaku, manusia bisa dibagi dalam tiga golongan (jenis, macam, kategori) :
1. Yang berlebihan, baik berlebihan dalam amat mempersulit maupun berlebihan dalam
terlalu mempermudah suatu masalah (paham, ajaran, hukum).
2. Yang sama sekali
bermasa-bodoh, yang cenderung mengabaikan masalah.
3. Yang pertengahan, biasa disebut moderat, tidak berlebihan dan tidak bermasa-bodoh.
Tidak mempersulit tapi juga tidak keterlaluan dalam mempermudah persoalan.
Kalaupun mempermudah semata-mata berpegang pada dalil, dan sesuai dengan yang
memang diperintahkannya begitu.
Siapa pun orangnya,
selama memiliki hati bersih, ia akan berpihak kepada pemahaman yang bersikap
moderat; tidak keras (radikal, ekstrim) tapi juga tidak bermasa-bodoh. Ia
netral tapi tidak menutup diri. Jika memihak, ia tidak melepaskan diri dari
kebenaran.
Dalam realita, ada kesalahan penilaian mengenai sikap moderat.
Orang menyalahtafsirkannya dengan mengidentikkannya
atau menyamakannya dengan sikap kaum oportunis. Ini sama sekali tidak betul.
Oportunis adalah orang yang berubah pemahamannya disebabkan adanya kepentingan pribadi yang menyertainya.
Ketika si A berkuasa ia ikut pemahaman si A, ketika si B yang berkuasa ia ikut pemahaman si B.
Oportunis adalah orang yang tidak punya pendirian tetap alias plin-plan.
Pendiriannya berubah tergantung kepada kepentingan pribadinya; dan lebih sering, dalam politik, untuk menyelamatkan diri.
Pendiriannya berubah tergantung kepada kepentingan pribadinya; dan lebih sering, dalam politik, untuk menyelamatkan diri.
Berbeda dengan moderat; kalaupun ia berubah
pendirian --berubah pendapat atau pemahamannya-- semata-mata karena menemukan
kebenaran pada pemahaman barunya itu.
Ia berprinsip tidak memihak penguasa,
tidak memihak oposisi, tidak memihak si kaya, tidak memihak si miskin; tapi
konsekwen memihak kebenaran.
Siapa pun yang benar akan dibelanya; namun cara yang ditempuh adalah cara yang halus.
Cara yang lembut, yang menghindar dari kekerasan dan kerusakan.
Siapa pun yang benar akan dibelanya; namun cara yang ditempuh adalah cara yang halus.
Cara yang lembut, yang menghindar dari kekerasan dan kerusakan.
Karena sikapnya itu pula, orang condong
menilai orang moderat sebagai orang yang lemah.
Sebenarnya tidak begitu.
Tidak sedikit orang moderat yang mempertahankan prinsipnya dengan menebusnya di penjara; suatu hal yang biasanya dihindari oleh seorang oportunis.
Padahal banyak orang yang suka bersikap keras, kasar, sok jago dan sok pahlawan, justru memiliki sifat oportunis.
Sebenarnya tidak begitu.
Tidak sedikit orang moderat yang mempertahankan prinsipnya dengan menebusnya di penjara; suatu hal yang biasanya dihindari oleh seorang oportunis.
Padahal banyak orang yang suka bersikap keras, kasar, sok jago dan sok pahlawan, justru memiliki sifat oportunis.
Yang pasti, sikap berlebihan cenderung membuat
kita mencari-cari keburukan dan kesalahan yang ada pada orang lain, tapi
melengahkan kita akan kekurangan yang ada pada diri kita sendiri.
SEORANG MUSLIM ADALAH SEORANG MODERAT..
Berani dan takut berdampak negatif jika dilakukan berlebihan.
Berani
tanpa perhitungan akal adalah ngawur dan bunuh diri; artinya nekad.
Sementara takut yang berlebihan menyebabkan segala sesuatunya menjadi seperti orang mati, diam dan stagnan.
Sementara takut yang berlebihan menyebabkan segala sesuatunya menjadi seperti orang mati, diam dan stagnan.
Pemikiran moderat atau pertengahan mengendalikan keberanian pada tempatnya, dan menjadikan rasa takutnya untuk bertindak hati-hati dan bukan lari.
Demikian pula dengan kekuatan dan
kelemahlembutan, seakan-akan dua kata ini tidak akan pernah bisa seiring.
Padahal bagi seorang Muslim moderat, yang senantiasa berpikir positip, kekuatan akidahnya selalu berdampingan dengan kelemahlembutan akhlaknya.
Padahal bagi seorang Muslim moderat, yang senantiasa berpikir positip, kekuatan akidahnya selalu berdampingan dengan kelemahlembutan akhlaknya.
Yang jelas, Muslim moderat adalah seorang
demokrat, seorang yang menyukai musyawarah; ia tidak ngotot memaksakan
pendapatnya kepada orang lain.
Bukanlah seorang demokrat jika ia tidak siap
menerima kekalahan secara ksatria dalam suatu pertandingan yang jujur dan
adil.
Dan bukan pula seorang demokrat jika ia mengharapkan kemenangan dari
suatu pertandingan yang tidak secara ksatria, tidak jujur dan tidak adil.
Karenanya, jadilah Muslim ksatria yang
menerima realita.
Sebab, hanya pecundang yang selalu mencari-cari alasan dari kegagalan dan kekalahannya.
Padahal, semakin kita membela diri, orang lain akan semakin menertawakan (kebodohan dan kesialan) kita di belakang kita.
Sebab, hanya pecundang yang selalu mencari-cari alasan dari kegagalan dan kekalahannya.
Padahal, semakin kita membela diri, orang lain akan semakin menertawakan (kebodohan dan kesialan) kita di belakang kita.
Mesti diingat, agama berkaitan dengan
kebenaran.
Politik lebih berkaitan dengan kepentingan.
Politik lebih berkaitan dengan kepentingan.
Dalam tuntunan agama,
semua yang kita lakukan harus berkaitan dengan kebenaran; siapa pun yang berjalan di atas kebenaran ia
adalah kawan kita, terlepas apapun golongannya.
Dalam perpolitikan yang kotor, yang
mengabaikan keadilan dan kejujuran, kita hanya berbicara masalah kepentingan.
Karena itu, kawan bisa menjadi lawan; sebaliknya, lawan bisa menjadi kawan.
Karena itu, kawan bisa menjadi lawan; sebaliknya, lawan bisa menjadi kawan.
Dengan mengetahui hal-hal di atas, diharapkan
saudara-saudara sesama Muslim yang awam bisa membedakan mana pemikiran yang
selayaknya diikuti, dan mana pemikiran yang sebaiknya dihindari.
Sebab, faktanya, ada juga orang yang mengklaim sebagai tokoh muslim, tapi lebih cenderung pada hawa nafsu meraih materi duniawi dan ketenaran, ketimbang mengedepankan kemuliaan akhlak dan kebenaran.
Sebab, faktanya, ada juga orang yang mengklaim sebagai tokoh muslim, tapi lebih cenderung pada hawa nafsu meraih materi duniawi dan ketenaran, ketimbang mengedepankan kemuliaan akhlak dan kebenaran.
Catatan:
- Harus selalu dicamkan, Muslim adalah orang yang mengajarkan kebajikan dengan tidak merugikan orang lain; bukan munafikun yang ucapannya sering tak sesuai dengan perbuatannya.
- Satu pertanyaan yang hendaknya kita tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita tidak bisa berjalan di tengah-tengah? Tidak berlebihan tapi juga tidak bermasa-bodoh.
- Rasulullah Saw mengingatkan: “Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahannya (moderat)” (HR. Baihaqi)
(Alfa Qr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar