Keraguan akan
kebenaran ajaran Islam lebih disebabkan karena ketidakkonsistenan antara
tuntunan agama Islam dengan kenyataan praktek perilaku seorang Muslim.
Realitanya, tidak sedikit Muslim yang lebih menonjolkan atribut keislaman daripada mengedepankan nilai-nilai Islamnya; lebih mengutamakan kulit ketimbang isinya.
Malah, kadang, justru atribut-atribut itu cenderung disalahgunakan sekadar kamuflase.
Contohnya, menurut ajaran Islam, tangan yang memberi itu jauh lebih baik daripada tangan yang meminta.
Tapi dalam praktek, ada
orang yang berbusana Muslim yang pekerjaannya justru membawa-bawa kencleng
sumbangan; dan bukannya membagi-bagikan sedekah.
Contoh lain, menahan marah adalah tuntunan Nabi Saw, tapi realitanya sering terjadi baku pukul antar pemuda atau mahasiswa yang mengaku Muslim.
Contoh yang lebih parah, yang membuat kesalahpahaman tentang ajaran Islam, adalah adanya dukun yang menggunakan atribut-atribut (seperti) Islam yang justru dalam pelaksanaannya di luar nilai-nilai Islam.
Pada banyak kasus, penonjolan atribut yang
tidak pada tempatnya malah mengarahkan seseorang kepada ketakaburan.
Merasa yang paling baik, menganggap diri sendiri yang paling soleh.
Merasa yang paling baik, menganggap diri sendiri yang paling soleh.
PERILAKU SUKA MEMAKSAKAN DAN MERUGIKAN
Sebuah keluarga yang menerapkan aturan yang dipaksakan biasanya lebih
rapuh daripada sebuah keluarga yang menerapkan hal yang betul-betul bijaksana
dengan demokratis kepada semua anggota keluarganya.
Paham diktatoris, facis, komunis, ataupun
militeris, adalah contoh dari ilusi yang menipu; yang hanya tampak kokoh dari
luar.
Orang patuh semata-mata karena ada penekanan atau karena sekadar
menjilat, bukan karena keikhlasan atau rasa tanggung jawab.
Belajar dari
realita sejarah, paham diktatoris, komunis maupun militeris merupakan ‘bom
waktu’, yang cepat atau lambat, akan menghancurkan bangsa itu (sendiri).
Semestinya diingat, agama hanya sekadar
mengarahkan manusia jadi baik, bukan pasti mencetak manusia jadi baik.
Sebab, baik tidaknya budi pekerti seseorang juga tergantung dari kemauan orang itu untuk merubah tindak-tanduknya.
Sebab, baik tidaknya budi pekerti seseorang juga tergantung dari kemauan orang itu untuk merubah tindak-tanduknya.
Buktinya, orang yang perilakunya tidak baik itu bukan hanya nonmuslim, muslim pun banyak yang tidak baik.
Orang yang karakternya baik bukan hanya Muslim, yang nonmuslim pun banyak yang baik.
Hanya saja, dalam kehidupan bermasyarakat,
selama tidak sengaja merugikan orang lain, sebenarnya tak ada satupun perbuatan
manusia yang layak dianggap salah.
Kalaupun tidak sengaja ia merugikan orang
lain, ia patut dimaafkan; karena apa yang terjadi berada di luar keinginannya.
Satu-satunya yang pantas disalahkan dalam semua keburukan yang terjadi adalah si iblis laknatullah, sebab dialah satu-satunya makhluk yang menginginkan terjadinya keburukan.
Karenanya, orang yang merugikan orang lain 'dengan sengaja', ia adalah temannya si iblis laknatullah.
(Alfa Qr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar