BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Minggu, 26 Februari 2012

TAKDIR


Takdir biasa diistilahkan dengan qadha dan qadr. 
Qadha (keputusan) dan qadr (kadar, ukuran) bisa diartikan sebagai keputusan yang kadarnya ditentukan Allah, yang ditimpakan Allah kepada sesuatu.


Walaupun qadha dan qadr, berdasar disiplin ilmu bikinan manusia, kita kenal termasuk dalam rukun iman, namun keterangannya --bahwa qadha dan qadr termasuk rukun iman-- tidaklah terdapat dalam nash Al Qur’an. 

Ternyata ini ada hikmahnya. 
Realitanya, dalam sejarah panjang perjalanan Islam, ketimbang menjadikan takdir sebagai perkara yang harus diimani, manusia lebih sering menjadikan takdir justru sebagai lahan untuk diributkan; untuk diutak-atik, dan dipertengkarkan. 

Dari sebab itu, bagi kita yang Muslim awam biasa --karena keterbatasan ilmu-- lebih baik tidak memperbincangkan masalah takdir. 
Kita cukup percaya, bahwa segala sesuatu yang menimpa seseorang tidak terlepas dari sebab-musabab yang selaras dengan kemahaadilan dan kemahakuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala






MUSIBAH, HUKUMAN ATAU UJIAN

Dalam tiap perkara, kemahaadilan Allah senantiasa menyertai. 

Satu musibah yang menimpa seseorang, bisa saja berupa balasan (mengurangi, menghapus dosa) dari perbuatan orang itu sebelumnya. 
Bisa pula sekadar ujian yang akan mendapat balasan pahalaNya.

“Tiada seorang beriman (mu’min) ditimpa rasa sakit, kepayahan, diserang penyakit, atau kesedihan, sampai pun duri yang menusuk tubuhnya, kecuali dengan (sebab) itu Allah menghapus (di antara) dosa-dosanya.”  (HR. Al-Bukhari)

 “Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah, sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran emas).”  (HR. Ath-Thabrani)

Tuhan berkehendak, artinya Allah mencegah atau membiarkan suatu perkara terjadi, dengan sebab-sebab yang tidak kita ketahui. 
Namun dengan keyakinan bahwa kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut tidak terlepas dari sifatNya yang Mahaadil.



Realitanya, dinamika kehidupan di dunia ini benar-benar laksana sebuah taman permainan yang penuh dengan ketidakpastian. 

Kehidupan kadang dihiasi pasang surut; manusia bisa amat bersuka cita di dunia ini, tapi juga bisa saja tiba-tiba ditimpa musibah. 
Seperti juga suasana cerah yang menampilkan pemandangan yang indah, kadang bisa mendadak berubah diselimuti mendung yang melahirkan badai ketidaktenteraman.

Karenanya, tidak perlu sombong; sebab takdir indah yang kita nikmati kemarin bisa saja berubah drastis di takdir hari esok. 
Padahal, realitanya, kebanyakan orang sering tidak siap dengan perubahan takdir (yang buruk) yang mendadak terjadi. 






TAKDIR ITU MUSTAHIL SEWENANG-WENANG

Selain Mahakuasa, Allah itu Mahaadil. 
Artinya, Allah berhak melakukan apapun yang dikehendakiNya tanpa ada yang bisa menghalangiNya. 

Allah bebas berkehendak mencegah maupun membiarkan suatu perkara terjadi, tanpa ada satu keterikatan sedikit pun dalam melakukannya. 

Namun dalam melaksanakan kehendakNya, Allah tidaklah sewenang-wenang; karena apa yang dikehendaki Allah ada penyebab yang tidak terlepas dari sifat Allah Yang Mahaadil. 

Kedua sifat inilah, Mahaadil dan Mahakuasa, yang sering dilupakan orang tatkala mengkaji masalah takdir; yang berakibat timbulnya kesalahan dalam menafsirkan ‘kehendak’ Allah.


Oleh karenanya, dalam menghadapi suatu perkara, setiap Muslim harus berusaha sekuat kemampuannya; namun dalam menyikapi hasilnya, ia harus bertawakal. 
Artinya, mensyukurinya bila hasil akhirnya sesuai dengan yang diinginkan; dan jika tidak seperti yang diharapkan, tetap menerimanya sebagai yang terbaik yang dikehendakiNya. 
Ada hikmah tersembunyi dari setiap perkara. 
Ada maksud-maksud Allah yang tidak kita ketahui dari keberhasilan maupun musibah yang kita alami.


Hakekatnya, takdir adalah perkara yang berkaitan dengan usaha manusia dan yang dialami manusia, yang tak terlepas dengan ‘kehendak’ Allah SWT
Baik sesuai dengan yang diharapkan si manusia itu sendiri maupun tidak, tapi dengan tidak mengabaikan sifat Allah Yang Maha Berkehendak (tidak tertolak), Mahakuasa (tidak terikat), dan Mahaadil (tidak sewenang-wenang). 


Ada sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang semestinya kita renungkan di dalam masalah takdir atau nasib manusia,
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka disegerakan (di dunia) tindakan hukuman atas dosanya. Dan jika Allah menghendaki bagi hambaNya keburukan, maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat.”

Artinya, akan sangat rugi bagi seseorang yang berbuat kejahatan tapi terluput dari balasan hukuman di dunia. 
Karenanya, selain istigfar, Muslim yang ikhlas juga mengucapkan Alhamdulillah ketika diuji dengan musibah; sebab ada dosanya yang terhapus dari hukuman di akhirat.




Catatan:
  • Muslim harus berusaha dan berusaha, hasil akhirnya serahkan pada kehendak Allah Swt. Sebuah wejangan dari Umar bin Khaththab ra, “Aku tidak peduli dengan apa yang akan terjadi padaku; apakah yang kusukai atau yang tidak kusukai (keberhasilan atau kegagalan), karena sesungguhnya aku tidak tahu yang manakah yang terbaik bagiku.”


“Seorang peminta-minta (mengemis karena malas),
kelak di hari kiamat dia akan datang menemui Allah
dengan muka tanpa daging.” 
(HR. Muslim)


(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: