Di dalam tuntunan Islam, nilai sebuah perbuatan itu
bukan semata-mata dari bentuk perbuatannya, tapi lebih diperhitungkan dari
dalil atau alasan melakukan perbuatan tersebut.
Perbuatan dalam
ritus ibadat akan dinilai baik (akan berpahala dan dinilai benar) jika ada contohnya dari Nabi Saw; artinya, ada dalilnya dalam
perintah agama.
Perbuatan dalam hal yang tak berkaitan dengan ritus ibadat akan dinilai baik jika perbuatan yang dilakukan itu tidak merugikan orang lain; artinya, ada manfaat kebaikan di dalam perbuatan tersebut.
Dalam perkara
duniawi, berbohong itu umumnya dikategorikan sebagai perbuatan yang buruk.
Tapi jika berbohong itu tidak merugikan orang lain, maka berbohong di sini tidak melahirkan dosa; apalagi jika dengan berbohong itu akan menimbulkan kebaikan buat orang lain, bisa saja berbohong di sini menjadi pilihan yang harus dilakukan.
Tapi jika berbohong itu tidak merugikan orang lain, maka berbohong di sini tidak melahirkan dosa; apalagi jika dengan berbohong itu akan menimbulkan kebaikan buat orang lain, bisa saja berbohong di sini menjadi pilihan yang harus dilakukan.
Demikian pula dengan kejujuran; jujur itu biasanya dikategorikan sebagai perbuatan baik.
Tapi jika kejujuran kita itu akan menimbulkan akibat buruk, apalagi akan merugikan, maka kejujuran di sini bisa saja jadi berdosa.
Contohnya,
menjelek-jelekan orang lain itu merupakan perbuatan berdosa, walau apa yang
kita kemukakan itu jujur.
Sebaliknya, jika kita berterus terang kepada isteri
kita --bahwa makanan yang dibuatnya tidak enak-- akan melahirkan pertengkaran,
maka berterus terang dalam hal tersebut lebih baik ditunda dulu.
Jadi, dalam kasus serupa ini, melakukan kebohongan itu dimungkinkan.
Lain halnya dalam menegakkan hukum di pengadilan yang dipimpin oleh seorang hakim, maka memberi keterangan yang jujur di pengadilan merupakan satu hal yang wajib.
Demikian pula dengan
berburuk sangka.
Berburuk sangka biasanya dikategorikan sebagai perbuatan yang tercela; tapi waspada terhadap niat buruk orang lain, tidak bisa dinilai sebagai berburuk sangka. [1]
Berburuk sangka biasanya dikategorikan sebagai perbuatan yang tercela; tapi waspada terhadap niat buruk orang lain, tidak bisa dinilai sebagai berburuk sangka. [1]
Dari hal-hal di
atas, seorang Muslim harus bisa meletakkan segala sesuatu itu pada tempatnya;
bukan hanya sekadar menganggap baik atau buruk menurut penilaian selintas.
Karenanya, janganlah perbuatan buruk dikamuflase dengan alasan berbuat baik,
jika alasan berbuat baik itu hanya untuk menutupi kepentingan diri kita yang
sebenarnya.
Begitu pula dalam
masalah ritus peribadatan, atau yang mirip ritus, jangan dikamuflase dengan alasan
berbuat baik menurut pendapat kita.
(Alfa Qr)
[1] Allah Mahatahu dan Maha Mengawasi. Karena lebih mengetahui penyebabnya,
Allah lebih berhak dalam menilai setiap amalan seorang manusia (dinilai baik atau dinilai buruk); termasuk ketika seseorang berbohong atau berprasangka.
1 komentar:
alasan bisa mengungkap motif atas suatu tindakan..
Posting Komentar