Muslim awam umumnya menganggap jiwa, ruh,
dan arwah sebagai satu hal yang sama.
Mereka cukup memahaminya sebagai dzat yang batin (yang halus, yang tidak kasat mata), yang ditiupkan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke dalam jasad manusia.
Mereka cukup memahaminya sebagai dzat yang batin (yang halus, yang tidak kasat mata), yang ditiupkan Allah Subhanahu wa Ta’ala ke dalam jasad manusia.
Paling jauh, mereka
hanya memahami bahwa yang disebut jiwa adalah saat ruh sedang bersatu dengan
jasad; ketika ruh sudah keluar dari jasad mereka menyebutnya arwah; dan jasad
yang ditinggalkan ruh mereka sebut jenazah atau mayat.
Namun ada juga Muslim yang berpendapat bahwa jiwa berbeda dengan ruh.
Mereka berpaham bahwa setiap benda (termasuk jasad manusia), sebelum ditiupkan ruh ke dalamnya, pada hakekatnya sudah memiliki jiwa.
PENDAPAT YANG MEMBEDAKAN JIWA DENGAN RUH
Sesuai sunatullah, tiap benda fisik sekecil apa pun --seperti atom--
hakekatnya punya jiwa, punya unsur kehidupan, punya unsur yang bergerak di
dalamnya.
Dari sebab itu pula, proses kimia hakekatnya proses kehidupan.
Begitu pula, sebelum jadi (jasad) manusia, sperma di air mani hakekatnya sudah memiliki kehidupan, sudah bergerak, sudah berjiwa.
Dari sebab itu pula, proses kimia hakekatnya proses kehidupan.
Begitu pula, sebelum jadi (jasad) manusia, sperma di air mani hakekatnya sudah memiliki kehidupan, sudah bergerak, sudah berjiwa.
Jiwa --nafs-- inilah yang membuat manusia bisa
merasakan sesuatu secara fisik (biologis).
Jiwa ini pulalah yang mempengaruhi
logika; karena walaupun logika merupakan sesuatu yang tak berbentuk secara
fisik, logika merupakan hasil dari kemampuan otak (yang merupakan benda fisik).
Karena itu, logika menilai benar atau salah, baik atau buruk, berdasar kepada
sesuatu yang dilihat atau dirasa secara fisik.
Artinya, menuruti pertimbangan pengalaman fisik.
Artinya, menuruti pertimbangan pengalaman fisik.
Jadi, nafsu keinginan yang bersifat fisik atau keduniawian,
hakekatnya pengaruh atau dorongan jiwa.
Sedangkan qalbu
bukanlah benda fisik.
Kalbu --akal budi-- menilai benar-salah dan baik-buruk,
karena pengaruh ruh.
Dan karena ruh yang dari sifat asalnya suci, penilaian kalbu pun cenderung pada kebaikan.
Dan karena ruh yang dari sifat asalnya suci, penilaian kalbu pun cenderung pada kebaikan.
Dari sebab itu,
kepuasan yang timbul berdasar penilaian logika berbeda dengan yang berdasar
nurani. Kegembiraan yang hanya berdasar logika biasanya disertai tawa lebar
atau tepuk tangan.
Lain halnya dengan kepuasan atau kegembiraan yang muncul dari dasar kalbu, biasanya disertai dengan linangan air mata.
Lain halnya dengan kepuasan atau kegembiraan yang muncul dari dasar kalbu, biasanya disertai dengan linangan air mata.
Hanya saja mesti
selalu diingat, walau sebuah kegembiraan muncul dari nurani belum tentu identik
dengan kebahagiaan yang hakiki.
Sebab kebahagiaan yang hakiki hanya mucul dari rasa syukur kepada Allah.
Sebab kebahagiaan yang hakiki hanya mucul dari rasa syukur kepada Allah.
Bagi kita, Muslim
awam biasa --yang tidak dibebani kewajiban untuk mengetahui perbedaan antara
ruh dan jiwa-- cukuplah memahami bahwa semua yang dilakukan (jasad) kita di
dunia akan dan harus dipertanggungjawabkan oleh (ruh) kita di akhirat.
Pembahasan secara mendetil perihal masalah perbedaan ruh dengan jiwa, belum
tentu kita pahami.
Lagi pula, hasilnya pun belum tentu disepakati bersama.
Lagi pula, hasilnya pun belum tentu disepakati bersama.
ARWAH TIDAK JADI HANTU
Sambil menunggu hari penghisaban, hari kiamat, setiap ruh orang yang wafat
akan tinggal di alam barzakh (alam kubur).
[1]
Di mana letaknya alam kubur, tidak ada seorang pun yang tahu.
Di mana letaknya alam kubur, tidak ada seorang pun yang tahu.
Dan karena tak ada perintahya, kita tak perlu repot-repot untuk mengetahui lokasi alam barzakh, ataupun apa yang sedang terjadi di sana.
Yang paling penting buat kita adalah menyiapkan ‘bekal yang baik’ sebelum memasukinya.
Dalam ajaran Islam,
tidak ada keterangan atau dalil bahwa [ruh] orang yang sudah wafat kembali ke
dunia untuk bergentayangan atau jadi hantu.
Karenanya, jika ada arwah atau hantu yang menyerupai orang yang sudah wafat, sebenarnya itu adalah iblis laknat jahanam.
Dan karena manusia lebih mulia daripada iblis, seorang Muslim tak perlu takut kepada iblis.
Karenanya, jika ada arwah atau hantu yang menyerupai orang yang sudah wafat, sebenarnya itu adalah iblis laknat jahanam.
Dan karena manusia lebih mulia daripada iblis, seorang Muslim tak perlu takut kepada iblis.
Memang, seorang
manusia bisa saja mengalami perkara gaib, tapi kemungkinannya amat kecil.
Dari seratus ribu orang barangkali hanya satu orang yang benar-benar pernah mengalaminya.
Realitanya, 99,999 persen orang yang bercerita masalah gaib atau bercerita pernah bertemu arwah orang mati, kalau bukan pembohong, adalah orang gila.
Dari seratus ribu orang barangkali hanya satu orang yang benar-benar pernah mengalaminya.
Realitanya, 99,999 persen orang yang bercerita masalah gaib atau bercerita pernah bertemu arwah orang mati, kalau bukan pembohong, adalah orang gila.
Perhatikan orang
gila yang berbicara sendiri.
Kalau ditanya dengan siapa ia bicara, pastilah ia menjawab berbicara dengan seseorang.
Artinya, otak orang gila tersebut ‘melihat’ hantu.
Kalau ditanya dengan siapa ia bicara, pastilah ia menjawab berbicara dengan seseorang.
Artinya, otak orang gila tersebut ‘melihat’ hantu.
Perlu dicatat, hakekatnya yang memproses penglihatan secara
fisik adalah otak; jika otaknya kacau, maka penglihatannya juga menjadi kacau.
Karenanya, tidak perlulah kita berbicara pernah bertemu hantu.
Sebab di belakang kita, agar kita tidak tersinggung, orang akan membicarakan dan menilai kita gila atau pendusta.
Karenanya, tidak perlulah kita berbicara pernah bertemu hantu.
Sebab di belakang kita, agar kita tidak tersinggung, orang akan membicarakan dan menilai kita gila atau pendusta.
Catatan:
- Hal yang wajar jika seorang Muslim tidak berani masuk ke dalam hutan dikarenakan takut diterkam harimau atau dipatuk ular. Tapi takut dicekik hantu adalah musyrik; sebab dalam masalah gaib seorang Muslim hanya patut takut kepada Allah. Begitu pula, takut dianiaya atau dirampok penjahat di tempat yang rawan kejahatan adalah hal yang wajar, dan sepantasnya ketakutan serupa itu dimiliki orang yang akal pikirannya sehat. Tapi takut dicekik iblis --di tempat mana pun-- adalah musyrik.
- Kita tidak perlu memikirkan ruh hewan, ruh tumbuh-tumbuhan, atau ruh apa pun. Sebab tidak ada kewajiban yang dibebankan kepada kita untuk berpusing-pusing memikirkan hal-hal semacam itu. Kita hanya perlu meyakini bahwa semuanya telah diatur Allah dengan tidak mengenyampingkan sifatNya yang Mahaadil. Begitu juga, kita cukup meyakini akan keberadaan malaikat, jin, dan iblis. Sebagai orang awam, kita tidak perlu dan tak layak menggambarkan atau mereka-reka bentuk dan dzatnya. Sebab keterangan yang rinci tentang malaikat, jin, dan iblis --yang sampai kepada kita-- amat terbatas.
[1]
Yang di alam barzakh adalah ruh. Jasad manusia, tergantung cara
kematiannya, bisa dikubur di dalam tanah tapi bisa juga --jika dimakan ikan-- berada di dalam perut
ikan.
1 komentar:
Assalamualaikum
Blogny sangat bermanfaat teutama bgi yg awam seperti saya
Sdikit kesinggung dgn postnganny perihal tdk usah repot2 mencari tau tntang alam barzakh atau alam kubur apalagi soal ruh dan jiwa, krn belakangan ini sy kepo bgt soal itu
Sy pikir ingin menambah pengetahuan spy iman kita bertambah yaitu dgn cara kepoin ahli agama, aq mau tanya nih aq mimpi memanggil alm nenekku tp yg muncul berupa udara sprti riak "gtu, dan suara samar2 suara persis alm, dikatakan td orang yang mati tdk bs pergi ke dunia mnemui manusia apkah mimpi aq hny bunga tdur ataukah benar adanya?
Posting Komentar