BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Sabtu, 25 Februari 2012

EVALUASI KASUS


Pengalaman sejarah menunjukkan, bahwa sikap ‘sok gagah’ yang dimiliki sebuah negara adikuasa adalah satu hal yang wajar.

Jika sebuah negara hanya merupakan sebuah negara ‘kecil’, apalagi termasuk negara terbelakang, negara tersebut harus tahu diri. 
Artinya, negara kecil harus memaklumi sikap atau tindakan sebuah negara adidaya tersebut. 

Sebab, tidak usah munafik, jika negara kecil itu pun jadi negara adikuasa, bukan mustahil ia akan berbuat hal yang serupa. 

Daripada ‘mengomeli’ negara adikuasa, lebih baik berusaha jadi negara adidaya pula. 
Kalau tak mampu jadi negara besar, salah sendiri. [1]







VIETNAM

Vietcong yang komunis berhasil mengusir Amerika Serikat yang kapitalis. 
Vietnam Utara dan Selatan bersatu, melaksanakan rekonsiliasi.
Sistem pemerintahannya adalah kediktatoran kolektif, yang untungnya terdiri dari orang-orang yang bijak dan tahu diri. 
Walau demokrasi hanya semu, tapi hukum berjalan dengan jujur dan adil. 
Yang salah dihukum tanpa pilih bulu, yang tidak berbuat kejahatan merasa terlindungi.

Dengan membuka diri terhadap masuknya modal asing, secara bertahap ekonomi Vietnam yang komunis mulai melangkah ke arah moderenisasi. 
Modal asing (yang diharamkan komunisme) dibiarkan masuk, tanpa perlu merasa malu, jika memang bisa mensejahterakan rakyat.

Secara ksatria mereka mau membaca realita, mau berkaca pada kenyataan, bahwa sistem ekonomi komunis telah gagal. 
Mereka tidak menyalahkan orang lain atau pihak asing. 
Mereka introspeksi. [2]

Allah --pasti-- melihat perilaku orang Vietnam ini.

Di dunia, dan dalam masalah keduniawian, Allah memberikan balasan kepada siapa pun yang berlaku jujur dan adil. 
Walau dia bukan seorang Muslim. 

Sebaliknya, biar dia Muslim yang senang pakai gamis dan peci putih, jika dia tak berlaku jujur dan adil, dia akan hancur.









AFGHANISTAN

Para pejuang Afghan yang Muslim, berhasil mengusir Soviet yang komunis. 
Namun, walau sama-sama Muslim, faksi-faksi Mujahidin tidak bisa bersatu padu.  

Pemerintahan, dari orang-orang yang mengaku Muslim, jatuh bangun. 
Para pemimpinnya saling gebuk. 
Satu ciri ketidakmampuan untuk bermusyawarah; yang artinya sama saja dengan sebuah pengakuan bahwa syura tidak bisa dipraktekkan. 
Padahal jika semua golongan berlaku jujur dan adil, mustahil muncul tindakan anarkis atau kekerasan.


Realitanya, hukum (yang Islami?) yang melindungi rakyat, jauh dari harapan. 
Hukum yang ada justru jadi alat penguasa untuk memaksakan kehendak dan membungkam sikap kritis. 
Ekonomi (yang Islami?) kacau balau, tidak ada moderenisasi. 
Rakyat hidup dalam ketidak tenteraman. Rakyat menderita. 
Yang disalahkan, sudah pasti, pihak asing.


Jika hukum Allah dijalankan dengan benar, artinya kejujuran dan keadilan hukum ditegakkan, maka hukum akan berfungsi sebagai pelindung dan bukan sebagai hantu yang menakutkan. 
Sebaliknya jika kejujuran dan keadilan tidak diterapkan, hukum akan tampak sebagai ancaman. 
Dan itulah yang terjadi di Afghanistan pasca komunis.

Penjahat memang pantas mendapat hukuman, tapi oknum polisi atau penegak hukum yang jahat harus mendapat hukuman yang lebih berat
Negara yang dikelola orang yang tidak jujur dan tidak adil, akan hancur. 
Negara yang dikelola orang-orang yang mengaku Muslim tapi tidak jujur dan tidak adil, akan lebih hancur lebur. 
Lebih celaka dan sengsara.

Allah --pasti-- melihat perilaku orang Afghanistan ini.

Di dunia, Allah memberikan balasan kepada siapa pun yang berlaku tidak jujur dan tidak adil. 
Apalagi jika dia (mengaku) Muslim. 









CINA

Dahulu, di bawah sistem komunis ortodok, Republik Rakyat Cina miskin dan terbelakang. 
Sekarang, dengan melihat realita bahwa sistem ekonomi komunis telah gagal, tanpa perlu malu mereka berganti cara.

Para pemimpin Cina mengambil dua keuntungan, memadukan keunggulan ekonomi kapitalis yang penuh inovasi dengan disiplin kepatuhan buruh gaya komunis. 

Dan berkat tegaknya hukum, didasari dengan kejujuran dan keadilan para pengelola negaranya, kemajuan ekonomi Cina dan kesejahteraan rakyatnya, pasca Mao Tse Tung, sungguh mencengangkan.

Allah --pasti-- melihat perilaku orang Cina ini.

Di dunia, dan dalam masalah keduniawian, Allah memberikan balasan kebaikan kepada siapa pun yang menegakkan hukum dengan jujur dan adil. 
Walau dia seorang atheis yang tidak percaya agama sekalipun.

Seandainya rakyat dan para pemimpin Cina yang jujur dan adil ini Muslim, barokah Allah pasti terlimpah ruahkan kepada negara ini.

Sebaliknya, jika mereka kembali menanggalkan kejujuran dan keadilan, mereka pun --pasti-- akan dikembalikan pada kehancuran.







PALESTINA DAN ISRAEL

Adanya bangsa Palestina dan bangsa Israel adalah suatu realita. 
Selama tak bisa disatukan dalam sebuah negara, keberadaan sebuah negara Palestina dan sebuah negara Israel yang terpisah, jelas tidak terhindarkan.

Keinginan untuk menghapus salah satunya, hanya akan melahirkan permusuhan yang tiada akhir. 
Siapa pun yang membela salah satunya, akan jadi musuh dari yang membela yang lainnya. 
Dan, suka atau tidak suka, harus siap untuk ikut memikul akibatnya!


Satu hal yang harus kita waspadai adalah akumulasi kekecewaan yang dialami orang lain, atau negara lain, yang diakibatkan perbuatan kita. 
Ibarat langkah blunder dalam permainan catur, sebuah keputusan yang tidak bijak harus dibayar amat sangat mahal. 
Sikap kita yang tidak bijak, yang meremehkan kejujuran dan keadilan, bisa menimbulkan kejengkelan yang berujung pada kebencian orang lain kepada kita. 

Akumulasi dari kebencian yang bertumpuk inilah yang memunculkan tindakan kekerasan. 
Ibarat memendam bara dalam sekam, satu saat ia bisa menjadi api besar yang bukan hanya membakar tapi menghanguskan.


Sikap berat sebelah yang memihak Israel secara berlebihan, akan menimbulkan kejengkelan dan kekecewaan pada pihak yang membela Palestina. 
Yang berlanjut pada tindak kekerasan yang tiada akhir. 

Sebaliknya, sikap yang tidak mau menerima realita akan keberadaan negara Israel, mustahil pula akan melahirkan perdamaian. 
Padahal, jika terjadi perang atau tindak kekerasan, yang paling merasakan penderitaan dan kerugian adalah rakyat jelata biasa, bukan para pemimpin.

Oleh karenanya, bagi rakyat biasa, di mana saja, jangan sampai salah mencari pemimpin. 
Pilihlah pemimpin yang lembut, yang bijak. 
Yang tidak memaksakan suatu harapan di luar kemampuan yang ada. 
Jangan mencari pemimpin yang radikal, yang mengorbankan kita rakyat biasa. 
Sementara para pemimpin itu bisa menyelamatkan diri kabur ke luar negeri.


Perlu dicatat, masalah Israel dengan Palestina adalah masalah kedaulatan, dan bukan semata-mata masalah agama. 
Faktanya, tidak semua orang Israel beragama Yahudi dan tidak semua orang Palestina beragama Islam. 

Seharusnya, mereka bisa menyelesaikan masalahnya sendiri dengan damai. 
Dan orang lain --negara lain, bangsa lain-- harus bisa menahan diri untuk tak mudah terlibat dengan konflik orang Israel dengan Palestina.


Realitanya, saat ini, hidup damai antara Israel dan Palestina termasuk salah satu kunci dari perdamain dunia secara global. 
Karenanya, jika tak mau damai, sampai limaribu limaratus tahun ke depan pun, konflik Israel dengan Palestina akan terus merajut musibah dan kesengsaraan.

Sesungguhnyalah, hanya orang bodoh yang memungkiri realita.


Allah --pasti-- melihat perilaku orang Israel dan Palestina ini.

Di dunia, dan dalam masalah keduniawian, Allah membiarkan musibah menimpa siapa pun yang berlaku tidak jujur dan tidak adil.  
Siapa pun manusianya; apa pun agamanya.








JIKA TAK BERADAB, RASAKAN SENDIRI AKIBATNYA

Di negara yang beradab, aparat negara berusaha mencegah terjadinya kesalahan yang dilakukan warganya; di negara yang tidak beradab, aparat negara menjebak dan mencari-cari kesalahan. 

Di negara yang beradab, peraturan dibuat untuk memudahkan dan mensejahterakan rakyat; di negara yang tidak beradab, peraturan dibuat untuk mempersulit dan mengambil keuntungan dari rakyat.


Yang jelas, tak ada barokah bagi sebuah negara yang tidak beradab; yang mengenyampingkan kebenaran, yang melalaikan keadilan, yang tidak menegakkan hukum secara jujur. 

Buktinya? 
Ada negara di benua Atlantis, yang morat-marit dan acakkadut, karena semua penghuninya tidak mau introspeksi atas kemunafikan dan kemaksiatannya. 
Yang mengenyampingkan akhlak mulia, yang tidak mau belajar dari pengalaman sejarah. 
Yang para pengelola negaranya (baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif) meraih jabatan dengan cara yang tidak benar, yang tidak sesuai etika yang jujur dan adil. 
Yang duduknya dalam jabatan bukan karena kecerdasan ilmunya; melainkan karena motivasi keserakahan dan isi perut.

Padahal, ciri dari pemerintahan yang beradab adalah pemerintahan yang para pengelola negaranya meraih jabatan dengan cara yang benar, yang sesuai aturan main yang jujur dan adil. 
Yang para pengelola negaranya memiliki moralitas yang benar-benar bersih. 
Yang duduknya dalam jabatan tersebut benar-benar karena dan sesuai kecerdasan ilmunya.


Hakekatnya, ketika rakyat di suatu negeri menjadi rakyat yang menderita, yang salah adalah rakyatnya itu juga. 
Sebab mereka telah keliru memilih para pemimpinnya. 

Karenanya, amat pantas jika rakyat di negara lain menertawakan rakyat di negara serupa itu, dan mensyukuri penderitaannya.  

Amat pantas jika para pelaksana pemerintahan di negara tetangga, menertawakan para pengelola pemerintahan di negara bobrok serupa itu.




Catatan:
  • Kasus perkosaan tenaga kerja wanita yang Muslim oleh majikannya di negara Muslim, menunjukkan bahwa perilaku bejat bisa dilakukan oleh bangsa mana pun. Karenanya, kita tidak boleh menghukum suatu bangsa karena perbuatan segelintir orang. Artinya, di dunia ini, tidak ada satu etnis pun boleh dianggap sebagai bangsa yang suci; sebaliknya, tak boleh menuduh etnis lain sebagai bangsa yang ditakdirkan jahat.
  • Strategi komandan yang hebat bisa memenangkan pertempuran hanya dengan bantuan perajurit yang minim dan biasa-biasa saja. Sebaliknya, perajurit yang terampil tidak ada artinya jika dipimpin komandan yang bodoh. Dari sebab itu, dalam perkara apapun, sebuah strategi yang jitu lebih utama untuk dipraktekkan ketimbang bersikap emosional. Mesti diingat, harimau yang marah lebih mudah masuk perangkap.
  • Yang menang belum tentu yang kuat. Dengan kata lain, jika cerdik, yang lemah (yang sedikit) bisa saja mengalahkan yang kuat. Jadi, jika kita terus-terusan kalah, itu dikarenakan kita ‘sok jago’ tapi bodoh.

(Alfa Qr)


[1] Satu hal yang sering terabaikan dalam meraih keberhasilan duniawi (ekonomi, politik, bernegara} adalah kemampuan untuk membaca realita; kemampuan untuk menganalisa atau mengevaluasi situasi dan kondisi lapangan secara obyektif. Menjadi seorang manajer evaluasi, yang bisa memahami situasi dan kondisi lapangan yang sebenarnya, jauh lebih penting ketimbang menjadi seorang pakar. 
Dalam banyak kenyataan, seorang (yang merasa) pakar sering tak terlepas dari perilaku subyektif saat melihat realita. Padahal, untuk memiliki kemampuan mengevaluasi situasi dan kondisi yang sesungguhnya, seorang pelaksana harus mau melihat dan menerima realita; bukan terkungkung teori, apalagi jika teori itu tak bisa dipraktekkan.

[2] Kemampuan membaca situasi memungkinkan kita melakukan tindakan yang tepat di saat yang tepat. Tindakan yang bagus dan benar sekalipun, jika dilakukan di saat yang tidak tepat, tidak akan menghasilkan seperti yang diharapkan. 
Jadi jelas, sukses terjadi karena ‘tindakan yang tepat’ dilakukan di saat yang tepat. Tindakan yang tidak tepat, di saat manapun, hanya akan melahirkan kerugian.

Tidak ada komentar: