BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Kamis, 23 Februari 2012

Jamaah jamiah


Potlot berbeda dengan pulpen, bolpoin atau spidol; walau semuanya merupakan alat tulis. 
Begitupun, Islam berbeda dengan Yahudi, Nasrani atau Majusi; walau sama-sama mengklaim sebagai pembawa kebenaran.

Lima ataupun tujuhpuluh potlot yang berlainan merek atau modelnya, tetap disebut potlot. 
Begitupun, lima atau tujuhpuluh jamiah (madzhab, sekte, firqah) dalam Islam, tetap dinamakan Islam.


Selama dipakai sebagai alat tulis, sebuah potlot bermanfaat; karena sesuai dengan fungsinya.  
Lain halnya kalau dipakai untuk melempar, apalagi jika untuk menusuk orang lain.

Selama ajaran dan tujuannya tidak menyimpang dari tuntunan Muhammad Saw, sebuah jamiah Islam bermanfaat bagi jamaahnya. 
Lain halnya kalau jamiah hanya sekadar dijadikan kamuflase untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang dijadikan alat untuk menggebuk jamiah lain.






JANGAN MENGIKUTI JAMIAH YANG MEWAJIBKAN BAIAT

Tak ada larangan keluar dari jamiah (perkumpulan Muslim), seperti juga tidak ada larangan masuk atau pindah ke jamiah yang lain. 

Jamaah (anggota jamiah) berhak menilai pimpinan jamiahnya. 
Jika merasa tak betah, boleh pindah ke jamiah lain yang dirasa cocok pemahamannya.


Meneliti pimpinan sebuah jamiah dengan seksama, sebelum memutuskan untuk bergabung dengannya, merupakan satu keharusan.
Sebab paham yang dianut suatu jamiah biasanya identik dengan paham pemimpinnya. 

Oleh karenanya, carilah pemimpin jamiah yang toleran, yang rendah hati dan lemah lembut dalam berperilaku, namun jelas dan tegas dalam berpegang teguh pada Al Qur’an dan As Sunnah Nabi Saw.


Jangan memasuki jamiah yang mewajibkan baiat kepada imam. 

Janji setia hanyalah berupa kepatuhan kepada petunjuk Qur’an dan sunnah Nabi.  
Jika seorang pemimpin jamiah pemahamannya menyimpang dari Qur’an dan sunnah, siapa pun boleh keluar dari jamiah tersebut. 

Mengenai baiat secara langsung kepada seorang imam, maka baiat kepada Rasulullah Muhammad Saw merupakan yang pertama dan terakhir. 
Selain beliau tak ada pemimpin yang ma’shum, yang luput dari kesalahan. [1]


Kewajiban kita taat kepada pemimpin, hanya jika pemimpin itu juga taat kepada petunjuk Qur’an dan sunnah. 
Jika tidak, kewajiban kita taat kepada pemimpin tersebut menjadi gugur. 

Memang orang harus berusaha menjadi yang paling taat kepada tuntunan Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw
Tapi tidak boleh ada yang mengklaim yang paling taat; sebab tak ada jaminan ia tak akan berubah pemahaman sampai kematian menjemputnya. 






JAMIAH TAK BISA MENENTUKAN MASUK SURGA ATAU NERAKA

Masuk tidaknya seseorang ke dalam surga dan mereguk kenikmatannya, tidak dijamin karena masuk suatu jamiah. 
Melainkan, selain karena rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena amal kebajikan yang dilakukan masing-masing individu. 

Dengan kata lain, setiap Muslim diajarkan untuk menjadi ‘juruselamat’ bagi dirinya sendiri; dan tidak menggantungkan keselamatannya kepada sebuah jamiah atau kepada ulama.

Walau begitu, dengan memasuki suatu jamiah (organisasi Muslim) akan didapatkan banyak manfaat. 
Bukan saja menambah wawasan ilmu dan pergaulan, tapi juga memupuk solidaritas kebersamaan

Tidak ada yang membantahnya, sesuatu yang dikerjakan bersama akan menghasilkan yang lebih baik ketimbang dilakukan sendirian. 
Kebersamaan akan lebih memudahkan dalam memecahkan persolan-persoalan umat. [2]


Menjadi jamaah sebuah jamiah, meski tidak wajib, akan lebih utama bagi Muslim yang mempunyai waktu atau kesempatan. 

Namun mesti diingat, mengikuti jamiah bukan berarti harus terdaftar sebagai anggotanya (jamaahnya). 
Simpati dan dukungan kita kepada suatu jamiah, baik berupa moril maupun materil, hakekatnya sudah mengikuti jamiah tersebut.


Yang jelas, jika terjadi perselisihan di antara muslim dengan muslim, baik perorangan maupun golongan, menjadi keutamaan bagi Muslim lainnya untuk mendamaikannya, dan bukan mengomporinya. 

Bila di antara yang berselisih ada pihak yang ingin berdamai, sudah selayaknya kita cenderung untuk berpihak kepadanya. 

Semestinya diingat, ketika domba-domba diadu, yang bersorak dan bersuka cita bukanlah domba.



Catatan:
  • Setiap Muslim terikat dengan Muslim lainnya sebagai saudara berdasar ikatan keimanan (kesamaan akidah), bukan karena ikatan primordial; bukan karena ikatan kesukuan, keluarga, klan, ataupun ikatan jamiah.
  • “Janganlah engkau pandang ringan perbuatan baik meskipun sedikit. Walau hanya dengan menunjukkan muka manis (tersenyum) ketika engkau bertemu dengan saudaramu.”  (HR Muslim)
  • Dalam masalah kemajemukan pemahaman atau beda jamiah, pantas direnungkan ajakan Muhammad Rasyid Ridha (semoga rahmat Allah terlimpah ruahkan kepada beliau), “Marilah kita bekerja sama saling membantu dalam hal-hal yang kita sepakati, dan saling toleransi (memaafkan) dalam hal-hal yang tidak kita sepakati.”
(Alfa Qr)

[1]  Setiap Muslim adalah orang yang merdeka; karenanya jangan mau diperalat, jangan mau diperbudak orang lain yang mengaku imam. Dalam Islam, karena pemimpin itu kita yang memilih, maka pemimpinlah yang harus melayani --dan mensejahterakan-- kita, dan bukan kita yang harus melayani pemimpin.

[2] Bagi Muslim awam cukuplah masuk majelis pengajian di masjid lingkungannya. Kalau pun mau masuk jamiah, sebaiknya masuk jamiah yang sudah tersosialisasi atau dikenal di masyarakat . Jangan masuk jamiah yang tertutup; sebab ajarannya bisa saja menyimpang. Harap dicatat, satu kecenderungan yang salah menilai jamiah yang memiliki jumlah jamaah yang banyak sebagai jamiah yang benar. Di sini orang mengutamakan kuantitas daripada kualitas; dampaknya jelas, yang muncul kefanatikan buta, bukan kebenaran yang ikhlas.

Tidak ada komentar: