BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Kamis, 23 Februari 2012

Praktek peribadatan


Mencintai dan merasa dicintai Allah adalah puncak perjalanan seorang manusia dalam mencintai agamanya. 

Tapi kalau hal ini dijadikan sandaran dalil kebenaran beragama, mengapa orang Nasrani yang menyintai Allah --dan begitu amat menyintai rasulNya, yaitu Isa Alaihis Salam-- dinilai sebagai orang-orang yang tersesat? 

Sebab menyintai dan merasa dicintai Allah haruslah selaras dengan tuntunan Allah. 
Artinya, menyintai Allah dan rasulNya semestinyalah dengan cara yang benar; yaitu cara yang tak keluar dari tuntunan syareat yang sudah ditentukan. 

Karenanya, Muslim yang merasa mencintai agamanya tapi mengkeramatkan kuburan orang yang dianggap soleh, tak ada bedanya dengan seorang Nasrani yang menyekutukan Nabi Isa As (Yesus) dengan Allah Swt. Dengan kata lain, ia melakukan dosa besar.


Pesan di atas hendaknya dijadikan perenungan. 
Hendaknya mengingatkan kita semua terhadap upaya iblis laknat keparat dalam menyesatkan manusia; yang membuat kita --tanpa sadar-- terjerumus pada dosa yang tak terampuni, yaitu syirik. 

Semestinya diingat, salah satu sebab utama agama Islam diturunkan adalah memurnikan kembali keyakinan tauhid; yakni tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah, dan tidak menyekutukanNya dengan apa pun atau siapa pun. 

Artinya, tidak ada faedahnya agama Islam ini diturunkan, bila kita kembali menyekutukan Allah dengan benda atau makhluk yang justru ciptaan Nya.









 HARUS TAAT HANYA KEPADA TUNTUNAN ALLAH DAN RASUL

Orang yang mengaku Muslim semestinya adalah orang yang hanya taat kepada perintah Allah dan RasulNya, serta menjauhi yang dilarang Allah dan RasulNya.

“Islam adalah engkau bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, saum pada bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah jika engkau mampu.” (HR Muslim)

Jelas, jika kita mengikuti tuntunan sunnah Nabi Saw secara benar, maka kita termasuk dalam golongan orang-orang yang mencintai Nabi. 
Sebaliknya, jika kita melakukan ritus ibadat yang tidak ada contohnya dari Nabi, kita dikategorikan sebagai orang yang melecehkan Nabi; termasuk golongan orang yang menentang Allah dan Rasulnya.

“Tidakkah mereka mengetahui bahwa barangsiapa menentang Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya neraka jahanam baginya, dia kekal di dalamnya; itulah kehinaan yang besar.” (Qur’an, At Taubah [9]: 63)

Karenanya, dalam perkara peribadatan, Muslim tak perlu taat kepada tatacara ibadat yang dicontohkan manusia, jika tata cara ibadat serupa itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad Saw.










JANGAN MENGIKUTI PERIBADATAN YANG DIADA-ADAKAN

Tuntunan peribadatan yang tidak ada di dalam Qur’an dan tidak ada dalam contoh Rasulullah Muhammad Saw, maka peribadatan tersebut tidak dinilai sebagai tuntunan agama (Islam). 
Dan harus dijauhi.

“Kitab yang paling baik adalah Kitabullah, perkara yang paling baik ialah perkara yang paling pertengahan, perkara (peribadatan) yang paling buruk adalah perkara yang diada-adakan, seluruh (peribadatan) yang diada-adakan adalah bid’ah, seluruh bid’ah adalah kesesatan, dan seluruh kesesatan adalah di neraka.” (HR Abu Dawud)

Dalam melaksanakan peribadatan, maka para Sahabat Radhiyallahu Anhum   --yang jauh dari takhayul bin khurafat, jauh dari kemusyrikan (hanya menyembah Allah), jauh dari bid’ah (hanya melakukan yang dicontohkan Rasul)--   merupakan contoh terbaik untuk diikuti.







JANGAN MELAKUKAN TAMBAHAN YANG TIDAK DIPERINTAHKAN

Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Qur’an, Al Ahzab [33]:21)

Kemuliaan Islam itu untuk orang yang bisa dan mau memanfaatkan akal pikirannya, bukan untuk orang yang ingin dipuji atau orang yang merasa hebat karena melakukan (yang dikira) sunnah agama. 
Lagi pula, dalam perkara ritus ibadat, sebutan ikhlas hanya layak diterapkan untuk satu perbuatan yang ada tuntunannya dari Nabi Saw.

Mesti diwaspadai --walau kita jarang mau mengakuinya-- keinginan untuk dipuji atau dianggap orang hebat dalam beragama, sering tersamarkan oleh sesuatu yang dikira baik menurut perkiraan kita. 
Itulah tipu daya si iblis laknat jahanam keparat terkutuk. [1]

Karenanya, sesuatu yang tidak ada atau tidak diperbuat oleh Nabi, dalam konteks ritus ibadat atau penyembahan --walau dianggap baik-- dilarang untuk dilakukan; sebab tuntunan peribadatan dalam Islam sudah sempurna. 

Artinya, semua tatacara peribadatan yang diperintahkan Allah Swt sudah disampaikan Nabi Saw kepada umatnya.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam jadi agama bagimu...” (Qur’an, Al Maa-idah [5]:3)

Penambahan tatacara penyembahan yang diada-adakan ulama merupakan pengingkaran kepada firman Allah di atas; na ‘udzubillah.










MUSTAHIL PERINTAH CARA RITUS IBADAT BERBEDA DI LAIN NEGERI

Tatacara solat yang dilakukan di Inggris atau di India harus sama dengan tatacara solat yang didirikan di Irak. 
Tatacara saum di Amerika atau di Cina harus sama dengan cara saum di Turki. 

Sebab tidak mungkin Islam memerintahkan cara ritus ibadat yang berbeda hanya karena beda negara. 

Kalaupun ada sedikit perbedaan, itu dimungkinkan pada masalah-masalah furu yang memang ada dalilnya (ada contoh dari hadis Nabi Saw.)

Begitu juga, semua perlakuan yang terjadi pada jenazah seorang Muslim di Arab Saudi harus sama dengan yang terjadi pada jenasah seorang Muslim di Jepang. 
Artinya, dalam situasi normal, tatacara perlakuan kepada jenazah seorang Muslim harus sama; yaitu dimandikan, dikafani, disolatkan, dan dikuburkan. 

Sebab satu hal yang mustahil, ajaran Islam di Arab Saudi berbeda dengan ajaran Islam di Jepang. 
Mustahil ajaran Tuhan yang sama, bisa berbeda hanya karena beda tempat. 
Mustahil ada tatacara agama Islam yang berlaku di satu tempat tapi tidak berlaku di tempat lain.

Jadi, jika ada upacara yang dikaitkan dengan keagamaan yang mirip ritus hanya ada di daerah kita tapi tidak ada di negeri asalnya (di Arab Saudi), kemungkinan besar acara yang kita lakukan itu suatu bidah, sesuatu yang tidak dicontohkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.









SOLAT DI ATAS KENDARAAN

Ada hadis dari Bukhari yang mengisahkan tentang seseorang yang menyapa Nabi Saw --malah sampai tiga kali sapaan-- tapi Nabi tidak membalas sapaannya. 
Nabi yang saat itu sedang berada di atas unta, kemudian membalas sapaan itu dengan menjelaskan bahwa beliau tadi tidak membalas sapaan orang tersebut karena beliau sedang solat.

Seandainya solat di atas kendaraan tadi dilakukan dengan gerakan-gerakan fisik, seperti mengangkat tangan, mustahil orang itu tak tahu Nabi sedang solat. 
Jadi, solat di atas kendaraan itu tidak mutlak seluruhnya harus diikuti dengan gerakan tubuh, tapi boleh dengan hanya mengucapkan bacaannya saja (dengan tidak keras).

Dan, karena tak ada contoh Nabi salat berjamaah di atas kendaraan (misalnya di perahu), maka di atas kendaraan tak ada keharusan berjamaah.






Catatan:
  • Dalam Islam, semua bentuk ritus ibadat adalah haram hukumnya untuk dilakukan, kecuali jika ada dalil yang membolehkannya (ada contohnya dari Nabi Saw). Semua bentuk perkara duniawi adalah boleh hukumnya untuk dilakukan, kecuali jika ada dalil agama yang melarangnya.
  • Tatkala mendirikan ritus ibadat solat jangan dibelenggu perasaan waswas tidak sempurna atau tidak khusyu; yang berdampak melahirkan rasa bersalah. Kalaupun dirasa tidak sempurna dalam melakukannya, tidak perlu mengulangi ritus ibadat tersebut. Sebab jika pengulangannya juga nanti dianggap tak sempurna, apa harus diulang lagi? Sampai berapa kali kita harus mengulangi solat jika terus merasa tak sempurna?



(Alfa Qr)


[1]   Harap dicamkan, iblis lebih menyukai pelaku bidah ketimbang menyukai orang yang melakukan zinah. Sebab pelaku zinah menyadari bahwa perbuatannya itu berdosa, dan biasanya menyesali serta bersegera bertobat. Sedangkan pelaku bidah jarang bertobat, dan tidak menghentikan perbuatan bidahnya, karena menganggap bidah-bidah yang dilakukannya sebagai perbuatan baik.

Tidak ada komentar: