BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Kamis, 23 Februari 2012

JENIS AMAL PERBUATAN


Pertama, AMAL BIASA. 
Perbuatan yang tidak berkaitan atau tidak disandarkan kepada balasan pahala (dari sesuatu yang ghaib yang dianggap berkuasa). 
Dinilai sebagai masalah duniawi semata-mata; bisa diatur maupun tidak diatur tatatertibnya. 
Jadi, satu perbuatan yang tidak mengharapkan atau tidak ada kaitannya dengan balasan pahala, perbuatan tersebut bukanlah amal ibadah; melainkan hanya amal duniawi semata.  
Hukum melakukannya, selama tidak merugikan dan tidak menimbulkan kerusakan, adalah mubah(boleh).
Hukum tatacara pelaksanaannya haram (tidak boleh) dimasuki unsur peribadatan sebab bisa jadi ritus yang bid’ah.


Kedua, AMAL IBADAH. 
Perbuatan kebajikan yang berkaitan atau disandarkan kepada balasan pahala (dari sesuatu yang ghaib yang dianggap berkuasa), tapi tidak mutlak diatur tatatertib dalam pelaksanaannya
Hukum melakukannya --umumnya-- sekadar keutamaan dan bukan wajib (di kondisi tertentu, jihad dan mencari nafkah hukumnya adalah wajib). 
Hukum tatacara pelaksanannya sekadar keutamaan seperti yang dilakukan Nabi; tapi tidak mutlak harus persis seperti yang dicontohkan Nabi.


Ketiga, RITUS IBADAT. 
Perbuatan yang berkaitan atau disandarkan kepada balasan pahala (dari sesuatu yang ghaib yang dianggap berkuasa); yang pelaksanaan kegiatannya ditentukan caranya atau diatur tatatertibnya
Hukum melakukannya ada yang wajib dan ada yang sunat. 
Hukum tatacara pelaksanaannya --tak bisa tidak-- dalam Islam wajib ada contohnya dari Nabi Saw.






AMAL BIASA

Amal biasa adalah setiap perbuatan yang tidak disandarkan kepada harapan mendapat balasan pahala dari Tuhan. 
Amal biasa adalah perbuatan yang boleh dilakukan seorang Muslim, baik ditentukan atau tidak ditentukan tata caranya. 
Amal biasa adalah sekadar perkara duniawi, yang tidak memiliki nilai pahala maupun dosa. 
Seorang Muslim dibolehkan mengerjakannya, terkecuali jika ada dalil agama yang melarangnya.

Mesti diingat, walau diatur tata tertibnya, setiap perkara duniawi jika tidak disandarkan kepada balasan pahala dari yang ghaib, ia tetap merupakan amalan biasa. 
Olahraga (seperti basket, tenis, catur, dan lain-lain) walau ditentukan tata tertibnya, tetap merupakan perkara duniawi.
Perkara adat istiadat, seni budaya (menyanyi, menari, melukis), sulap (ketangkasan yang bukan sihir), ulang tahun (manusia, organisasi, negara), adalah perkara duniawi yang dibolehkan.  

Perkara-perkara tersebut sama sekali tidak memiliki nilai pahala maupun dosa jika dikerjakan.

Begitu juga dengan upacara adat di suatu daerah, yang biasanya ditentukan tatacaranya, selama tidak disandarkan kepada balasan pahala, dan hanya sekadar simbolistis keduniawian, tidak terlarang untuk diadakan. 

Contohnya, menabur bunga jika sekadar sebagai simbol duka cita. 
Atau salvo tembakan senapan sebagai simbol penghormatan bagi prajurit. 

Namun jika merasa ragu akan kebolehannya, lebih utama untuk dihindari.





AMAL IBADAH

Amal ibadah adalah setiap perbuatan kebajikan, yang bermanfaat bagi dirinya ataupun bagi orang lain, yang disandarkan kepada harapan mendapat balasan pahala dari Allah Swt, namun tidak mutlak harus terikat tatatertib dalam melaksanakannya. 

Contohnya, mencuci baju atau mencuci ember; seutamanya seperti yang dilakukan Nabi, namun andaipun tak sepersis yang dicontohkan Nabi tidaklah menjadi berdosa.


Suatu perbuatan menjadi amal ibadah bila dalam pengerjaannya dikaitkan dengan adanya balasan pahala.  
Contohnya mencari nafkah, ataupun menyingkirkan batu dari tengah jalan; perkara itu menjadi amal ibadah karena dalam perbuatan itu ada harapan balasan pahala dari Allah.

Seorang Muslim yang mencari nafkah --untuk membiayai anak dan isterinya-- dengan menjadi pemain sepakbola, maka perkara mencari nafkahnya itu merupakan amal ibadah. 
Permainan sepakbolanya itu sendiri, secara zahirnya, tetap saja perkara duniawi yang tak memiliki nilai pahala atau dosa. 

Demikian pula dengan menyingkirkan batu tetap saja merupakan perkara duniawi; seorang Muslim mendapat pahala bukan karena semata-mata menyingkirkan batunya, melainkan karena niat baiknya agar tidak ada orang lain yang celaka atau tersandung. [1]





RITUS IBADAT

Mengucapkan zikir atau membaca Quran adalah amal ibadah; sedangkan mendirikan solat dan saum adalah ritus ibadat.

Ritus ibadat atau ibadah ritual adalah setiap amal ibadah yang inti tatacaranya ditentukan atau ada yang dibakukan caranya. 
Dalam Islam, ritus ibadat mesti berdasarkan kepada dalil agama yang pasti dan benar (qoth’i, jelas dan tegas) yang ada dalam Qur’an atau sunnah Nabi Saw.

Jadi, ritus ibadat adalah perbuatan yang disandarkan kepada harapan mendapat balasan pahala dari Allah, tapi ada bagian yang terikat tatatertib syareat dalam pelaksanaanya
Oleh karenanya, suatu ritus ibadat hanya boleh dikerjakan bila ada perintahnya atau izin dari Allah dan Rasul. 

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul- Nya..”  (Qur’an, Al Anfaal [8]:20)

“Siapa yang mengamalkan suatu amal (ibadat ritual) yang tidak pernah kami lakukan, maka amalnya ditolak.”  (HR. Muslim).

Jelas, dalam masalah ritus ibadat, Allah menyuruh kita harus patuh hanya kepada apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya; tidak diperintahkan taat kepada tatacara buatan orang lain. 





HARUS BISA MEMBEDAKAN PERKARA YANG BUKAN RITUS IBADAT

Melakukan amal ibadah yang dibakukan tata tertibnya sehingga menyerupai ritus ibadat, padahal tidak pernah dilakukan Nabi maupun para sahabatnya, maka perkara tersebut merupakan perbuatan terlarang. 

Misalnya, membaca shalawat adalah amal ibadah yang sangat baik dilakukan di mana saja dan kapan saja; tapi menentukannya menyerupai ritus ibadat, dengan mengharuskan membaca shalawat setiap khatib naik mimbar masjid, mesti dipertanyakan ketentuannya
Jika ada sunahnya, tidak apa-apa dilakukan; jika tidak ada contohnya dari Nabi Saw, pantas untuk ditolak. Sebab, merekayasa ritus ibadat yang tidak dicontohkan Nabi sama saja dengan menganggap Nabi Saw telah khilaf. 
Padahal mustahil Nabi Saw melakukan kekhilafan dalam hal itu.


Namun seseorang tidak boleh begitu saja menilai suatu perkara itu sebagai ritus ibadat atau mirip ritus ibadat --dan kemudian melarangnya-- hanya karena didasarkan prasangka saja (a priori). 
Misalnya, pengajian dan pengkajian Qur’an yang dilakukan sekelompok ibu-ibu rumahtangga tiap hari Ahad pagi. 
Perkara ini termasuk perbuatan ibadah semata, bukan ritus ibadat. 

Perkara tersebut dibolehkan bila pengambilan waktu hari Ahad pagi karena pertimbangan di hari itu lebih memungkinan ibu-ibu bisa berkumpul secara lengkap. 

Lain halnya kalau pengambilan hari Ahad itu dengan beranggapan hari Ahad, atau hari apa pun, sebagai hari penuh barokah atau membawa keberuntungan; maka ini tidak boleh
Sebab penuh barokah dalam hal tersebut tidak ada keterangan dalilnya.


Demikian juga bila sekelompok bapak-bapak mengadakan pertemuan untuk membahas agama di masjid setiap selesai shalat Isya, dengan alasan praktis (karena tidak usah repot-repot lagi mengundangnya), maka ini dibolehkan. 
Ini tidak dikategorikan ritus ibadat, tapi hanya sekadar amal ibadah saja. 
Sebab perkara-perkara ini sekadar ditentukan waktu atau tempatnya, tapi tidak membakukan (mengatur secara mutlak tetap) tatacaranya

Karena itu, kita tidak boleh gegabah menuduh bahwa sesuatu itu bid’ah, bila kita belum mengkaji masalahnya secara mendalam.


Realitanya, di antara kelemahan kita yang amat menyolok adalah ketidakmampuan kita meletakkan sesuatu pada tempatnya.  
Sehingga kita sering rancu dan tidak bisa membedakan yang mana amal duniawi semata-mata, yang mana amal ibadah, dan yang mana ritus ibadat. 

Contohnya, hadiah berbeda dengan sedekah atau zakat.  
Hadiah termasuk dalam kategori amal keduniawian biasa yang tidak memiliki nilai pahala; 
Sedekah termasuk dalam kategori amal ibadah yang berpahala. 
Sedangkan zakat termasuk ritus ibadat, sebab ada tatatertib yang terkait dengan ketentuan Allah dalam pelaksanaannya.


Dari hal di atas, selama tidak ada unsur ritus ibadat agama dalam pelaksanaannya maka merayakan hari kelulusan sekolah, hari ulang tahun, hari ibu, hari kasih sayang, atau hari pahlawan, dibolehkan. 

Sebaliknya melakukan sesuatu dengan alasan ada pahalanya atau ada berkahnya, jelas tidak dibolehkan jika tidak ada dalilnya dalam tuntunan agama Islam.



TULISAN DI BLOG BEBAS MERDEKA PISAN, BEBAS UNTUK DICOPY, DIPRINT, DIBAGIKAN, DAN DISEBARLUASKAN..
(Alfa Qr)


[1]   Kebanyakan perintah berbuat kebajikan (beramal ibadah) hukumnya sekadar keutamaan. Hanya sedikit perintah berbuat kebajikan yang hukumnya wajib. Di antaranya, bagi laki-laki yang sehat, wajib melindungi dan menafkahi isteri dan keluarganya; wajib mendidik dan membahagiakan anak-anaknya. Bagi wanita, selama suaminya juga bertanggungjawab, wajib patuh pada suaminya. Sedangkan menyingkirkan batu hukumnya sekadar keutamaan, bukan wajib.

Tidak ada komentar: