BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Kamis, 23 Februari 2012

Ibarat menanam pohon



Pohon keberuntungan pastilah pohon yang baik, dan dirawat oleh petani yang baik dengan cara yang baik. 
Pohon keberuntungan adalah pohon yang menghasilkan buah yang banyak, besar, manis, dan terutama bisa dinikmati oleh yang menanamnya.

Untuk mendapatkan pohon keberuntungan, seorang petani mesti mempunyai ladang yang gembur; sebab tanah yang gersang tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan. 

Amat beruntung orang yang mempunyai ladang yang gembur, yaitu hati yang dilandasi keimanan. 
Disebut amat beruntung karena, hakekatnya, keimanan merupakan hidayah Allah. 
Mustahil seseorang beriman jika hidayah tidak sampai kepadanya.


Petani yang baik akan menanam bibit yang tidak cacat.   
Muslim yang baik akan menanam benih yang terbebas dari kotoran; yaitu keyakinan bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali hanya Allah, dan bahwa Muhammad Saw adalah rasul terakhir yang diutus Nya. 

Jika benih yang tidak cacat kelak menghasilkan buah yang manis, maka tauhid yang steril dari syirik akan membuahkan hasil yang baik pula.


Agar pohon tumbuh dan berbuah, selain harus membasmi hama yang akan merusak, kita harus menyiraminya dengan air secara teratur; jika memungkinkan, memakai pupuk agar hasilnya semakin baik. 

Dalam beragama, siraman air bisa diibaratkan sebagai mendirikan ritus ibadat yang wajib, dan penggunaan pupuk sebagai melaksanakan ritus ibadat yang sunat. 

Sementara hamanya adalah setiap perbuatan negatif, sedangkan obat anti hamanya adalah setiap perbuatan positif.







SIRAMAN AIR AMAT PENTING

Pohon yang disiram air tiap hari secara teratur, walau tanpa diberi pupuk, pasti akan tumbuh. 
Sebaliknya, tanpa siraman air sama sekali, pohon akan mati.  

Begitu pula pohon keimanan kita akan luluh lantak bila tak pernah melaksanakan ritus ibadat wajib yang diperintahkan Allah Swt.


Jika siraman air ke sebuah pohon ada batasan minimal-maksimalnya; maka ritus ibadat wajib pun (salat fardu lima waktu, zakat, saum ramadhan, ibadah haji) sudah ditentukan tatacaranya secara tertib. 
Artinya, ada aturan-aturannya, ada batasan minimal-maksimalnya.


Muslim yang melaksanakan ritus ibadat wajib secara minimal, ibarat orang yang menyiram pohon tiap hari secara teratur tetapi dengan air yang sedikit. 
Artinya, walau siraman airnya sedikit jika dilakukan secara teratur  dan kontinyu setiap hari, pohon tetap akan tumbuh dan berbuah; walau hasilnya tidak maksimal.  

Muslim yang kadang mendirikan salat wajib kadang tidak, ibarat orang yang menyiram pohon dengan air yang sudah sedikit, juga tidak teratur (tidak kontinyu). 
Akibatnya, buah yang akan dihasilkannya pun tidak sepersis dengan yang diharapkannya.

Jadi jelas, manis dan tidak manisnya buah, selain tergantung dari jenis pohon apa yang ditanam, juga terkait dengan ketekunan merawatnya.








PENGGUNAAN PUPUK YANG SALAH MALAH BISA MERUSAK

Pupuk bisa membuat pohon tumbuh lebih cepat, tapi pupuk juga bisa membuat pohon rusak. 

Artinya, penggunaan pupuk yang benar --yang tepat cara, tepat takaran dan tepat waktu-- bisa menghasilkan pohon yang buahnya lebih besar dan lebih manis. 

Sebaliknya, penggunaan pupuk yang salah --salah cara, salah takaran atau salah waktunya-- justru bisa membuat pohon merana dan tidak berbuah.


Begitu pula dengan melaksanakan ritus ibadat sunat yang benar, yang ada dalilnya dari Nabi Saw, akan menambah pahala. 
Sebaliknya, melaksanakan ritus ibadat yang dikira sunat padahal tak ada contohnya dari Nabi Saw, malah bisa merusak amalan kita. 

Ibarat menggunakan pupuk yang salah atau cara menggunakan pupuknya salah.


Dari hal di atas, jika kita ragu akan sebuah pupuk dan cara pemakaiannya, lebih baik kita tinggalkan pupuk tersebut
Sebab, jika tidak, pohon yang kita tanam malah bisa menjadi rusak. 









MEMBASMI HAMA DENGAN OBAT ANTI HAMA

Jika dibiarkan, hama bukan hanya merusak tapi bisa menghancurkan pohon yang kita tanam.

Perbuatan buruk yang merugikan diri kita sendiri ibarat hama; Perbuatan buruk kita yang merugikan orang lain ibarat hama yang ganas.


Muslim yang melakukan perbuatan negatip yang merusak dirinya sendiri (seperti sombong atau melakukan perbuatan makruh) adalah orang yang merugi; kewajiban kita kepadanya hanyalah mengingatkan.

Muslim yang melakukan perbuatan buruk yang merugikan orang lain (seperti menipu, menggunjing, memfitnah, korupsi), adalah orang yang zalim; kewajiban kita adalah mencegahnya dari berbuat buruk tersebut.


Obat anti hamanya, selain dengan berusaha menghilangkan perilaku-perilaku negatip tersebut, adalah dengan berbuat kebajikan.

 “Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya menghapusnya (menghapus keburukan tadi). Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang luhur.”  (HR. Tirmidzi)


Realitanya, tidak sedikit orang yang percaya adanya Allah, tapi tidak yakin adanya Allah. 

Muslim yang percaya adanya Allah, mustahil tidak berbuat kebajikan. 
Muslim yang yakin adanya Allah, mustahil menganiaya orang lain tanpa adanya alasan yang benar.


Yang jelas, ketika berbuat jahat, kita akan dan harus membayarnya (dengan keburukan yang akan menimpa kita). 
Ketika berbuat kebajikan, kita akan dan pasti dibayar (dengan kebaikan yang akan kita dapatkan). 

Karenanya, agar pohon kita terbebas dari hama, kita harus senantiasa berusaha untuk menghindar dari berbuat keburukan.


Yang pasti, Allah Maha Melihat dan Maha Mengawasi. 
Mustahil catatan baik-buruk kita tertukar dengan catatan baik-buruk orang lain.









PENGIBARATAN BUKAN BERARTI MENYAMAKAN

Seperti juga dalam masalah-masalah lain, penganalogian dalam perkara agama harus memiliki batasan-batasan tertentu yang tidak keluar dari garis pokok masalah. 

Menganalogikan perkara agama dengan perkara dalam kehidupan duniawi sehari-hari, tidak berarti antara keduanya ada kesamaan mutlak. 
Perkara-perkara agama memiliki nilai khusus tersendiri, karena berkaitan dengan masalah gaib, yang ilmu pengetahuannya hanya ada pada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata.

Penganalogian pohon dengan agama di atas tidak bermaksud menyamakan, tapi hanya sekadar mengambil hakekat bahwa semua amal, baik yang berupa ritus ibadat maupun yang berupa amal ibadah biasa, hendaknya dilakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntunan. 

Tidak  tercampuri dengan hal-hal yang mendekati kemusyrikan. 







PENGIBARATAN, MEMUDAHKAN UNTUK MEMAHAMI

Orang yang selalu menolak pendapat orang lain yang benar, atau yang menutup wawasan berpikirnya, dianalogikan dengan rumah yang jendelanya tak pernah dibuka; di dalamnya bau dan apek. 
Sebaliknya, orang yang selalu menerima pendapat orang lain tanpa lebih dulu mengkajinya, ibarat rumah yang jendela dan pintunya tidak pernah ditutup; akibatnya bukan hanya maling, debu dan penyakit pun dibiarkan masuk ke dalamnya. 

Hikmah dari penganalogian ini, dalam berpikir dan bertindak, janganlah berlebihan yang tidak pada tempatnya.


Ayam dan burung, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan; masing-masing harus menyesuaikan diri dengan habitatnya. 
Begitu pun manusia, masing-masing harus berperilaku pada tempatnya. 
Sebab, posisi seorang kuli bangunan berbeda dengan seorang arsitek yang insinyur, walau bidang garapannya sama. 

Karenanya, walau dalam satu hal kita merasa lebih baik, kita tidak perlu menilai orang lain sebagai orang yang jelek secara mutlak; sebab dalam satu hal lainnya bisa jadi ia lebih baik.


Yang jelas, penganalogian tidak berarti menyamakan pas serupa itu; apalagi menganalogikan hal yang berkaitan dengan agama. 
Artinya, hasil penganalogian tidak seratus persen memiliki bentuk yang sebangun. 

Tapi, paling tidak, tujuan penganalogian --yaitu kemudahan untuk memahami-- bisa mendekati ke arah pemahaman yang benar. 




Catatan:
  • “Surga lebih dekat kepadamu dari tumit sepatumu, demikian pula neraka”  (HR. Bukhari)
  • Tinggi rendahnya keimanan seseorang bisa dilihat dari tebal tipisnya rasa malu yang dimiliki orang tersebut.
  • Dalam masalah kebajikan beragama, hakekatnya seorang Muslim mempunyai dua kewajiban. Pertama, untuk kebaikan dirinya sendiri, yaitu melaksanakan rukun Islam yang lima. Kedua, untuk kebaikan orang lain, yaitu menyampaikan syiar Islam sesuai kemampuan.


(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: