Dalam masalah jenazah seorang Muslim,
menjadi fardhu kifayah (kewajiban
yang menjadi sekadar sunat hukumnya,
jika sudah ada sebagian Muslim lainnya yang melakukannya) bagi Muslim
yang masih hidup yang ada di sekitarnya untuk menyegerakan memandikan,
mengkafani, serta menyolatkannya.
Dan seutamanya memakamkannya pada hari itu juga, sebaiknya sebelum matahari terbenam.
Dan seutamanya memakamkannya pada hari itu juga, sebaiknya sebelum matahari terbenam.
Perlu diketahui,
ritus ibadat terakhir yang dilaksanakan untuk seorang Muslim yang meninggal
dunia adalah shalat jenazah.
Karenanya, menyolatkan jenazah seorang Muslim merupakan keutamaan bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.
Setelah jenazah dikuburkan, tidak ada ritus ibadat apa pun.
Karenanya, menyolatkan jenazah seorang Muslim merupakan keutamaan bagi anggota keluarga yang ditinggalkan.
Setelah jenazah dikuburkan, tidak ada ritus ibadat apa pun.
Setelah jenazah dikuburkan, tak ada
ritus pembacaan doa atau kata-kata sambutan.
Tak ada lagi ritus ibadat --tata
cara doa yang diatur-- untuk orang tersebut.
Termasuk tidak ada upacara peringatan (yang berupa ritus agama) apa pun baginya.
Sebab tidak ada contohnya ritus serupa itu dilakukan oleh Nabi Saw ataupun para sahabat salaf Ra.
Mesti diingat, di
mana pun, tatacara ritus ibadat yang diperintahkan Islam haruslah sama.
Sebab, hanya agama yang sudah rusak yang tatacara ibadatnya berbeda-beda.
Sebab, hanya agama yang sudah rusak yang tatacara ibadatnya berbeda-beda.
Karenanya, perlakuan terhadap jenasah Muslim di Arab Saudi harus sama dengan yang terjadi pada jenasah Muslim di Australia.
Mustahil perintah agama berbeda hanya karena beda jenasah dan beda tempat.
Artinya, tatacara perlakuan kepada jenazah Muslim
di mana pun harus sama; yaitu dimandikan, dikafani, disolatkan, dan dikuburkan.
Tapi, tentu saja,
selama tatacaranya tidak direkayasa, mendoakan seorang Muslim yang sudah wafat
oleh seorang Muslim yang masih hidup bukan saja tidak dilarang, malah suatu hal
yang amat sangat utama.
Begitu pula tidak dilarang menziarahi kuburan untuk
mendoakan seorang Muslim yang sudah meninggal.
Mengunjungi kuburan mengingatkan kita untuk merenung bahwa kita pun akan menyusul mereka kelak. Mengingatkan kita untuk menyiapkan ‘bekal’ yang akan kita bawa ‘pulang’ nanti.
Mengunjungi kuburan mengingatkan kita untuk merenung bahwa kita pun akan menyusul mereka kelak. Mengingatkan kita untuk menyiapkan ‘bekal’ yang akan kita bawa ‘pulang’ nanti.
Hanya saja, ketika berziarah, jangan ada perasaan --atau niat-- agar mendapat berkah ketika melakukan ziarah tersebut.
KUBURAN BUKAN TEMPAT KEGIATAN PERIBADATAN
Berdasar contoh, tanah kuburan paling tinggi sejengkal.
Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menyukai orang yang membangun kuburan (adanya bangunan di atas kuburan).
Tidak boleh menjadikan kuburan sebagai tempat kegiatan peribadatan atau pemujaan seperti yang dilakukan orang-orang bodoh (jahiliyah) sebelum Islam.
Jangan sekali-kali
mengkeramatkan kuburan.
Hadits menerangkan bahwa rumah yang di dalamnya tidak ada orang yang membaca Quran, rumah tersebut dinilai seperti kuburan; ini menjelaskan, di kuburan tidak ada orang yang membaca Quran.
Karenanya, membaca Quran lebih baik di rumah dan bukan di kuburan.
AMAL KEBAJIKAN YANG KURUS DAN LEMAH
Di kehidupan duniawi ada tiga sahabat.
Pertama, sahabat yang sangat dicintai, yaitu harta duniawi, termasuk jabatan maupun kekuasaan.
Kedua,
sahabat yang kadang dicinta kadang diacuhkan, yaitu keluarga kita, seperti
suami, istri, anak serta cucu kita.
Ketiga, sahabat yang dianggap remeh,
yang lebih sering ditelantarkan, yaitu amal-amal kebajikan kita; baik itu yang
berupa ritus-ritus ibadat yang kita dirikan ataupun perbuatan ibadah yang kita
lakukan dalam bermasyarakat.
Saat kita wafat,
sahabat pertama tidak ada yang ikut
ke kuburan, kecuali hanya sehelai kain kafan.
Sahabat kedua sekadar mengantar ke kuburan, dan kembali pulang ke rumah untuk saling berebut dan mengacak-acak harta yang kita tinggalkan.
Hanya sahabat ketiga yang bersedia masuk ke dalam kubur untuk membela kita.
Alangkah ruginya kita, jika sahabat ketiga yang akan
menolong kita itu ternyata kurus dan lemah.
“Apabila anak Adam (manusia) wafat putuslah amalnya kecuali tiga hal: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat buat orang
lain, dan anak soleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim)
Jelas, dalam melakoni hidup ini kita harus selalu ingat tiga hal: dari mana
kita berasal, di mana kita sekarang, dan mau ke mana kita nanti.
Dari sebab itu, perhatikan sekitar kita.
Ingatlah kepada kerabat dan sahabat-sahabat kita yang
sudah wafat.
Apa yang mereka bawa dan apa yang mereka wariskan?
Di hadapan Allah, kebajikan apa yang mereka dapatkan dari karir yang mereka perjuangkan?
Manfaat apa yang mereka raih dari harta duniawi yang susah payah mereka kumpulkan?
Di hadapan Allah, kebajikan apa yang mereka dapatkan dari karir yang mereka perjuangkan?
Manfaat apa yang mereka raih dari harta duniawi yang susah payah mereka kumpulkan?
Dalam realita, tak
sedikit orang yang kemaruk menimbun harta, ketika ia mati hartanya itu jadi
milik orang lain.
Artinya, jadi milik suami baru istrinya atau jadi milik istri
baru suaminya.
Karenanya, raihlah harta dunia itu dengan cara yang berkah; cara
yang diridhai Allah.
Yaitu harta yang bisa dinikmati, yang mencukupi dan membahagiakan; bukan harta yang banyak tapi tidak menenteramkan.
Catatan:
- “Jangan mencerca orang yang sudah meninggal, karena sesungguhnya mereka telah mencapai tempat tujuan mereka.” (HR. Bukhari)
- Satu hal yang tidak menyalahi kodrat, jika kebanyakan orang yang sakit lebih disibukkan dengan mencari obat untuk kesembuhan jasmaninya. Namun bagi seseorang yang sudah sangat meyakini akan kasih sayang Allah, ketika sakit ia hanya berobat sekadar kemampuan. Artinya, tidak sampai berhutang ke sana ke sini untuk biaya pengobatan jasmaninya.
- Bagaimana pun caranya seorang Muslim meninggal dunia, di tempat tidur atau dalam kecelakaan pesawat terbang, mati normal atau karena disalib, dikuburkan atau dimakan ikan hiu, tidak jadi masalah. Artinya, sama saja. Yang penting, ketika wafat, seorang Muslim harus berada dalam keadaan baik menurut pandangan agama (husnul khatimah).
(Alfa Qr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar