BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Kamis, 23 Februari 2012

Pengibaratan (penganalogian)


Mengibaratkan --menganalogikan, menyerupakan, mengumpamakan, membandingkan-- satu kejadian dengan kejadian lain, merupakan sebuah cara untuk mempermudah dalam memahami suatu perkara. 

Dengan kata lain, menganalogikan hanyalah sebatas mengambil kemudahan untuk memahami, bukan mengambil hukum atau menyamakan hukumnya
Satu hal yang tadinya samar-samar, bisa menjadi jelas setelah dianalogikan dengan hal lain yang sudah terlebih dahulu bisa dipahami.

Yang terlarang, dalam masalah peribadatan, adalah menganalogikan dengan maksud menyamakan hukumnya. 
 Begitu pula, kita tak boleh menganalogikan (dengan maksud menyamakan) masalah peribadatan dengan masalah keduniawian. 

Misalnya, solat itu tidak sama serta tak ada kaitannya dengan senam atau olahraga. 
Berwudhu adalah berbeda dengan bersih-bersih mencuci badan dalam kehidupan sehari-hari. 
Shaum tidak boleh diniatkan untuk berdiet melangsingkan badan.







MENGANALOGIKAN MUSLIM AWAM DENGAN PETANI BIASA

Faedah adanya ilmu pertanian terutama ditujukan untuk semua petani biasa, atau semua petani umumnya
Bukan hanya untuk penyuluh pertanian; bukan khusus untuk profesor atau insinyur pertanian.

Demikian juga manfaat agama yang diturunkan Allah, manfaatnya jelas untuk semua manusia yang mayoritasnya adalah orang awam biasa; bukan khusus untuk kiai, ustadz, atau ulama. 

Karenanya, tuntunan agama sudah semestinya bisa diterapkan dan dilaksanakan oleh kebanyakan manusia; bisa dijalani oleh orang awam umumnya.


Dalam realita, apa pun jabatan dan pekerjaannya --presiden atau lurah, buruh atau majikan-- kebanyakan manusia adalah orang awam biasa dalam beragama.  

Dengan kata lain, mayoritas Muslim adalah orang yang pengetahuan tentang syariat agamanya pas-pasan
Mustahil jika semua Muslim harus bisa memiliki ilmu pengetahuan agama yang sama hebatnya dengan yang dipunyai seorang ustadz atau kiai.

Mewajibkan seorang arsitek bangunan atau seorang insinyur ahli penerbangan untuk menguasai ilmu agama setarap dengan seorang kiai adalah hal yang berlebihan. 
Sama berlebihannya dengan mewajibkan seorang kiai, yang hanya mendalami ilmu agama, untuk bisa membangun jembatan atau membuat pesawat terbang. 


Jadi, karena tiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan serta kesibukan sesuai bidangnya, maka kemampuan setiap orang dalam menguasai perkara agama tidaklah akan sama.

Karenanya, selama tidak melanggar tuntunan agama, selama tetap berusaha melaksanakan yang diwajibkan Allah dan menjauhi laranganNya, setiap Muslim bisa memilih karir apa saja sesuai dengan yang disukainya; boleh menjadi birokrat, pedagang ataupun olahragawan.



(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: