- Seorang profesor pertanian pastilah seorang pakar yang mendalami ilmu pertanian sampai ke akar-akarnya. Ia tak hanya tahu perbedaan pupuk NPK dengan pupuk urea; ia tak hanya tahu komposisi dari unsur kimia yang ada di dalam pupuk tersebut. Tapi ia juga tahu bahwa selain sebagai pupuk untuk pertanian, urea digunakan pula di industri plastik; ia tahu urea berasal dari kata urine, sebab cikal bakal urea berasal dari air kemih hewan. Ia tahu soal yang sepele, yang remeh temeh; ia tahu soal tetek bengek yang tidak berkaitan dengan kemanfaatannya di lapangan pertanian.
Ibarat seorang profesor pertanian, seorang ulama
besar adalah orang yang sangat menguasai ilmu agama sampai hal yang
serinci-rincinya.
- Seorang insinyur pertanian, walau tingkatannya di bawah profesor, pasti juga menguasai banyak pengetahuan pertanian. Untuk mendapatkan hasil terbaik, seorang insinyur pertanian harus banyak bergelut dalam riset dan praktek di lapangan. Ia tak sekadar tahu perbandingan dosis tiap unsur kimia dalam tiap jenis pupuk maupun obat anti hama, tapi juga paham sekali akan kegunaan dan cara pemakaiannya yang tepat dalam praktek.
Ibarat seorang insinyur pertanian, seorang ulama
atau kiai yang baik pastilah seorang yang wawasan ilmu agamanya juga berkaitan
dengan kenyataan praktek di lapangan.
Bukan sekadar berteori.
Bukan sekadar berteori.
- Seorang penyuluh pertanian, walau tingkatannya di bawah seorang insinyur, sangat penting peranannya dalam sukses tidaknya hasil pertanian. Dialah orang yang sering terlibat langsung berhubungan dengan petani biasa. Ia semestinya hapal di luar kepala semua formula obat anti hama, baik unsur kimianya maupun penerapannya dalam praktek; sehingga obat tersebut membasmi hama tapi tidak meracuni tanamannya. Jika ilmu bertaninya tidak benar, tak terbayangkan apa yang akan dipanen oleh para petani yang diberi pengarahannya.
Seorang guru mengaji atau ustadz bisa diibaratkan
dengan seorang penyuluh pertanian.
Seorang ustad semestinya tahu benar pokok-pokok ajaran agama dan pelaksanaannya yang benar.
Jika tidak, ia justru bisa membawa umat ke arah jalan yang sesat.
Seorang ustad semestinya tahu benar pokok-pokok ajaran agama dan pelaksanaannya yang benar.
Jika tidak, ia justru bisa membawa umat ke arah jalan yang sesat.
- Seorang petani biasa harus bisa membedakan jenis pupuk dan cara penggunaannya, hapal obat anti hama dan cara pemakaiannya. Namun tidak perlu mengetahui secara mendetail unsur-unsur kimia apa yang ada di dalam obat anti hama tersebut. Ia tak perlu hapal di luar kepala unsur kimia yang ada di dalam pupuk NPK atau urea, yang penting justru tahu cara menggunakannya, baik takarannya maupun waktunya yang tepat.
Petani-petani biasa inilah yang dapat diibaratkan
sebagai kita-kita yang hanya Muslim awam dalam beragama.
Muslim awam yang harus mengetahui aturan-aturan pokok yang benar dalam agamanya, dan melaksanakannya dengan benar, tapi tanpa perlu mengetahui --kalau tahu atau hapal tentunya lebih utama-- dalil-dalilnya secara rinci.
Muslim awam yang harus mengetahui aturan-aturan pokok yang benar dalam agamanya, dan melaksanakannya dengan benar, tapi tanpa perlu mengetahui --kalau tahu atau hapal tentunya lebih utama-- dalil-dalilnya secara rinci.
KENYATAAN MUSLIM DALAM PRAKTEK
Tanpa harus hapal siapa saja perawinya (penyampai
riwayatnya), seorang Muslim awam sepantasnya mengetahui mana hadis yang sohih
dan mana hadis yang dhoif.
Bisa membedakan mana sunah yang berkaitan dengan penyampaian risalah agama, dan mana sunah yang tak berkaitan dengan risalah agama.
Bisa membedakan perkara yang bid’ah dan bukan, tanpa perlu hapal dalil-dalilnya
secara rinci.
Karenanya,
walau mengetahui yang detil itu akan merupakan nilai tambah, bagi Muslim awam
yang paling penting harus menguasai yang pokok dan bukan menguasai yang sepele
(yang sekadar dianjurkan).
Jika tidak, ia ibarat petani biasa yang hapal rumus
kimia dari unsur yang ada dalam pupuk NPK, tapi salah dalam cara penerapannya
di lapangan.
Hendaknya
dimaklumi, dalam prakteknya, kebanyakan Muslim adalah orang awam biasa yang
hanya memahami sedikit hukum-hukum agama Islam.
Identik dengan kebanyakan
rakyat biasa dari suatu negara yang hanya mengetahui sedikit aturan hukum yang
berlaku di negaranya.
Adalah mustahil jika seorang warganegara biasa harus hapal semua peraturan undang-undang di negaranya, apalagi jika harus hapal sampai ke nomor-nomor pasalnya di kitab undang-undang negara tersebut.
Adalah mustahil jika seorang warganegara biasa harus hapal semua peraturan undang-undang di negaranya, apalagi jika harus hapal sampai ke nomor-nomor pasalnya di kitab undang-undang negara tersebut.
Bagi seorang warganegara biasa yang paling utama adalah mengetahui peraturan hukum yang berkaitan langsung dengan kehidupannya sehari-hari; seperti memahami rambu-rambu lalu lintas misalnya.
Contohnya,
bila melihat rambu dilarang parkir, kita tahu tidak boleh parkir mobil di sana;
dan kalau kita melanggarnya kita akan dihukum.
Tapi, sebagai warganegara biasa, kita tak perlu hapal di pasal berapa dan di ayat berapa dalam kitab undang-undang lalu lintas peraturan tersebut tercantum.
Lain halnya kalau kita seorang polisi.
Tapi, sebagai warganegara biasa, kita tak perlu hapal di pasal berapa dan di ayat berapa dalam kitab undang-undang lalu lintas peraturan tersebut tercantum.
Lain halnya kalau kita seorang polisi.
Dari
hal-hal di atas, bagi kita yang hanya Muslim awam, cukuplah mengetahui ajaran
agama yang pokok yang benar, dan melaksanakannya dengan benar, tanpa perlu
hapal detil-detil rincian dalilnya.
Ibarat petani biasa yang meraih sukses dalam bertani, seorang Muslim awam harus tahu ajaran Islam yang benar dan melaksanakannya dengan benar.
Yang
jelas, kalau dalam bertani yang dituai adalah hasil pertanian, maka dalam
beragama yang dituai adalah kenikmatan surga di akhirat.
Catatan:
- Orang yang memiliki ilmu, seperti ustadz dan ulama, derajatnya dimuliakan Allah melebihi kita yang hanya orang awam biasa. Kepada merekalah seharusnya kita bertanya masalah agama, karena jawaban mereka dilengkapi dalil dari Quran dan hadis Nabi Saw. Berbeda dengan jawaban kita yang sekadar pendapat kita tanpa disertai dalil.
- Dalam masalah keberhasilan duniawi, hakekatnya setiap orang bisa dan bebas memakai teori atau cara apa pun. Dalam masalah keberhasilan di akhirat, yakni masuk ke dalam surga, orang harus memeluk dan melaksanakan syareat agama yang benar: Islam.
(Alfa Qr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar