“Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk” (Qur’an, Huud [11]:114)
Satu hal yang sangat adil jika sebuah
kebajikan diberi imbalan pahala dengan nilai yang berlipat-lipat, dan sebuah
kejahatan cukup dibalas hukuman senilai dosa dari kejahatan itu sendiri.
Realitanya, keinginan untuk berbuat baik muncul dari diri kita sendiri; dan jalan ke arah berbuat baik itu sulit karena setan selalu berusaha menghalang-halanginya.
Sedangkan keinginan berbuat jahat tidak terlepas dari dorongan si iblis
laknatullah; dan jalan ke arah kejahatan itu mudah karena dibukakan setan
selebar-lebarnya.
TAK PERLU MENENTUKAN BENTUK KEBAJIKAN
Niat melakukan kebajikan adalah satu hal yang terpuji.
Namun sebaiknya tidak menentukan bentuk atau jenis dari kebajikan yang akan kita lakukan untuk orang lain itu; sebab jika niat baik tersebut tidak bisa atau belum terlaksanakan, justru akan membebani kita.
Namun sebaiknya tidak menentukan bentuk atau jenis dari kebajikan yang akan kita lakukan untuk orang lain itu; sebab jika niat baik tersebut tidak bisa atau belum terlaksanakan, justru akan membebani kita.
Kita malah akan merasa berdosa, atau merasa bersalah; padahal tadinya kita mau berbuat baik dengan ikhlas.
Jadi, kita tak
perlu menentukan bentuk kebajikannya itu sendiri, tapi cukup berniat akan
bersedekah.
Arti
yang umum dipahami dari bersedekah adalah mendermakan harta --baik uang maupun
barang-- untuk membantu orang lain.
Sedekah dalam pengertian yang lebih luas adalah semua kebajikan yang dilakukan seseorang, yang dengan sebab itu Allah membalasnya dengan kebajikan pula.
Sedekah dalam pengertian yang lebih luas adalah semua kebajikan yang dilakukan seseorang, yang dengan sebab itu Allah membalasnya dengan kebajikan pula.
Tersenyum dan tutur kata yang baik adalah
sedekah.
Langkah kaki saat menuju masjid adalah sedekah.
Menafkahi anak isteri, infak dan zakat pun, dalam pengertian yang lebih luas adalah sedekah.
Langkah kaki saat menuju masjid adalah sedekah.
Menafkahi anak isteri, infak dan zakat pun, dalam pengertian yang lebih luas adalah sedekah.
Sedekah hukumnya
sekadar keutamaan; zakat hukumnya wajib.
Karenanya, orang yang menerima sedekah wajar berterimakasih kepada orang yang memberinya.
Orang yang menerima zakat tidak perlu berterima kasih kepada
orang yang mengeluarkan zakat; sebab zakat yang diterima merupakan hak
bagiannya yang dititipkan Allah kepada orang lain
NADZAR
Tidak ada nadzar (niat atau janji melakukan sesuatu) kecuali dengan maksud
mendekatkan diri atau mencari ridha Allah semata-mata.
Berniat mengadakan
pesta bila lulus ujian sekolah, tidak apa-apa jika dibatalkan; tapi bila
berniat untuk bersedekah, maka bersedekah itu jadi wajib untuk dipenuhi.
Begitu pun orang yang berniat untuk piknik bila sembuh dari penyakit, tidak berdosa jika membatalkannya.
Tapi bila berniat akan mewakafkan tanahnya untuk kepentingan agama, ia harus memenuhi nadzarnya ini.
Jika tidak, ia harus
membayar denda (kafarat).
Karenanya,
seutamanya hindari bernadzar.
Lakukan amal ibadah dengan ikhlas, tanpa harus menuntut Allah melakukan sesuatu kebaikan.
Lakukan amal ibadah dengan ikhlas, tanpa harus menuntut Allah melakukan sesuatu kebaikan.
MEMBERSIHKAN HARTA
Upaya ‘membersihkan’ harta kita dari kemungkinan adanya ‘kotoran’ yang
menyertainya, adalah sangat utama.
Artinya, mengeluarkan harta hak bagian orang lain dari kelebihan harta yang
kita punyai, sudah sepantasnya dilaksanakan.
Oleh karenanya, akan lebih baik jika setiap kali kita mendapat tambahan harta kekayaan (pendapatan, penghasilan), kita membersihkannya dengan menyerahkan bagian hak orang miskin tersebut.
Oleh karenanya, akan lebih baik jika setiap kali kita mendapat tambahan harta kekayaan (pendapatan, penghasilan), kita membersihkannya dengan menyerahkan bagian hak orang miskin tersebut.
Namun jika harta
tambahan itu jangankan ada kelebihan, untuk kebutuhan hidup keluarga sendiri
pun malah masih kurang --termasuk belum mampu memiliki sendiri rumah tinggal--
tentunya tidak perlulah dikeluarkan zakatnya.
Lagi pula, besarnya penghasilan tiap orang tidaklah sama.
Begitu pun standar minimal kebutuhan hidup setiap keluarga, tentunya berbeda.
Contohnya, kebutuhan hidup keluarga dengan satu anak berbeda dengan keluarga yang memiliki tujuh anak. Jadi, kelebihan harta dari harta yang dimilikinya juga menjadi bersifat relatif.
Pertanyaannya,
berapa banyaknya dari kelebihan harta tersebut yang harus dikeluarkan?
Seperempatpuluh, sepersepuluh atau seperlima bagian?
Waktu dikeluarkannya apa mesti pada tiap saat mendapatkannya, atau boleh dikumpulkan jumlahnya dulu sampai satu tahun?
Seperempatpuluh, sepersepuluh atau seperlima bagian?
Waktu dikeluarkannya apa mesti pada tiap saat mendapatkannya, atau boleh dikumpulkan jumlahnya dulu sampai satu tahun?
Bagi kita, Muslim
awam, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya diserahkan kembali
pada ketulusikhlasan hati kita.
Jadi, mengenai besarannya maupun waktunya, karena masing-masing orang lebih mengetahui akan besar-kecilnya ‘kelebihan harta’ dari kekayaan yang dimilikinya, jelas diserahkan pada keikhlasan masing-masing Muslim.
Jadi, mengenai besarannya maupun waktunya, karena masing-masing orang lebih mengetahui akan besar-kecilnya ‘kelebihan harta’ dari kekayaan yang dimilikinya, jelas diserahkan pada keikhlasan masing-masing Muslim.
Mahasuci Allah yang
menguji kadar keikhlasan hambaNya.
SEDEKAH, INVESTASI YANG MUSTAHIL MUBAZIR
Orang yang berkurang hartanya karena musibah, dicuri atau ditipu, beda
nilainya dengan orang yang berkurang hartanya karena bersedekah.
Orang yang bersedekah, hakekatnya tidak kehilangan apa-apa; sebab harta yang disedekahkannya merupakan investasi yang mustahil mubazir, yang akan diganti dengan pahala yang lebih berlipat.
Jadi jelas, ditipu
itu rugi.
Karenanya, daripada ditipu, lebih baik diinvestasikan dalam bentuk
bersedekah.
Anehnya, kebanyakan orang lebih menunggu dulu untuk ditipu
ketimbang bersedekah.
Atau, baru muncul niat bersedekah jika sudah sakit.
Padahal ingat, kotoran bisa jadi penyakit.
Sedekah yang benar-benar ikhlas bisa
mencuci kotoran; bisa jadi penawar dari penyakit yang kita derita.
Yang pasti,
kita harus berinvestasi.
“Sedekahkanlah ala kadarnya sesuai dengan
kemampuanmu,
dan jangan menghitung-hitung,
karena
Allah akan menghitung-hitung pula pemberianNya kepadamu,
dan akan kikir
kepadamu.”
(HR. Muslim)
(Alfa Qr)
1 komentar:
Kumpulan Cerita Dewasa, Nonton Bokep Online, Film Semi dan Kumpulan Foto Bugil ..
Cerita Dewasa
Nonton Bokep Online
Video Bokep
Film Semi
Cerita Dewasa
Cerita Sex terbaru
Nonton Movie Online
Film Semi
Posting Komentar