BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Kamis, 23 Februari 2012

Memuliakan Al Qur'an


Memuliakan Qur’an artinya kita menghayati dan mengamalkan tuntunan yang ada di dalamnya. 
Bukan tak boleh menyentuhnya, membawanya, atau membacanya hanya karena tidak punya wudhu. [1]

Hendaknya diingat, wudhu diperintahkan untuk sahnya shalat. 
Orang yang tak punya wudhu tak boleh salat, tapi boleh menyentuh atau membaca Qur’an. 
Walau, tentu saja, jika berwudu dulu adalah lebih utama; terlebih bagi yang junub, yang sudah melakukan hubungan suami isteri, sudah sepantasnya untuk bersuci (mandi) dulu.

Memuliakan bentuk zahirnya (kitabnya) secara berlebihan, sehingga menyetarakannya dengan jimat (dalam bentuk benda) adalah hal yang keliru. 
Kalau begitu, apa bedanya dengan kayu salib pengusir drakula?

Coba renungkan, sekiranya suatu ketika kita melihat [kitab] Qur’an yang bagus di sebuah toko buku, dan kita tertarik untuk membelinya, apakah kita harus membatalkan membelinya karena kita tak punya wudhu? 

Hendaknya dimaklumi, zaman baheula Al Qur’an (kitabnya) dibuat dengan tulisan tangan dan bukan dengan mesin cetak. Qur’an (kitabnya) merupakan barang langka dan mahal, yang belum tentu bisa dimiliki setiap orang biasa. 
Amat wajar jika imam-imam madzhab dahulu mengharuskan orang yang menulisnya untuk berwudhu dulu tatkala hendak membuat [kitab, lembaran, mushaf] Qur’an. 
Namun para imam itu tidak pernah membayangkan bahwa suatu saat Qur’an dicetak offset dalam jumlah banyak seperti sekarang. 
Padahal tak bisa dijamin semua karyawan (yang mensetting, melayout, mencetak, menjilid, mengepak, mengangkut) di percetakan yang terlibat pembuatan [kitab] Qur’an itu memiliki wudhu.

Memang, sebagai acuan pengetahuan, tidak dipungkiri adanya manfaat disiplin ilmu --ilmu fiqih, ilmu kalam (teologi), tasawuf, atau ilmu apa pun namanya-- dalam memperkaya keber-agama-an ummat. 
Namun satu keharusan bagi setiap Muslim untuk menelaahnya lebih seksama, sehingga tidak terjebak pada kerancuan penerapannya.
Jadikanlah disiplin ilmu sebagai alat bantu, bukan sebaliknya. 
Jadikanlah keutamaan berwudhu itu sebagai dorongan untuk membaca Qur’an, bukan jadi tidak mau membacanya hanya karena tak punya wudhu.

Adalah kewajiban semua Muslim, selain mencegah adanya penambahan atau pengurangan satu huruf pun, mengembalikan fungsi Al Qur’an sebagai tuntunan yang harus dicerna, dihayati dan diamalkan isinya.

Yang jelas, salah satu tujuan Allah menurunkan Al Qur’an adalah mengembalikan manusia kepada ajaran Allah yang murni yaitu tauhid; mengembalikan manusia kepada akidah yang tidak musyrik. 
Karenanya, jangan menjadikan lembarannya sekadar sebagai jimat yang dikantongi.
 
(Alfa Qr)


[1]  Membaca Qur’an atau doa bukan berarti mulut harus bersuara. Dalam kehidupan sehari-hari, membaca surat kabar tidak berarti harus dengan suara keras.

Tidak ada komentar: