BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Minggu, 26 Februari 2012

MERAMAL


Meramal bisa dibagi dalam dua jenis.

Pertama, meramal secara ilmiah. 
Meramal berdasarkan pengalaman nyata yang pernah terjadi; yang hanya memperkirakan (bukan memastikan) sesuatu akan terjadi. 
Meramal serupa ini, DIBOLEHKAN.

Kedua, meramal secara ghaib. 
Meramal berdasarkan ilmu-ilmu sihir; yang memastikan sesuatu akan terjadi sesuai ramalan. 
Padahal kepastian serupa ini hanya hak Allah semata-mata. 
Karenanya, meramal yang serupa ini hukumnya HARAM.








MERAMAL SECARA ILMIAH

Terlepas dari kenyataan hasil akhirnya, meramalkan (memprediksikan, memperkirakan) hasil pertandingan olahraga tidaklah terlarang

Meramalkan di sini berarti berdasar data-data sukses yang pernah diraih oleh si olahragawan atau regu yang akan bertanding. 
Data-data serupa itu bersifat ilmiah, bersifat zahir atau nyata, bukan gaib.


Memperhitungkan kemampuan hidup orang yang diserang kanker oleh seorang dokter ahli, merupakan ramalan yang bersifat ilmiah; artinya berdasar riset dan pengalaman ilmu kedokteran

Demikian juga meramalkan kenaikkan harga, karena melihat persediaan barang di pasar yang kian menyusut, tidaklah terlarang. 
Meramalkan musim dengan peralatan satelit modern, bersifat ilmiah; memprediksikan di sini berarti memperhitungkan berdasar data-data yang zahir yang pernah terjadi, bukan berdasar yang gaib. 

Karenanya, meramalkan banjir yang akan terjadi dengan memantau derasnya hujan, dibolehkan; sebab bersifat ilmiah pula.


Sebenarnya segala sesuatu itu jika diletakan sesuai pada tempatnya, bisa bermanfaat

Meramalkan akan terjadinya musim kemarau panjang, akan membuat kita bersiap-siap untuk menanggulangi bahaya kelaparan yang diakibatkan musim peceklik. 

Justru yang tidak meramalkan, yang bermasa bodoh dengan kemungkinan-kemungkinan semacam itu, adalah orang-orang yang salah. 
Mereka biasanya baru berteriak bila musibah sudah menerpa, baru berdoa manakala kepahitan sudah melanda.






MERAMAL SECARA GAIB

“Dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib, tidak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri.” (Qur’an, Al An’aam [6]:59)

Meramal nasib, dengan cara apapun, seperti melihat garis tangan atau palmistri, sama sekali tidak ilmiah

Meramal di sini hanya bersifat menduga-duga tanpa berdasarkan penjelasan ilmiah yang zahir. 
Meramal di sini hanya berdasar praduga si dukun (bisa jadi, dengan pengaruh gaib dari si iblis laknatullah). 
Dan hukumnya jelas HARAM.

Dalam kehidupan di dunia ini orang tak bisa dipastikan bakal kaya atau melarat, bakal senang atau sengsara. 

Satu-satunya yang bisa dipastikan akan dialami seorang manusia adalah dia bakal mati.









TAKDIR TAK BISA DIRAMALKAN

Ada orang yang berusaha tanpa kenal lelah berniat membangun rumah bagai istana. 
Namun ketika istananya selesai didirikan ia mati; dan isterinya menikah lagi dengan jejaka pengangguran yang tidak pernah mimpi punya istana. 

Pertanyaannya, kehilangan istana dan isteri, siapa bisa meramal? 
Mendapat isteri dan istana, siapa bisa meramal?


Jelas, takdir berkaitan dengan kehendak Allah. 

Meramalkan takdir sama artinya dengan mengharuskan Allah berbuat sesuai dengan ramalan kita itu. 
Padahal mustahil Allah terikat dalam melakukan kehendakNya.

Karena itu pula, jika kita sakit dan merasa tak akan sanggup menuntaskan pekerjaan, kita tidak usah berangkat ke kantor. 
Dan tak perlu menghitung-hitung jari tangan; pergi, tidak, pergi, tidak. 
Akal kitalah yang harus menentukan, bukan perhitungan jari tangan. 

Begitu pula dalam masalah lainnya yang mirip. 
Sebab Islam itu untuk orang yang berakal, bukan untuk yang menuhankan takhayul.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengingatkan: 
“Barangsiapa membatalkan maksud keperluannya karena ramalan mujur-sial maka dia telah bersyirik kepada Allah..”  (HR. Ahmad)


Kalau masalah sepele seperti di atas saja tak bisa diramalkan, apalagi perkara kiamat. 
Karenanya, tidak perlu kita meramalkan kapan hari kiamat akan tiba. 

Justru yang harus dipertanyakan, kepada diri kita sendiri, adalah bekal apa yang sudah kita persiapkan dalam menghadapinya.







MERASA TIDAK MENYIMPANG

Dalam masalah gaib, seorang Muslim hanya pantas takut kepada Allah. 

Artinya, seorang Muslim seharusnya takut tergoda dengan muslihat si iblis, dan bukan takut dicekik si iblis. 
Sebab si iblis laknat jahanam terkutuk tidak bisa mencekik manusia; si iblis hanya bisa menggoda dan menipu manusia. 
Karenanya, kita berlindung kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari godaan setan laknat jahanam yang amat sangat terkutuk.

 “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Qur’an, Az Zukhruf [43]:36)

“Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar, dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (Qur’an, Az Zukhruf [43]:37)

Ayat-ayat Qur’an di atas hendaknya menjadi peringatan bagi mereka yang mungkin menyimpang dari ajaran Islam yang lurus, tapi merasa tidak menyimpang, dan merasa benar. 

Terutama bagi yang mengamalkan perilaku yang jelas diharamkan, seperti pembuat dan pemakai jimat, pembuat maupun pelaku upacara ritual yang tidak ada contohnya dalam ajaran Islam.

Harus selalu dicamkan, jangan tertipu dan jangan menipu

Jangan tukar pahala akhirat dengan harta duniawi yang akan jadi rongsokan.








WASPADA DENGAN ILHAM ATAU INSPIRASI

Seseorang bisa saja mendapat ilham; baik itu berupa ide atau sekadar gerak hati, baik datangnya berupa mimpi di saat tidur atau berupa firasat saat terjaga (saat bangun). 

Namun, baik berkaitan dengan urusan agama atau tidak, ilham lebih tertuju kepada kemanfaatan buat orang itu sendiri
Dan bukan untuk orang lain, apalagi disebarkan kepada orang banyak.

Karenanya, ilham tidak boleh dijadikan dalil untuk membuat hukum yang berkaitan dengan agama dan orang banyak. 
Bisa saja sesuatu yang dikira ilham, ternyata bukan ilham (yang datang dari Allah); tapi sekadar bisikan yang justru datang dari si iblis keparat laknat jahanam terkutuk.


Jadi, dalam konteks ritus ibadat, yang terbaik adalah melakukan yang dicontohkan Nabi Saw; bukan melakukan yang baik sekadar menurut pendapat kita. 

Artinya, dalam perkara tuntunan agama, kita hanya harus mengikuti perintah yang diberikan Rasul; tidak disuruh mengikuti cara peribadatan yang datang dari manusia (dari orang selain Rasul).

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah itu dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya.” (Qur’an, Al Hasyr [59] :7)

Dari sebab itu, hindari semua tatacara atau perilaku yang diragukan berasal dari tuntunan Nabi Saw

Jangan tertipu dengan iming-iming pahala atau keberuntungan yang tidak benar dalilnya.








SIKAP KITA BUKAN KARENA KEBENCIAN

Seharusnya kita mendasarkan ketidaksukaan kita kepada perilaku mereka (yang suka diramal maupun pengguna jimat) karena kecintaan kita kepada mereka, dan bukan karena kebencian. 
Sebab kita ingin melihat mereka selamat dan terhindar dari teguran Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hendaknya kita mengingatkan, yang disebut manusia zalim bukan hanya orang yang memperkosa hak orang lain, tapi juga --terlebih lagi-- manusia  yang menyekutukan Allah dengan sesuatu atau seseorang.


Hanya saja dalam menyadarkan orang yang salah jalan, bukan berarti harus berhasil; bukan berarti harus menggebuki. 
Karenanya, tidaklah tepat jika kita bersikap keras atau mengasingkan mereka yang suka meramal atau memakai jimat. 
Adalah keutamaan bagi kita untuk mengasihani mereka, dan mendoakan agar Allah membukakan hati mereka. 

Semoga Allah mengampuni saudara-saudara kita ini dan memberikan hidayahNya.


Kepada saudara-saudara kita yang lainnya, yang suka bertindak keras (yang tujuan sebenarnya baik, yakni menjaga kesucian agama), hendaklah bersabar dalam menyikapi hal ini
Memaklumi bahwa kemampuan akal tiap orang adalah berbeda.

Hendaknya dipahami, sesuai kenyataannya, menghilangkan sifat buruk atau kebiasaan negatif yang ada pada diri seseorang, termasuk pada diri kita, adalah satu hal yang amat sangat sulit.




(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: