BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Minggu, 26 Februari 2012

Perihal doa


Berdasar hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, balasan dari doa yang dilakukan sungguh-sungguh penuh keimanan, ada tiga kemungkinan:  
Pertama, langsung dikabulkan Allah di dunia, sesuai dengan yang diminta;  
Kedua, disimpan, atau ditabung, untuk kebaikan di akhirat; 
Ketiga, dibalas dengan mencegahnya dari musibah atau mencegahnya terperosok pada kemungkaran.




KALIMAT DOA

Tatacara serta kalimat doa dan bacaan dalam ritus ibadat (syahadat, solat, salawat) mestilah dalam kalimat dan bahasa aslinya mengikuti sunnah Nabi Saw
Selain ada keseragaman bentuk ritus ibadat, juga terhindar dari penyisipan atau rekayasa manusia. 
Di luar itu, kalimat doa tidaklah terikat, baik bahasa maupun redaksi kalimatnya.

Di luar ritus ibadat, ada macam-macam doa yang berasal dari hadits Nabi. 
Semua doa-doa itu hanyalah sunat hukumnya. 
Artinya, jika seorang Muslim tidak hapal atau lupa doa-doa tersebut tidaklah menjadi berdosa karenanya

Yang jelas, setiap Muslim yang baik pasti mengawali setiap pekerjaannya dengan ucapan basmallah, dan itu sudah cukup.








JENIS DOA

Dari segi waktu, doa bisa dibagi dua.  

Pertama, doa yang tidak terikat dengan kebutuhan waktu. 
Contohnya, doa mohon panjang umur, doa mohon ditunjukkan jalan yang lurus, atau doa mohon keselamatan di dunia dan akhirat.  

Kedua, doa yang terikat atau terdesak kebutuhan waktu. 
Yaitu doa yang mengharap dikabulkan Allah sesegera mungkin.  
Contohnya, doa mohon lulus ujian, doa mohon usaha maju, atau doa minta jodoh.


Untuk doa jenis pertama, tidak jadi masalah. 
Maksudnya, orang yang berdoa tersebut cukup mengharap dikabulkan doanya; dan si pendoa pun biasanya tidak begitu terlena memikirkannya. 


Lain halnya dengan doa jenis kedua; orang biasanya ‘merasakan’ dikabulkan atau tidak dikabulkan doanya. 

Ini bisa ‘dirasakan’ karena orang tersebut menargetkan waktunya. 
Jika waktunya lewat, dan kenyataannya tidak ada perubahan seperti yang diharapkan, si pendoa pun merasakannya sebagai tidak dikabulkan.

Dan ini wajar saja dirasakan si pelaku; namun sesungguhnya wajar juga sebuah doa itu untuk dikabulkan dan tidak dikabulkan, atau ditunda waktunya. 
Sebab, nilai doa itu juga tergantung niat dan keikhlasannya.








DOA BERSAMA

Doa bersama dalam arti semua orang membaca atau menyanyikan sebuah doa secara berbarengan, dan biasanya dipimpin oleh seseorang, tidak ditemukan contohnya dari Nabi Muhammad Saw.

Yang diajarkan Islam, jika seseorang berdoa maka orang lainnya yang hadir menyimaknya. 
Artinya, mendengarkan dengan tertib. 

Dan yang hadir, sebagai tanda setuju, baru mengucapkan aamiin ketika orang tersebut mengakhiri doanya.








JANGAN MELAKNAT, JANGAN MENDOAKAN KEBURUKAN

Ada orang yang berkubang dalam perilaku buruk --malah sejak masa kanak-kanaknya--  oleh Allah dibiarkan tenggelam dalam keburukannya. 
Tapi ada juga orang yang berperilaku buruk, kemudian diselamatkan Allah dengan menjadikannya sebagai orang yang sadar; yang kemudian jadi orang yang baik, yang ketika wafatnya malah husnul khotimah.

Yang jadi pertanyaan, mengapa ada orang yang dibiarkan tetap terjerembab dalam keburukan, sementara ada orang lainnya yang berperilaku buruk tapi kemudian diselamatkan Allah dan orang tersebut lantas menghentikan perilaku buruknya?
Jawabannya yang pasti, tidak ada satu orang pun yang bisa tahu.

Namun dalam tuntunan Islam, ada beberapa sebab yang bisa membuat Allah menyelamatkan seorang yang berperilaku buruk menjadi sadar dan menjadi orang yang baik. 

Salah satunya adalah doa orangtua yang ikhlas, yang selalu memohon agar anaknya dijadikan Muslim yang soleh. 
Karenanya, selain harus berusaha memberi pendidikan yang baik, orangtua harus sering dan senantiasa mendoakan semua keturunannya menjadi Muslim yang soleh; Muslim yang selamat, Muslim yang beruntung.

Jangan sampai --dan jangan sekali-kali-- orangtua mendoakan keburukan menimpa anaknya; sebab selain berdampak buruk bagi si anak, akan berakibat buruk pula bagi si orangtuanya itu sendiri.


Yang jelas, dilihat dari segi manfaat dan akibatnya, doa bisa dibagi dua; yaitu doa kebaikan yang biasa disebut berkah, dan doa keburukan yang biasa disebut laknat. 
Kepada sesama Muslim, walau beda pemahamannya (selama syahadatnya sama dengan kita), seorang Muslim jangan mendoakan keburukan. 

Dan seorang Muslim yang berakhlaq mulia mustahil melaknat sesama Muslim; terlebih kepada anaknya sendiri.








MENDOAKAN DAN BUKAN MEMBERI AIR DOA

Jika para Sahabat Ra punya hajat, mereka datang kepada Nabi Saw minta untuk didoakan; dan Nabi pun berdoa kepada Allah Swt agar apa yang diinginkan para sahabat itu dikabulkanNya. 
Tidak ada satu hadis pun yang mengisahkan bahwa para sahabat tersebut meminta air doa.

Oleh karenanya, jika ada orang yang datang minta didoakan, cukuplah bagi kita untuk mendoakannya (berdoa kepada Allah agar keinginan orang itu dikabulkan Allah). 
Bukan --dan tidak usah-- memberinya air doa, sebab Nabi Saw pun tidak mencontohkannya.


Yang jelas, dalam konteks ritus ibadat (ibadah yang tata tertibnya tampak diatur) jangan sekali-kali menganggap baik bila tidak ada contohnya dari Nabi Saw
Jika kita menganggap hal itu baik, berarti kita menilai Nabi tidak baik sebab Nabi tidak melakukan ritus tersebut.

Harap direnungkan, rusaknya syareat agama sebelum Islam, yakni agama Yahudi dan Nasrani, dikarenakan umatnya membiarkan rekayasa ritus ibadat --buatan manusia-- masuk menjadi kebiasaan.









MENENGOK DAN MENDOAKAN KAFIR

Ada kisah yang sering diutarakan para ustadz ataupun juru dakwah, yang menceritakan akhlak mulia Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
Yaitu tentang orang yang membenci dan biasa meludahi Nabi; tapi ketika orang itu jatuh sakit, Nabilah yang pertama kali menjenguknya.

Dari kisah di atas, kita tahu bahwa orang yang meludahi Nabi itu mustahil seorang Muslim
Dari kisah itu pun kita menjadi tahu bahwa menengok kafir yang sakit, hukumnya boleh. 
Kita pun meyakini, dengan akhlak mulianya, Nabi mendoakan nonmuslim itu untuk sembuh. 
Rasanya mustahil Nabi menjenguknya hanya sekadar untuk melihat dan diam tidak berkata-kata. 
Paling tidak, ada kata-kata penghiburan yang disampaikan Nabi kepada kafir yang sakit tersebut.

Oleh karenanya, dalam semua hal yang menyangkut perkara di duniawi, seorang Muslim boleh mendoakan kebaikan kepada siapa saja.

Lain halnya dalam perkara doa keselamatan di akhirat, atau perkara ampunan dari Allah, hanya khusus boleh ditujukan kepada sesama Muslim. 
Sebab seseorang akan selamat di akhirat dan mendapat ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya jika orang itu seorang Muslim.

Dari sebab itu, doa yang dianjurkan untuk dilakukan seorang Muslim buat kebaikan seseorang yang bukan Muslim (yang masih hidup, kalau yang sudah mati: percuma), adalah berdoa memohon kepada Allah supaya orang tersebut diberi hidayah Allah agar menjadi Muslim. 









DOA YANG PANTAS DAN DOA YANG TAK PERLU DILAKUKAN

Doa seorang olahragawan yang memohon kepada Allah agar diberi kesehatan saat mau bertanding, merupakan doa yang pantas dilakukan dan sudah pada tempatnya. 
Memohon agar Tuhan  --secara begitu saja--  membuat regunya menang, adalah tidak pantas; sebab ini sama saja dengan memohon agar tim lain kalah.

Dalam pertandingan Persib lawan Persija, jika kita berdoa berharap Persib menang, sama artinya dengan memohon agar Tuhan membuat Persija kalah; demikian pula sebaliknya. 

Padahal doa yang di dalamnya mengandung keburukan untuk orang lain, tidak akan diperhatikan Allah. 

Kecuali doa Muslim yang sedang berjihad, atau doa orang --baik Muslim maupun bukan-- yang teraniaya.

Mari kita renungkan, apa yang akan dilakukan Allah jika seorang Muslim di Amerika berdoa mohon kemenangan untuk pemain Amerika yang kafir, saat menghadapi pemain Irak yang kebetulan Muslim? 
Jelas, doa dalam hal serupa ini tidak akan diperhatikan Allah.


Contoh lain, Irak dan Iran berhadapan dalam pertandingan sepakbola. 
Penduduk Irak dan Iran (yang sama-sama Muslim) berdoa untuk kemenangan timnya. 
Doa siapa yang akan dikabulkan Allah?

Doa dalam kasus serupa ini, hanya akan berakibat timbulnya kesan Allah tidak adil bagi pendukung tim yang kalah.









DOA SALAH KAPRAH

Seorang Muslim seharusnya mendoakan orang yang sudah wafat; dan bukan mengharap dari orang yang sudah meninggal. 

Namun dalam realita, ada Muslim, dengan maksud meminta agar penyakit yang dideritanya bisa sembuh, malah pergi berdoa ke kuburan yang dikeramatkan.

Jelas, orang ini melakukan sesuatu yang tidak dilakukan Nabi Saw; keliru dalam meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. 

Biasanya orang serupa ini menerima pendapat orang lain tanpa pertimbangan. 
Padahal menerima begitu saja saran seseorang, dan melaksanakannya tanpa mengkajinya lebih dahulu, sama dengan menyia-nyiakan akal kita.

Karenanya, tidak dapat disalahkan jika nonmuslim mengejek kebodohan Muslim serupa ini.  

Hanya saja, biasanya orang menertawakan itu sesudah orang ini pergi; dan tidak di hadapannya. 
Sebab, kecuali pelawak dan orang tidak sehat, orang tidak suka ditertawakan.








DOA DAN USAHA NYATA SECARA ZAHIR

Tatkala Rasulullah Muhammad Saw terluka dalam perang Uhud, beliau memakai [tikar] jerami yang dibakar, kemudian abunya ditempelkan di lukanya sampai darah beliau mengering. 

Ini bermakna, selain berdoa yang bersifat batin, manusia haruslah berobat secara zahir
Atau secara praktek nyata; seperti pergi ke dokter, minum obat atau memakai balsem.


Dari kisah di atas kita menjadi tahu, selain berdoa secara batin, berobat secara zahir adalah suatu sunah Nabi. 
Tapi bentuk atau cara pengobatannya itu sendiri bukanlah suatu sunah
Artinya bukan suatu ketentuan yang mesti diikuti secara persis. 

Di zaman modern ini, seorang yang terluka tentunya tidak usah memakai jerami yang dibakar sebagai obatnya. 
Ia boleh memakai obat-obatan modern yang lebih praktis dan lebih manjur.

Sesungguhnyalah, ajaran Islam adalah ajaran yang rasional. 
Yang berperilaku tidak rasional itu oknum-oknum tertentu, bukan ajarannya.









MENGANGAKAT TANGAN SAAT BERDOA

Ada hadits yang meriwayatkan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat seorang yang berdoa sambil mengangkat tangan, kemudian Nabi mengatakan bahwa doa orang itu tidak akan dikabulkan Allah disebabkan ada makanan haram di dalam isi perutnya. 

Dari kisah ini, kita menjadi tahu bahwa mengangkat tangan saat berdoa itu diperbolehkan, karena Nabi memang tidak melarangnya. 
Tapi kita juga menjadi tahu bahwa mengangkat tangan itu tidak jadi jaminan sebuah doa akan dikabulkan. 
Artinya, mengangkat tangan itu bukan ketentuan atau keharusan.


Ketika kita di dalam angkutan umum, bis atau keretaapi, teringat kepada almarhum orangtua kita, apa kita boleh berdoa memohon ampunan untuk mereka? 

Kalau boleh, apa berdoanya harus sambil mengangkat tangan, sehingga penumpang di sebelah mengetahui kita sedang berdoa? 

Jelas, selain cukup dengan suara pelahan dan lembut, sebab Allah itu tidak tuli, berdoa itu tidak harus sambil mengangkat tangan. 









IKHLAS, KEUTAMAAN DALAM BERDOA

Ada kisah tentang Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu yang melihat seorang Muslim yang melakukan ‘sekadar solat’ keluar dari masjid. Ali kemudian memerintahkan orang itu untuk shalat lagi dengan bagus.

Seusai melaksanakan solat lagi, orang itu diminta pendapatnya oleh Ali bin Abi Thalib; mana yang lebih baik solat yang tadi atau yang baru saja dikerjakannya.  
Orang itupun menjawab, “Solat yang tadi. Solat yang tadi karena Allah. Solat yang barusan karena Ali.”

Jadi, nilai sebuah ibadah --termasuk mendoakan orang lain-- lebih tergantung pada nilai keikhlasannya kepada Allah. 
Dan bukan sekadar dari penglihatan zahir manusia. 
Bukan karena asesoris. 


Dari sebab itu, berdoa sendirian dengan penuh keikhlasan lebih utama dari berzikir ramai-ramai yang penuh protokoler. 
Apalagi jika tata cara berzikir ramai-ramai itu tak sesuai dengan yang dicontohkan Nabi.


Dalam realita, banyak contoh orang berdoa ramai-ramai yang tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. 

Bisa jadi karena cara berdoanya tidak sesuai contoh Nabi, atau sebagian besar pesertanya orang yang tidak ikhlas, yang tidak yakin bahwa Allah itu Maha Melihat. 
Yang hanya insyaf sesaat, tapi sesudah itu kembali pada perilaku lamanya yang buruk.








HARUS SEIMBANG, BUKAN SEKADAR BANYAK BERDOA

Kebodohan mendekatkan pada khurafat; dan bisa menjadi penyebab dari kemalasan, yang melapangkan jalan ke arah kemelaratan. 

Padahal kemiskinan biasanya menghadirkan perasaan termajinalkan; dan perasaan tersisih serupa itu akan melahirkan iri dengki, yang berlanjut pada tindakan untuk berbuat kejahatan yang menebar kekerasan.

Karenanya, agar tidak ketinggalan dari orang lain, menuntut ilmu keduniawian merupakan keharusan bagi semua Muslim. 

Realitanya, semakin banyak ilmu duniawi yang ada pada kita, semakin banyak kesempatan yang terbuka; malah dalam situasi sulit sekali pun, kita akan melihat celah itu. 
Sebaliknya, ketiadaan ilmu pada diri kita, yang terlihat hanyalah kesulitan-kesulitan; malah dalam sebuah peluang sekali pun.

Jadi, selain belajar ilmu agama dan banyak berdoa, seorang Muslim harus menguasai ilmu keduniawian; seperti ilmu berdagang, ilmu pertanian, ataupun ilmu kedokteran misalnya.






Catatan:
  • Orang yang berpengharapan sederhana akan sangat bergembira ketika karunia yang datang melebihi dari yang diinginkannya. Sebaliknya, orang yang berkeinginan yang muluk-muluk akan tetap merasa tidak puas.
  • Kadang muncul kecemasan bahwa Allah tidak akan menolong kita. Perasaan serupa itu wajar muncul --dan biasanya muncul-- karena kita merasa diri kita bukan orang yang baik; bukan orang yang pantas mendapat pertolongan Allah. Perasaan serupa itu muncul bukan karena kita menuduh Allah itu tidak Maha Pengasih dalam berkehendak.



(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: