BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Sabtu, 25 Februari 2012

Ruh manusia


Seorang Muslim tidak dibebani kewajiban untuk mengetahui berbentuk apa dzat yang disebut ruh manusia, karena keterangan yang rinci tentang ruh tidak dijabarkan kepada kita.

Ruh bersifat halus, gaib dan tidak kasat mata. 
Bentuk dan dzatnya tidak bisa kita lihat dan tidak diketahui. 

Pengetahuan tentang ruh hanyalah kepunyaan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. 
Karena itu, kita tidak boleh mereka-rekanya, seperti kita juga tidak perlu memperbincangkan perihal dzat Allah itu sendiri.


Seorang Muslim tidak perlu membuang-buang waktu, menyelidiki atau mengadakan riset untuk mengetahui dzatnya ruh. 

Kita hanya wajib meyakini bahwa tiap-tiap ruh tatkala ditiupkan ke dalam jasad manusia ada dalam keadaan suci. 

Kita meyakini Allah Yang Mahasuci Mahatinggi, Mahakuasa dan Mahaadil, telah menyediakan hak yang sama dan kewajiban yang sama untuk setiap ruh.
Di antara hak-hak yang diberikan kepada ruh yang ditiupkan ke dalam jasad manusia (dan lahir ke dunia), adalah hak kembali ke akhirat (hak mati) dan hak memilih mau ke surga atau ke neraka. 
Sedangkan kewajiban pokok ruh manusia hanya satu, yaitu beribadah (tunduk) kepada Allah.







HAK MEMILIKI HARKAT YANG SAMA

Kapan, di mana, dan kepada jasmani manusia yang mana ruh itu akan ditiupkan Allah, tidak ada keterikatan sedikit pun bagi Allah untuk melakukannya. 

Tidak ada kekuasaan ruh untuk menolak tatkala akan ditiupkan ke anak pengemis, seperti juga tak ada kekuasaan ruh untuk minta ditiupkan ke anak raja. 
Artinya, semua manusia memiliki harkat yang sama; baik yang fisiknya dilahirkan sempurna maupun yang cacat.

Jelas, jasmani seorang manusia bisa saja jasad seorang Yahudi atau jasad seorang Yunani, tapi ruh yang ditiupkan ke dalamnya jelas sama (yakni suci); mustahil ruh salah satunya merupakan ruh yang kotor.


Jasad itu hanya sekadar cangkang buat ruh tatkala di dunia. 
Hakekatnya, ruh itulah yang dihadapkan kepada cobaan dan ujian. 
Tatkala ruh dimasukkan ke dalam cangkang yang cantik dan (anak orang) kaya, ruh itu diuji untuk tidak sombong. 
Manakala ruh dimasukkan ke dalam cangkang yang tidak cantik dan (anak orang) miskin, ruh itu diuji untuk sabar. 
Ada imbalan yang adil dari Allah untuk semua ujian ini.

Begitu juga, hakekatnya ruh itulah yang merasakan pemberian Allah. Baik itu berupa harta yang zahir (materi duniawi yang kasat mata yang dapat dirasakan indera fisik, termasuk kesenangan biologis atau lezatnya makanan) maupun berupa harta yang batin (rasa gembira yang tidak kasat mata). 

Hanya saja kegembiraan duniawi tidak identik dengan kebahagiaan yang hakiki. 
Kebanyakan kebahagiaan duniawi hanyalah semu
Dan kebahagiaan yang semu --yang palsu-- bisa dirasakan semua manusia, termasuk oleh orang yang perilakunya jahat sekalipun.









HAK MENDAPAT HIDAYAH

Bila Allah berkehendak, kebahagiaan bisa diraih siapapun. 

Realitanya, tidak sedikit konglomerat yang bergelimang harta tapi kehilangan ketenteraman jiwa. 
Sebaliknya, ada Muslim yang jauh dari keresahan, padahal kehidupan materi duniawinya amat sangat sederhana. 

Di sini jelas, harta dari Allah --berbentuk kasat mata maupun tak kasat mata-- diberikan kepada setiap ruh dengan seimbang; dengan adil.


Begitupun dengan hidayah; hidayah bisa diraih siapapun. 
Namun, walau setiap manusia dilengkapi kalbu atau nurani, belum tentu ia mendapat hidayah Allah. 
Sebab hidayah Allah hanya dimungkinkan untuk dikaruniakan kepada orang   --baik orang beriman maupun orang kafir--   yang banyak melakukan kebajikan.

Kafir yang banyak melakukan kebajikan dimungkinkan mendapat hidayah Allah dengan menjadikannya sebagai Muslim. 

Sedang Muslim yang banyak melakukan kebajikan akan mendapat hidayah Allah dengan menjadikannya sebagai Muslim yang lebih baik, yang jauh dari khurafat dan jauh dari kebodohan. 
Muslim yang lebih tenteram.








HAK MATI, HAK KEMBALI KE AKHIRAT

Setiap manusia diberi hak untuk kembali ke akhirat. 
Hanya saja, seperti juga untuk semua perkara, hak mati ini diberikan Allah sesuai kehendakNya. 

Kapan dan di mana, cepat atau lambat, serta bagaimana caranya mati, tidak ada keterikatan sedikit pun bagi Allah dalam menentukannya. 
Tidak ada keterikatan sedikit pun bagi Allah dalam berkehendak.


Yang jelas, mati adalah hak kita yang mustahil dicuri orang lain. 
Realitanya, rumah kita bisa disita negara, jabatan bisa direbut teman dekat, tapi hak mati kita tidak bisa dirampok orang lain. 
Tidak ada yang dapat mengambil hak mati kita, sehingga kita tidak mati-mati.








HAK MEMILIH MAU KE SURGA ATAU MAU KE NERAKA

Tiap (ruh) manusia yang diberi kesempatan hidup di dunia, diberi hak untuk memilih tempat kembali di akhirat: mau ke neraka atau ke surga.
Jika mau ke neraka, manusia tidak perlu taat kepada aturan Allah. 
Jika mau ke surga, manusia harus taat kepada aturan Allah.  
Dengan sendirinya, manusia harus melaksanakan apa yang diperintahNya dan menghindar dari yang dilarangNya.

Jadi, selama di dunia, manusia diberi kebebasan berperilaku dan berbuat; mau mengikuti pedoman tuntunanNya atau tidak. 
Artinya, manusia bebas untuk memilih; mau bersenang-senang tanpa batas di surga dunia yang semu, atau mau bersukacita di surga akhirat yang kekal. 
Pahala dan balasan telah dijelaskan; tak ada alasan bagi manusia untuk memungkirinya di akhirat kelak. Terserah (ruh) manusia mau memilih yang mana.

Yang pasti, Allah mustahil sewenang-wenang. 
Perjalanan terakhir (ruh) seorang manusia, masuk ke surga atau masuk ke neraka di akhirat, dipastikan terkait dengan semua perbuatannya di dunia.



(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: