Tidak ada satu manusia pun yang terluput
dari kesalahan atau dosa.
Namun
satu dosa bisa dihapuskan dari ancaman hukuman di akhirat, dengan sebab:
1) Tobat yang kita laksanakan, sungguh-sungguh mohon ampunanNya.
2) Amal baik yang kita kerjakan, yang pahalanya menutup dosa.
3) Musibah yang menimpa kita, sebagai tebusan atau persekot.
4) Syafaat, permohonan ampunan kepada Allah untuk seseorang, yang dilakukan oleh orang lain
1) Tobat yang kita laksanakan, sungguh-sungguh mohon ampunanNya.
2) Amal baik yang kita kerjakan, yang pahalanya menutup dosa.
3) Musibah yang menimpa kita, sebagai tebusan atau persekot.
4) Syafaat, permohonan ampunan kepada Allah untuk seseorang, yang dilakukan oleh orang lain
Jika kita berdoa: “Ya, Allah, ampunilah dosa si Fulan”, maka pada
hakekatnya kita telah memberikan syafaat kepada si Fulan, baik si Fulan itu
masih hidup maupun telah wafat.
Demikian pula jika seorang Muslim berdoa untuk
kita: “Semoga Allah mengampuni anda”, pada hakekatnya ia telah memberi syafaat
kepada kita.
Syafaat orang biasa
--artinya semua Muslim selain Nabi Saw--
bisa dikabulkan Allah, bisa juga tidak. Tergantung dari izinNya.
Orang hanya bisa
berharap, tapi tak seorang pun (baik ulama, kiai, ustad, atau siapa juga) yang
boleh mengklaim bahwa doa dan syafaatnya dijamin dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Syafaat orang biasa
yang paling baik adalah syafaat orang yang ikhlas.
Artinya orang itu berdoa
memohon kepada Allah untuk mengampuni orang lain, tanpa mengharap imbalan dari
orang yang didoakannya.
Lebih utama lagi jika yang didoakan tidak mengetahui bahwa ia didoakan.
Lebih utama lagi jika yang didoakan tidak mengetahui bahwa ia didoakan.
MINTA SYAFAAT..
Bolehkah kita datang kepada seseorang untuk minta syafaatnya?
Boleh saja.
Contohnya, kita diperbolehkan meminta
seorang kiai untuk mendoakan almarhum ayah kita supaya diampuni Allah.
Doa Pak Kiai
tersebut akan sampai kepada Allah.
Cuma apakah Allah akan mengabulkan doa Pak
Kiai itu atau tidak, tentunya ada pertimbangan Allah Yang Mahaadil.
Allah akan
menilai: Siapa dulu kiainya, siapa dulu ayah kita itu, dan siapa dulu kita ini.
Kalau semua orang
bisa diampuni Allah begitu saja gara-gara doa ‘mustajab’ satu orang kiai,
tentunya semua orang tidak perlu mentaati aturan agama.
Cukup kumpulkan uang dari masing-masing orang,
lantas berikan kepada Pak Kiai, biar Pak Kiai berdoa siang-malam.
Bagaimana dengan
menziarahi kuburan orang terkenal untuk dimintai syafaatnya?
Jelas ini tidak
boleh, ini musyrik.
Seorang Muslim yang akal pikirannya bersih, akan datang ke
kuburan untuk mendoakan agar orang yang sudah meninggal itu diampuni
Allah. Dan bukan sebaliknya.
Realitanya,
disebabkan ketidaktahuan, kita sering rancu.
Membolehkan perkara yang
terlarang, dan melarang yang sebenarnya dibolehkan.
JANGAN GUNAKAN AGAMA SEBAGAI KAMUFLASE
Syafaat dan barokah itu dari dan kepunyaan Allah semata-mata.
Seutamanya
kita langsung memohonnya kepada Allah.
Jika kita memintanya kepada orang yang
sudah dikuburkan, sama artinya menganggap orang yang sudah wafat itu sebagai
perantara atau berhala.
Bagi yang terlanjur
pernah berperilaku seperti itu, mohon ampunan segera kepada Allah merupakan hal
utama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
mengampuni orang itu, sebab Allah memaklumi bahwa ia berbuat begitu karena
kekurangtahuannya akan syareat agama yang benar.
Demikian pula bagi
para juru kunci, penjaga kuburan ‘keramat’, yang mengomersilkan kuburan sebagai
tempat mencari kekayaan materi duniawi, permohonan tobatnya pasti dikabulkan
Allah. Sebab ampunan Allah senantiasa terbuka lebar bagi hamba-hambaNya yang
bertobat.
Ingat, harta dunia
bisa jadi rongsokan yang tidak laku dijual; pahala akhirat akan tetap kekal.
Karenanya, jangan gunakan agama sebagai kamuflase, jangan tukar pahala akhirat
dengan rongsokan duniawi. [1]
HARUS MENYADARKAN ORANG SALAH, BUKAN MEMBENCINYA
Sikap kita yang terbaik terhadap mereka yang memuja orang yang sudah
meninggal, atau yang menjadi juru kunci makamnya, adalah dengan menjelaskan
secara lemah lembut dalil agama yang melarangnya. [2]
Andai mereka tetap
pada pendiriannya, marilah kita berdoa memohon agar Allah berkenan membukakan
hati mereka.
Bukanlah hal yang tepat jika ada Muslim (yang karena kecintaannya
untuk menjaga kesucian agama ini) lantas bersikap keras kepada saudara-saudara
kita ini. [3]
Saat sarana
informasi dan komunikasi merupakan kemudahan yang bisa didapat, menggunakan
kekerasan tidak akan menghasilkan kebaikan seperti yang kita inginkan.
Tuntunan
yang lembut, berupa dalil-dalil agama yang benar yang selaras dengan akal,
adalah pedang kita saat ini.
Zulfikar adalah pedang seorang Muslim yang lembut,
yang tidak menusuk dan mematikan, tapi menyentuh dan membukakan hati.
Kita percaya,
saudara-saudara kita itu merasa apa yang dilakukannya benar dan meyakini
dirinya beriman kepada Allah.
Karena itu, kita juga percaya, Allah tak akan
membiarkan kedengkian tertanam di hati kita terhadap saudara-saudara kita yang
melakukan kekeliruan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar