BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Sabtu, 25 Februari 2012

Ekspansi pengaruh


Rasa kebanggaan (merasa superior) bisa berakibat pada munculnya ekspansi pelebaran kekuasaan. 
Seperti yang dilakukan bangsa Yunani, Romawi, Mongol, ataupun negara-negara kolonialis Eropah.


Tak dapat disanggah, sebagai tali pengikat kebersamaan, Islam turut dan amat berperan dalam kebangkitan bersama suku-suku Arab di abad ke tujuh masehi; yang berdampak tumbuhnya rasa bangga atau superioritas. 
Namun ekspansi kekuasaan yang kemudian terjadi, lebih merupakan satu hal yang lumrah untuk dilakukan oleh suatu bangsa yang menemukan rasa superioritas, ketimbang dinilai sebagai ekspansi Islam semata-mata.

Jadi, ekspansi kekuasaan setelah atau pada masa khalifah yang empat lebih bersifat sebagai ekspansi yang disebabkan satu perasaan superior ketimbang dinilai sebagai ekspansi Islam.  

Sebab Islam tak pernah dan tak akan pernah menganjurkan peperangan; kecuali, selain mencegah kemungkaran, disebabkan pertimbangan strategi dalam melindungi diri.

Contohnya, pengusiran suku Yahudi dari Madinah (dikarenakan melakukan pengkhianatan bekerja sama dengan Quraisy Arab Mekkah) dan peperangan semasa Nabi Saw, semata-mata karena situasi dan kondisi darurat perang mengharuskan strateginya begitu. 
Satu hal yang dalam posisi serupa itu bukan mustahil juga akan dilakukan golongan lain.

Sebagai misal, kasus yang diberlakukan kepada keturunan Jepang di Amerika Serikat pada saat Perang Dunia kedua. 
Keturunan Jepang itu bukan saja diawasi gerak-geriknya, tapi juga diasingkan dengan memasukkannya ke dalam kamp penampungan khusus. 

Jelas, tindakan pemerintah Amerika Serikat ini bukan disebabkan karena rasisme tapi semata-mata antisipasi dalam melindungi keamanan negara. 
Bahwa cara dan pelaksanaannya berbeda, itu disebabkan karena situasinya juga berbeda.


Patut diketahui, tidak semua orang Arab beragama Islam; ada juga yang tetap menganut agama Nasrani. [1] 

Ini menunjukkan, sejak dahulu pun, Islam menjamin kebebasan beragama. 
Karenanya, keberadaan gereja di negara yang mayoritas penduduknya Muslim adalah satu hal yang lumrah. 

Ini berbeda dengan negara di Eropah --di masa lalu-- yang mayoritas penduduknya Nasrani, keberadaan sebuah masjid bisa menimbulkan alergi.


Realitanya, satu hal yang tak pernah terjadi dalam sejarah agama manapun, bangsa penjajah justru berpindah keyakinan dengan memeluk agama yang dianut oleh rakyat yang dijajahnya. 
Di abad keduabelas, orang Mongol justru memeluk Islam. 

Begitu pula, Islam dianut di Indonesia tanpa kehadiran satu orang pun serdadu Arab.






KENYATAAN SEJARAH

Semua golongan --bangsa, agama, atau politik-- tak perlu menyangkal adanya tindakan keliru atau kejam di luar batas perikemanusiaan yang pernah dilakukan warganya. 
Sebab perbuatan kejam mungkin saja dilakukan seseorang ketika orang itu sudah tidak bisa mengontrol dirinya; dan hal itu biasanya terjadi saat adanya permusuhan. 

Hanya saja menuding umat lain sebagai kejam atau teroris, tapi melupakan perbuatan kejam yang dilakukan oleh golongannya sendiri, adalah hal yang tidak jujur.


Mengontrol diri pada realitanya adalah hal yang tidak mudah dilakukan
Karenanya, jika seorang manusia tak mampu mengontrol dirinya merupakan satu hal yang wajar. 

Hanya tuntunan agama yang diterapkan dengan benar, yang memungkinkan seseorang dapat mengontrol dirinya. 
Sayangnya, di agama manapun, penerapan yang sungguh-sungguh hanya sekadar teori yang jarang atau malah tak pernah dipraktekkan. 


Faktanya, dalam perjalanan panjang sejarah manusia, kita temukan kasus-kasus di luar batas perikemanusiaan yang dilakukan baik oleh orang yang mengaku beragama maupun tidak

Contohnya, pembantaian suku Indian di Amerika di abad sembilanbelas, membuktikan adanya kekerasan yang dilakukan oleh warga kulit putih yang beragama Nasrani; 
Kamp konsentrasi Auswitz adalah contoh kekejaman Nazi Jerman yang beragama Nasrani terhadap etnis Yahudi; 
Kebrutalan Khmer Merah di Kamboja, atau pembuangan ke Siberia yang dilakukan rezim Stalin, adalah contoh kekejaman komunis yang atheis terhadap bangsanya sendiri.

Begitu pun, pengejaran terhadap para ilmuwan (yang dinilai menentang dogma gereja) oleh para pemuka agama Nasrani di masa lalu. 
Atau penjarahan terhadap penduduk Madinah oleh pasukan Yasid bin Muawiyah, padahal hanya bertenggang waktu lima dekade sejak Nabi Saw wafat. 
Atau saling ngebom di Irlandia Utara --padahal masih satu keturunan-- merupakan contoh kekejaman orang-orang yang mengaku beragama.







TUDUHAN TIDAK JUJUR

Amat tak jujur jika seorang Muslim menjatuhkan tuduhan perbuatan kejam hanya ditujukan pada golongan lain. 
Realitanya, di antara kita --atau oknum di golongan kita-- ada yang pernah berbuat kejam.

Sebaliknya, amat tidak jujur menuding Islam sebagai agama yang disebarkan dengan pedang; sambil menutupi kenyataan yang dilakukan Charlemagne (raja Frank di awal abad kesembilan Masehi; kerajaan yang wilayahnya mencakup Swiss, Perancis, Belgia, dan Belanda sekarang) yang memaksa orang Saxon memeluk agama Kristen dengan pedang

Jadi, perbuatan kekerasan bisa dilakukan oleh siapa pun. 

Dan jangan menyalahkan agama atau ajarannya. 






“Barang siapa berjuang untuk [tetap] menegakkan kalimat Allah (Islam), maka ia berjuang karena Allah.”  
(HR. Bukhari)

(Alfa Qr)


[1]  Contohnya Michel Aflaq, salah satu pendiri partai sosialis Arab Baath yang sangat anti Barat; Boutros-Boutros Ghali, sekjen PBB asal Mesir; Tariq Aziz, perdana menteri Irak semasa pemerintahan Saddam Husein; Begitu juga penyair Arab terkenal Kahlil Gibran (1883-1931), yang beremigrasi ke AS pada usia 11 tahun, BUKAN muslim.

Tidak ada komentar: