BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Sabtu, 25 Februari 2012

Demokrasi moderen


Ada yang menolak tatkala diberi ascorbic acid, tapi mau menerima vitamin C. 
Itu terjadi karena orang tersebut tidak tahu bahwa kedua obat itu sebenarnya sama. 
Seperti juga phenobarbital yang adalah nama lain luminal; atau nama lain aneurin dan thiamin untuk vitamin B1. 
Begitu pun amidozon dan pyramidon sebenarnya adalah obat yang sama. 
Sementara paracetamol atau acetaminophen adalah nama generik untuk obat bermerek Biogesic. 
Tapi paracetamol beda dan bukan phenacetin, walau kedua-duanya biasa dipakai untuk penghilang rasa sakit.

Tergantung pabriknya, walau kegunaannya untuk penyakit yang sama, bahan dan bentuk serta merek obat memang kadang berbeda.  
Begitu pun dengan obat untuk penyakit sistem pemerintahan, yaitu demokrasi. 
Yang salah satunya merupakan produk unggulan: Demokrasi Modern.

Demokrasi Modern, istilah yang mengerikan untuk yang wawasannya kering, dan haram bagi pemimpin yang lagi mabuk kekuasaan, hakekatnya merupakan refleksi dari keinginan rakyat yang mendambakan kebebasan berpendapat yang lebih baik. 

Sistem demokrasi modern ini lebih sering disebut sebagai demokrasi ala Barat, kata generik untuk demokrasi kapitalis atau demokrasi liberal. 
Kenyataannya, demokrasi serupa ini hanya mungkin dipraktekkan, selain oleh masyarakat yang taraf pendidikannya merata, hanya oleh masyarakat yang moralitasnya bersih







KEBEBASAN BERMUSYAWARAH

Ciri utama demokrasi modern adalah orang lain memberi kebebasan berpendapat kepada kita, yang juga memberikan kebebasan berpendapat kepada orang lain. 
Kita toleran kepada orang lain, yang juga toleran kepada kita. 

Artinya, setiap orang berhak memperoleh (hak) kemerdekaan yang seluas-luasnya, sepanjang kebebasan yang dimilikinya tidak melanggar hukum, tidak mengganggu atau merugikan (hak) kebebasan orang lain.


Sistem demokrasi modern   --seperti juga sistem jenjang pendidikan, sistem ekonomi, sistem teknologi, ataupun strategi perang--   bukanlah produk suatu agama. 
Tapi hasil dari pengembangan bertahap satu sistem sosialisasi masyarakat, yang beradaptasi secara alamiah dengan kepentingan dan situasi kondisi sosial lingkungannya.

Biasanya, demokrasi modern tidak terkait dengan suatu agama. 
Oleh sebab itu, tuntutan agar kepala pemerintahan memiliki moral yang baik, tidaklah mempunyai tolok ukur yang pasti. 
Karenanya, salah satu cara untuk mencegah kebobrokan pemerintah, adalah penerapan pembatasan wewenang dan masa jabatan yang diatur undang-undang.


Yang pasti, sistem demokrasi modern hanya sekadar mengajarkan bahwa sebuah pemerintahan semestinya dijalankan dengan kebebasan bermusyawarah; dan bukan menentukan tata-tertibnya bermusyawarah. 

Sebab situasi dan kondisi yang berbeda di setiap negara memungkinkan adanya modifikasi cara musyawarahnya maupun sistem birokrasinya.








DEMOKRASI DAN PRAKTEKNYA

Di mata orang yang anti, demokrasi liberal biasanya didefinisikan sebagai: Kebebasan majikan untuk memperbudak buruh, kebebasan pemerintah untuk mengekang hak warganegara, kebebasan politikus untuk mencurangi rakyat. 

Pada kenyataannya, seperti yang dipraktekkan di negara-negara yang merasakan manfaatnya demokrasi liberal, biasa didefinisikan sebagai: Kebebasan buruh untuk keluar dari keculasan majikan, kebebasan rakyat untuk melawan kecurangan penguasa, kebebasan warga negara biasa untuk membongkar kebejatan para politikus.


Terlepas dari definisi-definisi di atas, mereka yang dikarunia logika dan nurani yang bersih, justru akan berusaha menerapkan hal-hal yang bisa bermanfaat, dan menyingkirkan hal-hal yang akan merugikan masyarakat. 
Sebaliknya, bagi yang di hatinya sudah mengakar penyakit egois, lebih suka mengungkit-ungkit sisi gelapnya. Seakan-akan sisi jelek ini tak bisa dihilangkan. 
Sementara sisi baiknya justru ditutup-tutupi.


Realitanya, walau sering dipersepsikan sebagai demokrasi kapitalis, sistem demokrasi ini dalam prakteknya di negara Barat justru melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan monopoli perusahaan besar. 
Satu hal yang malah terjadi sebaliknya di negara yang berkaok-kaok anti kapitalis. 








MORALITAS, KEJUJURAN DAN KEADILAN, SANGAT PENTING

 Apa pun namanya suatu paham musyawarah --demokrasi Islam, demokrasi terpimpin, demokrasi sosialis, demokrasi rakyat, ataupun demokrasi Barat-- tidak akan ada manfaatnya bagi rakyat banyak jika hanya sekadar nama, jika para pelaksananya tetap saja tidak berakhlak. 


Realitanya, kehancuran sistem demokrasi --atau sistem apapun-- lebih disebabkan oleh tidak ditegakkannya kejujuran dan keadilan; dan bukan karena ketidakbagusan sistemnya. 

Oleh karenanya, akhlak mulia merupakan syarat utama yang harus dimiliki oleh para pemimpin Muslim, terlepas pemerintahannya mau disebut negara Islam atau tidak. 

Sebaliknya, percuma saja diembel-embeli sebutan negara Islam atau negara madani, bila para jaksa dan hakim di negara tersebut tetap saja para munafikun.


Realitanya, kejujuran dan keadilan yang sebenar-benarnya hanya bisa ditegakkan oleh orang yang jujur dan adil. 
Sementara, bagi orang yang terbiasa berperilaku tidak jujur dan tidak adil, sebuah keputusan hakim yang jujur dan adil akan tetap saja dinilai sebagai tidak jujur dan tidak adil.


Padahal jelas, moralitas yang bersih   --yang mengutamakan kebenaran, keadilan dan kejujuran--   yang mengarahkan seorang Muslim kepada keberuntungan dan kebahagiaan yang sebenar-benarnya, merupakan salah satu pondasi utama ajaran Islam. 

Sayangnya, akhlak mulia lebih sering hanya ada dalam teori; dan amat jarang ada dalam praktek nyata.


Yang pasti, Allah pasti mengetahui yang mana pemimpim Muslim yang benar-benar berpegang pada kebenaran dan kebaikan, yang benar-benar berpihak pada keadilan dan kejujuran; dan yang mana pemimpin yang tidak amanah, yang munafikun.







NEGATIFNYA DEMOKRASI MODEREN

  • Kebebasan yang salah kaprah melahirkan film takhayul yang dikaitkan dengan agama tapi sebenarnya bertentangan dengan tuntunan agama; malah melecehkan dan merusak tuntunan agama yang sebenarnya. Melahirkan film-film setan yang malah mempermainkan ajaran agama. Pembuat film ini, yang sok agamis, hanya mencari keuntungan materi tanpa memperhitungkan dampaknya buat orang awam kebanyakan.
  • Kebebasan pers yang keluar jalur tuntunan agama, berekses beredarnya media pornografi yang merusak moral masyarakat. Kebebasan berkreasi yang kebablasan menghasilkan film, koran, dan majalah yang mengeksploitir sex dan kekerasan secara berlebihan.
  • Tuntutan kebebasan yang terlalu luar biasa --yang jadi simbol dan dibanggakan nonmuslim-- walau telah dipagari oleh aturan hukum sekalipun, pada kenyataannya menjadi bumerang yang merugikan. Kecanduan narkoba, minuman keras dan perjudian, selain berakibat pada meningkatnya tindak kriminal juga pada kehancuran tatanan berkeluarga.
  • Paham hedonisme (bersenang-senang) tanpa koridor --yang jadi kebanggaan nonmuslim-- justru menimbulkan kebobrokan moral generasi muda yang amat sangat luar biasa. Melahirkan kumpul kebo, prostitusi, aborsi, dan sipilis. Yang pada akhirnya justru berujung pada penderitaan dan keterpurukan; pada sebuah kebahagiaan yang semu.





POSITIFNYA DEMOKRASI MODEREN
  • Adanya pemisahan tiga kekuasaan dengan tegas dan jelas: Pembuat undang-undang (legislatif); Pelaksana pemerintahan (eksekutif); Penegak hukum (yudikatif).
  • Diterapkannya undang-undang yang membatasi masa jabatan dan kekuasaan kepala pemerintahan, sehingga jalannya pemerintahan terkontrol oleh wakil-wakil rakyat di parlemen.
  • Kontrol massmedia menumbuhkan keberanian dan kepercayaan diri pada setiap warganegara untuk menuntut adanya persamaan hak dalam perlindungan atau keadilan hukum. Lagi pula, penegakkan hukum yang tegas, menimbulkan rasa aman dan terlindungi pada semua warga negara.
  • Menumbuhkan sikap mawas diri, sikap tahu diri dan rasa malu pada setiap warganegara, terlebih pada aparat negaranya. Sehingga keinginan untuk berbuat jahat bisa diminimalisir. Satu sikap yang dituntut agama tanpa gembar-gembor dalil atau dogma keagamaan.
  • Adanya kebebasan massmedia memungkinkan diungkapnya segala jenis kecurangan, termasuk kebobrokan pribadi-pribadi. Sehingga tiap orang yang punya ambisi untuk duduk di pemerintahan atau di parlemen mengontrol dirinya sendiri, agar tidak tersungkur berbuat salah. Alangkah hebatnya jika kontrol pers semacam ini dilakukan massmedia yang Islami, yang tidak sekadar menabur isu atau menebar fitnah.







INVASI PEMIKIRAN DAN SIKAP EMOSIONAL

Muslim yang berakhlak mulia akan selalu berusaha untuk tidak melakukan tindakan anarkis atau kekerasan. 
Tindakan serupa itu biasanya muncul ketika orang lebih mengedepankan sifat emosional daripada keluhuran budi pekerti; lebih mengutamakan otot ketimbang otak.


Memang, bahaya invasi pemikiran mesti diwaspadai. 
Namun tak sedikit orang yang pandai berbicara tentang bahaya invasi pemikiran, kemudian menutup mata dalam memilah mana yang benar dan mana yang salah, mana yang positip dan mana yang negatip. 

Tanpa sadar pola pikirnya sendiri telah terintervensi oleh pemahaman bahwa semua yang berasal dari luar, yang berbeda dengan yang dianutnya, adalah salah dan buruk.


Realitanya, bersikap egois (arogan dan emosional), sering lahir dari kondisi psikologis orang yang terpinggirkan; orang yang jiwanya tertekan

Yang berusaha menutup-nutupi kelemahan atau kekecewaannya. 

Yang melakukan protes karena ada yang gagal dalam kehidupannya, dan bukan karena murni membela kebenaran.


Yang jelas, untuk membedakan orang yang emosional dengan yang tidak, sebenarnya mudah. 

Orang yang tidak emosional, ketika dibilang emosional, cuma tersenyum

Orang yang emosional, ketika dibilang emosional   --kalau tidak marah--   pura-pura tersenyum.







 Catatan:
  • Diktator dipilih oleh para penakut, oleh para penjilat dan penjahat; Pemimpin yang bijak dipilih oleh orang yang berilmu dan yang tulus. Oleh karenanya, untuk mempertahankan kekuasaannya, seorang diktator sengaja membuat rakyatnya menjadi bodoh atau jadi penjilat. Sebaliknya, pemimpin yang bijak mendorong rakyatnya untuk jadi pintar dan kuat; si pemimpin justru menyalurkan dan memanfaatkan potensi rakyatnya ini untuk kemajuan negara, bukan untuk kepentingan pribadi. [1]
  • Jangan mendukung  pemimpin yang emosional dan tidak jujur, walau kelihatannya soleh, yang cenderung kepada menebar kekerasan. Pemimpin serupa ini hanya akan mengorbankan pengikutnya. Sementara ia bisa ngacir dan berleha-leha di tempat persembunyiannya.
  • “Setiap Muslim wajib patuh dan setia terhadap pemerintah, disukai atau tidak disukainya, kecuali bila dia diperintah melakukan maksiat. Jika dia diperintah melakukan maksiat, dia tidak perlu patuh dan setia.”  (HR. Muslim)

(Alfa Qr)


[1]  Paham demokrasi maupun kediktatoran hanyalah alat. 
Tak ada artinya sistem demokrasi jika tidak bisa menegakkan keadilan dan kejujuran; jika menyebabkan perpecahan dan kesengsaraan. 
Hanya saja jika mampu menegakkan kejujuran dan keadilan, paham demokrasi lebih utama untuk dijalankan. 
Jadi, inti utama masalahnya adalah kemampuan untuk menegakkan keadilan dan kejujuran. 
Karenanya, pemimpin bertangan besi yang dengan tegas mampu menegakkan keadilan dan kejujuran, ada kalanya lebih layak didukung ketimbang pemimpin yang lemah, yang tak mampu memberantas ketidakjujuran dan ketidakadilan.

Tidak ada komentar: