Masalah toleransi dan tidak toleran, ada
kalanya tidak bisa dilihat hanya dari sudut pandang sepihak; karena sesuatu
yang dianggap tidak toleran mungkin saja ada sebab-sebabnya bagi orang yang
melakukannya.
Setiap Muslim wajib
berusaha berbuat baik kepada orang lain; termasuk menghormati nabi, agama, dan
keyakinan orang lain tersebut.
Tapi pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saw adalah di luar koridor toleransi.
Siapapun yang melakukan penghinaan terhadap Nabi Saw, harus siap menanggung akibatnya; termasuk resiko untuk dihukum
mati.
Begitupun memberi
penghargaan kepada orang yang menghina Nabi Saw,
sama dengan memancing kemarahan semua Muslim.
Siapa pun pelakunya harus siap menanggung resiko kekerasan yang diakibatkan akumulasi kekecewaan umat Islam yang merasa dilecehkan.
Siapa pun pelakunya harus siap menanggung resiko kekerasan yang diakibatkan akumulasi kekecewaan umat Islam yang merasa dilecehkan.
Hal di atas
merupakan peringatan yang perlu dimaklumi oleh semua orang, Muslim maupun
nonmuslim.
Artinya, jika tak ingin dihantam oleh seorang Muslim, maka ia jangan mengusik aqidah seorang Muslim. [1]
MELETAKKAN TOLERANSI PADA PROPORSINYA
Islam adalah agama yang mengajarkan manusia untuk menjadi orang yang paling
toleran kepada keyakinan orang lain, tapi bukan berarti diam jika sudah
menyangkut perkara akidah.
Seorang Muslim paling moderat sekalipun --paling santun dan paling lembut sekalipun-- bisa berubah menjadi Muslim yang paling keras bila sudah menyangkut masalah akidah; bila Islam dilecehkan, bila Nabi Saw dinistakan.
Artinya, dalam
masalah akidah --bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam merupakan
nabi utusan Allah yang terakhir-- tidak boleh ada tawar-menawar.
Sebagai Muslim, kita
meyakini bahwa harta maupun keluarga kita semata-mata titipan Allah.
Artinya, rumah maupun isteri kita bukan milik kita secara mutlak.
Namun itu tidak berarti orang lain boleh masuk seenaknya ke rumah kita atau boleh begitu saja membawa isteri kita.
Artinya, rumah maupun isteri kita bukan milik kita secara mutlak.
Namun itu tidak berarti orang lain boleh masuk seenaknya ke rumah kita atau boleh begitu saja membawa isteri kita.
Begitu pun dalam
masalah toleransi; kita boleh memiliki prinsip untuk bertoleransi kepada orang
lain.
Tapi dalam perkara aqidah jelas tak ada toleransi, sebab akidah bukan
barang dagangan yang bisa ditawar-tawar.
Karenanya, perkara pelecehan atau keberadaan nabi terakhir bukanlah masalah toleransi tapi sudah menyangkut masalah akidah. [2]
RESIKO BAGI YANG MENGAKU NABI
Tak jarang mimpi seseorang itu berkaitan dengan obsesi, keinginan atau
cita-cita orang tersebut.
Seorang yang senang mengayuh sepeda dan terobsesi jadi pembalap, bukan mustahil mimpi jadi juara Tour de France.
Orang yang
mengidolakan seorang bintang film, ada kemungkinan mimpi bertemu dengan aktor
film tersebut, atau malah mimpi jadi istrinya si aktor.
Begitu pula, orang
yang sangat berkeinginan mengajak orang lain ke arah kebajikan, tidak mustahil
mimpi bertemu para nabi, atau malah sering mimpi mendapat wahyu, dan merasa
menjadi nabi itu sendiri.
Karenanya, sebuah mimpi tidak boleh diklaim sebagai
suatu pembenaran, sebab sebuah mimpi bisa saja berkaitan dengan obsesi; dan
obsesi bukanlah realita.
Harap dicamkan, selain sangat jahat, iblis itu amat pintar menipu manusia.
Sesuatu yang dikira ilham, bisa saja berasal dari si iblis laknatullah.
Saat ini, siapapun
yang mengaku-ngaku nabi utusan Allah harus siap menghadapi resiko untuk
dibunuh. Sebab, untuk menjaga kesucian agama Allah, setiap nabi palsu harus
dibasmi.
Karena tak terbayangkan apa jadinya agama Allah ini jika setiap orang mempunyai hak untuk mengaku-ngaku sebagai rasul.
Karena tak terbayangkan apa jadinya agama Allah ini jika setiap orang mempunyai hak untuk mengaku-ngaku sebagai rasul.
Realitanya, semua orang yang mengaku nabi hanyalah para penipu yang terobsesi; ia bukan hanya merugikan dirinya di hadapan Allah, tapi juga merugikan orang lain yang disesatkannya.
Patut dicatat, harus
dibedakan antara kebebasan beragama
dengan penodaan agama.
Seorang Muslim tidak akan peduli jika orang tersebut mengaku nabi utusan dewa Ahuramazda, atau mengaku nabi dari agama selain Islam.
Seorang Muslim baru akan bertindak tegas
jika orang tersebut mengaku-ngaku nabi dari agama Islam. Sebab, bagi seorang Muslim,
nabi terakhir yang diutus Allah Swt
adalah Muhammad Saw. [3]
Jelas, toleransi itu
penting, tapi menjaga kesucian Allah dan risalah Nya jauh lebih penting.
Sebab, jika tidak, akan banyak Muslim yang tidak tahu apa-apa bakal terjerumus ke neraka.
Sebab, jika tidak, akan banyak Muslim yang tidak tahu apa-apa bakal terjerumus ke neraka.
Jadi, jika tak mau bertobat, lebih baik membunuh seorang penipu yang mengaku nabi, ketimbang banyak Muslim dibuat tersesat.
Lagi pula, Islam mewajibkan umatnya untuk menjaga kemurnian aqidahnya, kitab sucinya, maupun ritus ibadatnya. [4]
Realitanya, tidak
sedikit orang yang iri dengki kepada Islam dan tuntunannya, berusaha mendorong orang-orang bodoh untuk
mengaku-ngaku sebagai nabi utusan Allah.
Karenanya, setiap Muslim harus waspada terhadap skenario
orang-orang yang iri dengki tersebut; waspada terhadap orang yang ingin memecah
belah umat Islam dan merusak akidahnya.
(Alfa Qr)
[1] Mesti dicamkan, kekerasan lahir tatkala ketidakpuasan mencapai puncaknya.
Anarkisme sering meledak dikarenakan merasa tidak diperhatikan; merasa terus
menerus disepelekan. Dengan kata lain, mustahil ada kemarahan dan kekerasan
jika tidak ada sebab-sebabnya. Karenanya, jangan memancing kemarahan.
[2] Islam merupakan agama terakhir yang dikaruniakan Allah. Dari sebab itu,
setiap Muslim wajib menolak kehadiran seseorang yang mengaku-ngaku nabi utusan Allah.
Kita tidak akan marah jika orang
lain berbeda keyakinan dengan kita, tapi kita harus marah jika mereka merusak akidah agama kita. Orang yang
mengaku muslim tapi tidak marah ketika aqidah agamanya dirusak, layak diragukan
kemuslimannya.
[3] Orang
yang mengakui adanya nabi sesudah Nabi Muhammad, tak layak mengaku muslim; dan
tak layak menyebut agama yang dianutnya sebagai agama Islam.
[4] Seorang Muslim terlebih seorang mualaf
yang baru masuk Islam dilarang menghina nabi atau dewa agama orang lain atau
agama yang dianut sebelumnya. Sebab, dalam masalah peribadatan, untukmu agamamu
untukku agamaku. Sebaliknya harus dimaklumi, siapapun yang melecehkan Nabi
Muhammad Saw harus siap menghadapi resiko kekerasan yang akan menimpanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar