Berdasar perhitungan para pakar tatasurya,
jika matahari diibaratkan sebesar bola sepak, dan diletakkan di tengah lapangan
sepakbola, maka bumi kita ini tempatnya diperkirakan di belakang tiang gawang;
dan ukurannya jauh lebih kecil ketimbang pentul korekapi.
Kalau bumi ukurannya
lebih kecil daripada pentul korekapi, ukuran bulan tentunya lebih kecil lagi.
Tapi ketika terjadi gerhana matahari total, kita melihat matahari dan bulan seakan sama besarnya; sehingga kita bisa menyaksikan corona matahari yang indah.
Tapi ketika terjadi gerhana matahari total, kita melihat matahari dan bulan seakan sama besarnya; sehingga kita bisa menyaksikan corona matahari yang indah.
Siapa pun yang merenungkannya, akan merasakan bahwa hakekat sholat gerhana adalah agar kita memperhatikan peristiwa keajaiban alam semesta ciptaanNya ini.
Coba renungkan, bagaimana bulan mengitari bumi dengan siklus yang tetap, dikarenakan gaya gravitasi bumi, tapi toh bulan tidak jatuh ke bumi kita ini.
Bagaimana bayangan bumi menimpa bulan secara beraturan, sehingga manusia dengan melihat bentuk bulan (dari bulan sabit hingga bulan purnama, dan kembali ke bentuk bulan sabit) bisa membuat perhitungan waktu atau kalendar.
Bagaimana bumi miring dengan siklus yang tetap, sehingga terjadi musim yang beraturan (musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin).
Sungguh betapa
luarbiasanya bumi mengelilingi matahari pada bidang seluas itu, dengan jumlah
waktu yang sama setiap tahunnya, selama jutaan atau bahkan milyaran tahun.
Padahal pada saat yang bersamaan bumi berputar pada porosnya dengan siklus yang tetap, duapuluh empat jam setiap harinya; sambil tetap dikelilingi bulan.
Padahal pada saat yang bersamaan bumi berputar pada porosnya dengan siklus yang tetap, duapuluh empat jam setiap harinya; sambil tetap dikelilingi bulan.
Bayangkan, apa yang akan terjadi jika bumi dihentikan berputar pada porosnya selama lima detik saja?
Apa yang terjadi jika bumi ‘disentil’ menjauh dari matahari? Kembali ke
zaman es atau kiamat?
Padahal, betapa
mudahnya bagi Allah untuk ‘menyentil’ bumi ini.
Jelas, Allah ‘Azza wa Jalla mengajarkan kepada
manusia untuk meyakini keberadaan Allah dengan memperhatikan keanehan dan
keluarbiasaan yang terjadi di alam semesta ciptaanNya ini.
Bukan dengan takhayul atau keajaiban yang bersifat khurafat.
Bukan dengan takhayul atau keajaiban yang bersifat khurafat.
Karenanya, kita
harus meyakini keberadaan Allah bukan dengan menunggu keajaiban berupa orang
yang bisa berjalan di atas air; bukan karena dongeng ada nenek sihir di bulan;
bukan karena dongeng kuda bisa terbang yang berkepala wanita; bukan karena
dongeng malaikat yang menginjakkan satu kakinya di Matahari dan satu kakinya
lagi di Venus.
FENOMENA TUMBUHAN DAN HEWAN
Siapapun yang membaca buku hasil penelitian para pakar evolusi, para ahli
flora dan fauna, pasti akan terkagum-kagum dengan apa yang mereka lakukan.
Namun, sesungguhnya, yang pantas membuat kita berdecak kagum justru misteri
dibalik apa yang mereka temukan.
Contohnya, tumbuhan dionaea muscipula, seperti juga tumbuhan kantung semar, yang mengatup manakala ada serangga memasukinya dan kemudian mencernanya.
Apa yang menyebabkannya
mengatup, dan bagaimana cara mengisap makanan dari korbannya, jelas merupakan
misteri.
Begitu juga dengan
bunga ophrys.
Menurut pendapat dan penyelidikan para pakar, bunga ophrys berevolusi merubah bentuknya mirip dengan tawon penyerbuknya, semata-mata agar si serangga terpikat untuk menghinggapinya.
Anehnya, si bunga sengaja mengembangkan bentuknya hanya sampai sebesar tawon penyerbuknya.
Menurut pendapat dan penyelidikan para pakar, bunga ophrys berevolusi merubah bentuknya mirip dengan tawon penyerbuknya, semata-mata agar si serangga terpikat untuk menghinggapinya.
Anehnya, si bunga sengaja mengembangkan bentuknya hanya sampai sebesar tawon penyerbuknya.
Pertanyaannya, bagaimana si bunga, yang tidak punya mata, bisa tahu bentuk serangga penyerbuknya? Kalaupun punya mata, bagaimana caranya si bunga itu bisa menyulap dirinya agar serupa dengan si tawon?
Jangankan jutaan tahun, milyaran tahun
sekalipun tak masuk di akal si bunga bisa meniru si tawon.
Sebaliknya, ada juga serangga yang menyerupai dahan atau daun; sehingga ia bisa berlindung dari kejaran musuhnya.
Pertanyaannya,
siapa meniru siapa?
Pohon meniru serangga, atau serangga meniru pohon?
Pohon meniru serangga, atau serangga meniru pohon?
Meniru semacam itu,
dengan tujuan menghindar dari pemangsa, disebut mimikri.
Contoh mimikri yang sangat menakjubkan adalah yang dilakukan papilio agestor dan neptis imitans, dua jenis kupu-kupu lemah yang berbeda jenis, tapi sama-sama meniru ‘baju seragam’ kupu-kupu danaida tytia; semata-mata karena danaida tytia tidak disukai pemangsa.
Contoh mimikri yang sangat menakjubkan adalah yang dilakukan papilio agestor dan neptis imitans, dua jenis kupu-kupu lemah yang berbeda jenis, tapi sama-sama meniru ‘baju seragam’ kupu-kupu danaida tytia; semata-mata karena danaida tytia tidak disukai pemangsa.
Begitu juga dengan
hewan penghuni lautan.
Ada gurita yang warna kulitnya bisa berganti sesuai warna di sekitarnya.
Ada ikan yang kulitnya menyerupai pasir dasar lautan atau malah ikan yang menyerupai karang, hingga ia bisa menghindari musuhnya.
Ada gurita yang warna kulitnya bisa berganti sesuai warna di sekitarnya.
Ada ikan yang kulitnya menyerupai pasir dasar lautan atau malah ikan yang menyerupai karang, hingga ia bisa menghindari musuhnya.
Pertanyaannya, bagaimana caranya
hewan-hewan tersebut menyulap dirinya menyerupai lingkungannya?
Coba renungkan,
bagaimana burung manyar yang dipisahkan dari induknya sejak lahir, dan kemudian
disatukan dengan burung-burung jenis lain, ketika dewasa ternyata ia membuat
sarang persis sama seperti yang dilakukan induknya.
Siapa yang mengajarinya?
Siapa yang mengajarinya?
Begitupun dengan burung-burung
yang bermigrasi dan kembali lagi melalui jalur yang sama, padahal jarak yang
ditempuh ribuan kilometer.
Atau ikan salmon yang kembali ke hulu sungai tempat dahulu dilahirkan, dengan melawan arus dan air terjun, semata-mata hanya untuk bertelur.
Atau ikan salmon yang kembali ke hulu sungai tempat dahulu dilahirkan, dengan melawan arus dan air terjun, semata-mata hanya untuk bertelur.
Siapa yang memandunya? Siapa yang memberinya naluri serupa itu?
Orang yang mau
merenungkan semua fenomena, keanehan atau keluarbiasaan ini, akal pikirannya
akan bertemu dengan suatu keyakinan: Tidak mungkin semuanya terjadi begitu
saja; pasti ada yang mengaturnya.
Kalau ada Yang mengaturnya, berarti ada Yang menciptakannya.
SEKITAR KITA SEMUANYA KEAJAIBAN
Seorang Muslim adalah orang yang berpikir menggunakan akal sehatnya, yang
berpikir secara rasional.
Yang meyakini keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena melihat keanekaragaman ciptaanNya yang
amat luar biasa.
Artinya, seorang Muslim semestinya meyakini keberadaan Tuhan
dan kebenaran agama yang dianutnya, dengan memperhatikan keajaiban fenomena
alam ciptaan Nya.
Bukan karena keajaiban yang bersifat khurafat, yang sekadar
dongeng khayalan.
Dan di bumi ini terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri.
Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (Qur’an, Adz Dzaariyaat: 20-21)
Perhatikan keajaiban yang sangat dekat dengan diri kita.
Bagaimana rambut dan kuku kita tumbuh.
Bagaimana otak, selain bisa berfikir, bisa menyimpan memori; sehingga kita tetap ingat kejadian di masa lalu, ingat akan keburukan kita.
Bagaimana degup jantung kita menyesuaikan diri dengan emosi kita.
Bagaimana hubungan mata dan telinga, sehingga mata melirik ketika telinga kita mendengar sesuatu.
Bagaimana rambut dan kuku kita tumbuh.
Bagaimana otak, selain bisa berfikir, bisa menyimpan memori; sehingga kita tetap ingat kejadian di masa lalu, ingat akan keburukan kita.
Bagaimana degup jantung kita menyesuaikan diri dengan emosi kita.
Bagaimana hubungan mata dan telinga, sehingga mata melirik ketika telinga kita mendengar sesuatu.
Bayangkan, makhluk
serupa apa kita jika kita tidak dilengkapi otak, jantung, mata dan telinga?
Makhluk serupa apa kita jika kita hanya bisa makan dan buang hajat? Cacing?
Sesungguhnyalah,
betapa banyak sebenarnya keajaiban-keajaiban di alam ciptaanNya.
Jauh lebih
banyak daripada ayat-ayatNya yang menyuruh kita memperhatikan alam semesta ini.
Catatan:
- Kerajaan Allah mencakup seluruh alam semesta yang amat sangat luas; yang luasnya tidak terbayangkan. Karenanya, jangan membatasi Kerajaan Allah itu hanya sekedar alam yang bisa kita lihat; apalagi hanya sebatas di bumi kita ini. Dan terlebih, jangan membatasi Kerajaan Allah itu hanya sekadar sebuah tempat atau daerah kecil di muka bumi ini. [1]
- Penggambaran bouraq sebagai makhluk berupa kuda betina yang bisa terbang, sama sekali tidak ada di dalam Al Qur’an. Dongeng bouraq berkepala wanita cantik, yang merupakan sisipan pengikut agama Yahudi, ditujukan untuk melecehkan Nabi Muhammad Saw, dan bukannya memuliakan beliau. Sayangnya, masih ada Muslim yang tidak sadar bahwa pencitraan bouraq serupa itu justru menghina Rasulullah Saw.
- Kisah-kisah keajaiban, yang lebih cenderung kepada takhayul, bisa ditemukan pada semua agama. Kalau keajaiban serupa itu dijadikan tolok ukur kebenaran sebuah agama, berarti semua agama benar. Apa begitu?
(Alfa Qr)
[1] Menurut beberapa ahli tarikh Nabi, selama kurang lebih enambelas
bulan sejak hijrah ke Madinah arah kiblat solat tidak ke Baitullah di Makah
tapi ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem. Baru kemudian arah kiblat dialihkan ke
arah Kabah di Makah. Ini mengisyaratkan bahwa Yerusalem (maupun daerah
sekitarnya) bukanlah daerah yang istimewa; dan tak perlu diistimewakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar