BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Sabtu, 25 Februari 2012

Keterbatasan logika manusia


Tidak terpungkiri, logika yang sehat merupakan karunia Allah Swt. yang teramat besar. 
Namun hendaklah diingat, kemampuan logika ini ternyata ada batasannya; ada hal-hal tertentu yang dalam realitanya di luar jangkauan otak kita. 
Satu hal yang logis (masuk di akal, bisa terjadi) menurut akal pikiran kita, dalam realitanya justru bisa tidak terjadi.

Contohnya, faedah magnet. 
Dengan memanfaatkan magnet, kita bisa membuat dinamo yang menghasilkan listrik. 
Dengan memanfaatkan listrik, kita bisa menghasilkan sifat magnet untuk digunakan pada mesin penggerak atau motor. 
Otak kita secara logis berpendapat, jika dinamo bisa menghasilkan listrik, dan listriknya bisa menggerakkan motor, dan motornya bisa menggerakkan dinamo yang menghasilkan listrik lagi; maka bisa dibuat sebuah mesin penggerak yang tak perlu bahan bakar apapun.

Dalam realitanya, mesin serupa itu tidak pernah bisa diwujudkan. 
Artinya, tak ada satu alat pun yang bisa bergerak sendiri (otomatis) tanpa tergantung dengan sesuatu di luar alat itu sendiri.  
Jadi, penilaian logis kita itu ternyata salah.



ADA TAPI TAK BISA DILIHAT

Ada magnet-magnet yang saling tarik-menarik, ada magnet-magnet yang saling tolak-menolak. 
Namun bentuk dzat ‘tarik-menarik’ dan dzat ‘tolak-menolak’ ini tidaklah dapat kita lihat atau kita ketahui wujudnya.
Artinya, keberadaan sesuatu dzat itu tidak mesti bisa kita ketahui atau harus bisa kita lihat secara kasat mata. 
Ini menunjukan, akal pikiran kita memiliki keterbatasan dalam melihat atau mencapai sesuatu.

Begitu juga dengan frekwensi siaran radio atau siaran televisi; kita tak pernah melihatnya melayang-layang di udara, kita tidak pernah tahu bentuk dzatnya. 
Tapi dengan mendengar suara di radio atau melihat gambar di televisi, kita meyakini keberadaan dzat frekwensi siaran tersebut.

Karena itu pula, mengetahui wujud dan dzat Allah ‘Azza wa Jalla adalah di luar jangkauan logika alias di luar kemampuan akal pikiran kita. 

Sebagai Muslim yang beriman, kita cukup meyakini bahwa Allah itu ada; tak perlu memperbincangkan dzat atau wujud Nya.

Sebenarnyanya, dalam perkara keimanan, segala sesuatu itu tergantung kalbu kita yang ‘melihat’. 
Satu hal yang kita temukan atau yang kita alami secara zahir dapat membuat kita bertambah yakin akan keberadaan Allah, tapi dapat juga membuat kita malah jadi tidak beriman.

Peringatan Rasulullah Saw:
“Manusia tidak akan berhenti bertanya
hingga mereka sampai pada sebuah pertanyaan,
‘Perihal Allah yang menciptakan alam semesta,
siapa yang menciptakan Allah?”
(Soheh Bukhori)
(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: