Tidak
terpungkiri, logika yang sehat merupakan karunia Allah Swt. yang teramat besar.
Namun hendaklah diingat, kemampuan logika ini ternyata ada batasannya; ada hal-hal tertentu yang dalam realitanya di luar jangkauan otak kita.
Namun hendaklah diingat, kemampuan logika ini ternyata ada batasannya; ada hal-hal tertentu yang dalam realitanya di luar jangkauan otak kita.
Satu hal
yang logis (masuk di akal, bisa terjadi) menurut akal pikiran kita, dalam
realitanya justru bisa tidak terjadi.
Contohnya, faedah
magnet.
Dengan memanfaatkan magnet, kita bisa membuat dinamo yang menghasilkan
listrik.
Dengan memanfaatkan listrik, kita bisa menghasilkan sifat magnet untuk
digunakan pada mesin penggerak atau motor.
Otak kita secara logis berpendapat,
jika dinamo bisa menghasilkan listrik, dan listriknya bisa menggerakkan motor,
dan motornya bisa menggerakkan dinamo yang menghasilkan listrik lagi; maka
bisa dibuat sebuah mesin penggerak yang tak perlu bahan bakar apapun.
Dalam realitanya,
mesin serupa itu tidak pernah bisa diwujudkan.
Artinya, tak ada satu alat pun
yang bisa bergerak sendiri (otomatis) tanpa tergantung dengan sesuatu di luar
alat itu sendiri.
Jadi, penilaian logis kita itu ternyata salah.
Jadi, penilaian logis kita itu ternyata salah.
ADA TAPI TAK BISA DILIHAT
Ada magnet-magnet yang saling tarik-menarik, ada magnet-magnet yang saling
tolak-menolak.
Namun bentuk dzat ‘tarik-menarik’ dan dzat ‘tolak-menolak’ ini
tidaklah dapat kita lihat atau kita ketahui wujudnya.
Artinya, keberadaan sesuatu dzat itu tidak mesti
bisa kita ketahui atau harus bisa kita lihat secara kasat mata.
Ini menunjukan,
akal pikiran kita memiliki keterbatasan dalam melihat atau mencapai sesuatu.
Begitu juga dengan
frekwensi siaran radio atau siaran televisi; kita tak pernah melihatnya
melayang-layang di udara, kita tidak pernah tahu bentuk dzatnya.
Tapi dengan
mendengar suara di radio atau melihat gambar di televisi, kita meyakini
keberadaan dzat frekwensi siaran tersebut.
Karena itu pula,
mengetahui wujud dan dzat Allah ‘Azza wa
Jalla adalah di luar jangkauan logika alias di luar kemampuan akal pikiran
kita.
Sebagai Muslim yang beriman, kita cukup meyakini bahwa Allah itu ada; tak
perlu memperbincangkan dzat atau wujud Nya.
Sebenarnyanya, dalam
perkara keimanan, segala sesuatu itu tergantung kalbu kita yang ‘melihat’.
Satu hal yang kita temukan atau yang kita alami secara zahir dapat membuat kita
bertambah yakin akan keberadaan Allah, tapi dapat juga membuat kita malah jadi
tidak beriman.
Peringatan Rasulullah Saw:
“Manusia
tidak akan berhenti bertanya
hingga
mereka sampai pada sebuah pertanyaan,
‘Perihal
Allah yang menciptakan alam semesta,
siapa
yang menciptakan Allah?”
(Soheh Bukhori)
(Alfa Qr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar