BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Sabtu, 25 Februari 2012

HINDARI KEKERASAN


Kita harus memperkenalkan Islam secara baik-baik. 

Artinya, kita mengajak orang lain dengan cara yang benar dan lembut. 
Bukan dengan menebar kecemasan yang berdampak kesalahpahaman terhadap Islam.


Pantas diingat, tatkala diturunkan ayat-ayat yang melaknat kaum musyrikin, kebanyakan orang Makkah bukanlah Muslim.  
Namun ketika Makkah ditundukkan, tak ada pertumpahan darah di sana. 

Tak ada dendam atau kebencian Nabi kepada orang-orang Makkah yang telah memusuhi dan mengusir umat Islam dengan segala kekejamannya.  
Tidak ada pemaksaan menjadi Muslim. 
Tidak ada laknat. 
Yang ada justru pengampunan.

Sikap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang berjiwa besar ini, yang sebenarnya sunah untuk diikuti, diabaikan banyak orang yang mengaku Muslim; yang merasa paling Islam jika bertindak radikal. [1]


Sesungguhnya nilai-nilai Islam itu penuh dengan nilai-nilai kebajikan, lembut dan penuh kasih. 

Dari sebab itu, kita tidak boleh membenci orang yang membenci Islam sekalipun. 
Dengan kata lain, jangan membalas kebencian dengan kebencian, jangan membalas kesalahan orang lain dengan kesalahan pula.  

Sebab, selama mereka masih hidup, mereka masih diberi kesempatan untuk menyadari kekeliruannya. 

Malah, siapa yang tahu, mereka bisa saja menjadi Muslim yang lebih baik daripada diri kita.


Yang jelas, orang membayar dengan apa yang dimilikinya. 
Orang yang hanya memiliki kebaikan, akan membayar apapun dengan kebaikan. 

Dan Muslim yang berakhlak mulia pasti memiliki banyak kebaikan.








ADA PENILAIAN YANG SESUAI SITUASI TERTENTU

Di tahun 1945 amat wajar bila orang Inggris menilai orang Jerman sebagai iblis yang harus dibasmi.  
Namun di tahun 1954, penilaian serupa itu merupakan satu hal yang tak layak. 

Artinya, tidak semua ucapan atau penilaian itu harus berlaku selama-lamanya. 
Ucapan atau penilaian kita itu, ada juga dan ada kalanya, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.


Jelas, tidak semua penilaian buruk kepada satu etnis atau golongan itu harus berlaku umum sepanjang masa; dan tidaklah pantas menyamaratakan semua orang di etnis tersebut sebagai orang yang buruk.
Begitu juga dengan ayat Quran; walau berlaku sampai kiamat tiba, dalam pelaksanaannya sesuai situasi dan kondisi. 

Jadi, kebencian itu tak boleh berlaku umum kepada etnisnya; tapi kebencian itu harus kepada perilakunya yang buruk. 
Sebab mustahil Allah menentukan satu etnis semuanya dilahirkan sebagai orang-orang yang dipastikan durhaka.








HINDARI KEKERASAN, UTAMAKAN KELEMBUTAN

Manusia sering menghindar dari pengungkapan realita, bila realita itu tidak menyenangkan bagi golongannya; padahal bersembunyi dari kenyataan merupakan sebuah kebodohan yang memalukan. 

Realitanya, satu hal yang tidak perlu disembunyikan atau ditutup-tutupi, ada di antara para Sahabat Nabi yang wafat dengan cara terbunuh atau dibunuh oleh sesama Muslim. 

Pertanyaannya, mengapa hal itu bisa terjadi di antara orang-orang yang sepatutnya meneladani perilaku mulia Nabi Saw?
Jelas, kedekatan kepada Nabi Saw tidak menjamin manusia terhindar dari godaan si iblis laknatullah; tidak menjamin permusuhan jadi hilang. 


Hanya saja, tanpa perlu mengungkit-ungkit apa dan mengapanya, tanpa perlu berpolemik yang menghabiskan energi yang sia-sia, tanpa perlu mencari-cari alasan atau saling menyalahkan, semua yang telah terjadi di antara para sahabat Nabi tersebut sudah selayaknya dijadikan pelajaran bagi kita, bahwa kebiasaan untuk bertengkar sudah saatnya dihentikan. 

Selama pemahamannya tidak keluar dari akidah Islam, biarkan setiap Muslim bertanggung jawab kepada Allah dengan keyakinannya. 

Sudah saatnya kepentingan politik pribadi, atau nafsu meraih kekuasaan dan ketenaran, tidak dikamuflase dengan mengatasnamakan agama.


Seharusnya, ketika timbul silang pendapat atau perbedaan paham, langkah terbaik yang diambil adalah menghindari kekerasan; sebab masalah benar dan salah hanya bisa ditemukan di saat suasana tenang, ketika pikiran tidak sedang dikendalikan dendam.  

Lagi pula, amat aneh memaksa orang lain harus masuk surga dengan menimbulkan kekerasan. 


Semestinya diingat, jika setiap masalah hanya bisa dituntaskan dengan kekerasan, maka agama tidak perlu ada di dunia ini. 
Sebab cara atau strategi berperang bisa dilakukan siapa saja, baik beragama maupun tidak.

Kisah tentang pasukan Nabi Sulaiman As --yang boleh membunuh manusia, tapi tidak boleh membunuh semut-- jelas menunjukkan bahwa kekerasan dibolehkan untuk membasmi manusia yang merugikan orang lain; tapi tidak boleh digunakan kepada yang tidak merugikan, termasuk kepada hewan sekalipun. 

Artinya, kekerasan yang dilakukan harus ada alasan yang tidak bertentangan dengan tuntunan Allah Swt. Sebab Islam mengajarkan manusia untuk bisa meletakkan segala sesuatu itu pada tempatnya, bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. [2]

Semestinya diingat, mengalahkan dengan pedang bukan berarti menyelesaikan permusuhan. 

Hanya tuntunan yang lembut, yang benar, yang bisa mengakhiri kebencian.


(Alfa Qr)


[1]  Perlu diketahui, ayat-ayat pedang (ayat saif) yang berkaitan dengan perang kebanyakan turun saat Nabi diperangi musyrikin Arab Qurais yang dipimpin Abu Sufyan (ayah Ummu Habibah ra, salah seorang isteri Rasulullah Saw). 
Dengan kata lain, peperangan di masa Nabi lebih banyak berupa perang menghadapi kaum musyrikin Arab Qurais ketimbang menghadapi orang Yahudi atau Nasrani.

[2]  Islam mengajarkan untuk menghindari kekerasan; tapi ketika musyrikin Qurais Makah tetap saja memburu umat Islam hingga ke Madinah, maka menghadapinya dalam sebuah peperangan menjadi suatu kewajiban mutlak bagi seorang Muslim. 
Tapi, amat salah jika beranggapan bahwa umat Islam yang menginginkan peperangan tersebut, apalagi yang memulai peperangan. 
Hijrahnya Nabi ke Madinah, menunjukkan bahwa Islam senantiasa berusaha menghindari pertumpahan darah.

Tidak ada komentar: