Kita harus memperkenalkan Islam secara
baik-baik.
Artinya, kita mengajak orang lain dengan cara yang benar dan lembut.
Bukan dengan menebar kecemasan yang berdampak kesalahpahaman terhadap Islam.
Artinya, kita mengajak orang lain dengan cara yang benar dan lembut.
Bukan dengan menebar kecemasan yang berdampak kesalahpahaman terhadap Islam.
Pantas diingat,
tatkala diturunkan ayat-ayat yang melaknat kaum musyrikin, kebanyakan orang
Makkah bukanlah Muslim.
Namun ketika Makkah ditundukkan, tak ada pertumpahan darah di sana.
Tak ada dendam atau kebencian Nabi kepada orang-orang Makkah yang telah memusuhi dan mengusir umat Islam dengan segala kekejamannya.
Tidak ada pemaksaan menjadi Muslim.
Tidak ada laknat.
Yang ada justru pengampunan.
Namun ketika Makkah ditundukkan, tak ada pertumpahan darah di sana.
Tak ada dendam atau kebencian Nabi kepada orang-orang Makkah yang telah memusuhi dan mengusir umat Islam dengan segala kekejamannya.
Tidak ada pemaksaan menjadi Muslim.
Tidak ada laknat.
Yang ada justru pengampunan.
Sikap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
berjiwa besar ini, yang sebenarnya sunah untuk diikuti, diabaikan banyak orang
yang mengaku Muslim; yang merasa paling Islam jika bertindak radikal. [1]
Sesungguhnya
nilai-nilai Islam itu penuh dengan nilai-nilai kebajikan, lembut dan penuh
kasih.
Dari sebab itu, kita tidak boleh membenci orang yang membenci Islam sekalipun.
Dengan kata lain, jangan membalas kebencian dengan kebencian, jangan membalas kesalahan orang lain dengan kesalahan pula.
Sebab, selama mereka masih hidup, mereka masih diberi kesempatan untuk menyadari kekeliruannya.
Malah, siapa yang tahu, mereka bisa saja menjadi Muslim yang lebih baik daripada diri kita.
Dari sebab itu, kita tidak boleh membenci orang yang membenci Islam sekalipun.
Dengan kata lain, jangan membalas kebencian dengan kebencian, jangan membalas kesalahan orang lain dengan kesalahan pula.
Sebab, selama mereka masih hidup, mereka masih diberi kesempatan untuk menyadari kekeliruannya.
Malah, siapa yang tahu, mereka bisa saja menjadi Muslim yang lebih baik daripada diri kita.
Yang jelas, orang
membayar dengan apa yang dimilikinya.
Orang yang hanya memiliki kebaikan, akan membayar apapun dengan kebaikan.
Dan Muslim yang berakhlak mulia pasti memiliki banyak kebaikan.
Orang yang hanya memiliki kebaikan, akan membayar apapun dengan kebaikan.
Dan Muslim yang berakhlak mulia pasti memiliki banyak kebaikan.
ADA PENILAIAN YANG SESUAI SITUASI TERTENTU
Di tahun 1945 amat wajar bila orang Inggris menilai orang Jerman sebagai
iblis yang harus dibasmi.
Namun
di tahun 1954, penilaian serupa itu merupakan satu hal yang tak layak.
Artinya, tidak semua ucapan atau penilaian itu harus berlaku selama-lamanya.
Ucapan atau penilaian kita itu, ada juga dan ada kalanya, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.
Jelas, tidak semua
penilaian buruk kepada satu etnis atau golongan itu harus berlaku umum
sepanjang masa; dan tidaklah pantas menyamaratakan semua orang di etnis
tersebut sebagai orang yang buruk.
Begitu juga dengan
ayat Quran; walau berlaku sampai kiamat tiba, dalam pelaksanaannya sesuai
situasi dan kondisi.
Jadi, kebencian itu tak boleh berlaku umum kepada etnisnya; tapi kebencian itu harus kepada perilakunya yang buruk.
Jadi, kebencian itu tak boleh berlaku umum kepada etnisnya; tapi kebencian itu harus kepada perilakunya yang buruk.
Sebab
mustahil Allah menentukan satu etnis semuanya dilahirkan sebagai orang-orang
yang dipastikan durhaka.
HINDARI KEKERASAN, UTAMAKAN KELEMBUTAN
Manusia sering menghindar dari pengungkapan realita, bila realita itu tidak
menyenangkan bagi golongannya; padahal bersembunyi dari kenyataan merupakan
sebuah kebodohan yang memalukan.
Realitanya, satu hal yang tidak perlu disembunyikan atau ditutup-tutupi, ada di antara para Sahabat Nabi yang wafat dengan cara terbunuh atau dibunuh oleh sesama Muslim.
Pertanyaannya, mengapa hal itu bisa terjadi di antara orang-orang yang sepatutnya meneladani perilaku mulia Nabi Saw?
Jelas, kedekatan
kepada Nabi Saw tidak menjamin manusia
terhindar dari godaan si iblis laknatullah; tidak menjamin permusuhan jadi
hilang.
Hanya saja, tanpa perlu mengungkit-ungkit apa dan mengapanya, tanpa
perlu berpolemik yang menghabiskan energi yang sia-sia, tanpa perlu
mencari-cari alasan atau saling menyalahkan, semua yang telah terjadi di antara
para sahabat Nabi tersebut sudah selayaknya dijadikan pelajaran bagi kita,
bahwa kebiasaan untuk bertengkar sudah saatnya dihentikan.
Selama pemahamannya
tidak keluar dari akidah Islam, biarkan setiap Muslim bertanggung jawab kepada
Allah dengan keyakinannya.
Sudah saatnya kepentingan politik pribadi, atau nafsu meraih kekuasaan dan ketenaran, tidak dikamuflase dengan mengatasnamakan agama.
Seharusnya, ketika
timbul silang pendapat atau perbedaan paham, langkah terbaik yang diambil
adalah menghindari kekerasan; sebab masalah benar dan salah hanya bisa
ditemukan di saat suasana tenang, ketika pikiran tidak sedang dikendalikan
dendam.
Lagi pula, amat aneh memaksa orang lain harus masuk surga dengan menimbulkan kekerasan.
Lagi pula, amat aneh memaksa orang lain harus masuk surga dengan menimbulkan kekerasan.
Semestinya
diingat, jika setiap masalah hanya bisa dituntaskan dengan kekerasan, maka
agama tidak perlu ada di dunia ini.
Sebab cara atau strategi berperang bisa dilakukan siapa saja, baik beragama maupun tidak.
Sebab cara atau strategi berperang bisa dilakukan siapa saja, baik beragama maupun tidak.
Kisah tentang
pasukan Nabi Sulaiman As --yang boleh
membunuh manusia, tapi tidak boleh membunuh semut-- jelas menunjukkan bahwa
kekerasan dibolehkan untuk membasmi manusia yang merugikan orang lain; tapi
tidak boleh digunakan kepada yang tidak merugikan, termasuk kepada hewan
sekalipun.
Artinya, kekerasan yang dilakukan harus ada alasan yang tidak bertentangan dengan tuntunan Allah Swt. Sebab Islam mengajarkan manusia untuk bisa meletakkan segala sesuatu itu pada tempatnya, bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. [2]
Semestinya diingat,
mengalahkan dengan pedang bukan berarti menyelesaikan permusuhan.
Hanya tuntunan yang lembut, yang benar, yang bisa mengakhiri kebencian.
Hanya tuntunan yang lembut, yang benar, yang bisa mengakhiri kebencian.
[1]
Perlu diketahui, ayat-ayat pedang (ayat saif) yang berkaitan dengan
perang kebanyakan turun saat Nabi diperangi musyrikin Arab Qurais yang
dipimpin Abu Sufyan (ayah Ummu Habibah ra, salah seorang isteri Rasulullah
Saw).
Dengan kata lain, peperangan di masa Nabi lebih banyak berupa perang menghadapi kaum musyrikin Arab Qurais ketimbang menghadapi orang Yahudi atau Nasrani.
Dengan kata lain, peperangan di masa Nabi lebih banyak berupa perang menghadapi kaum musyrikin Arab Qurais ketimbang menghadapi orang Yahudi atau Nasrani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar