BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Sabtu, 25 Februari 2012

Mengedepankan hal yang kurang perlu


Berbagai cara dilakukan orang yang merasa cinta agama ini untuk meneguhkan keyakinan Muslim awam yang lain. 
Di antaranya, dengan menceritakan dongeng sakti para wali yang tidak masuk akal. 

Sayang sekali, walau tujuannya baik, cara yang dipakai tersebut malah menimbulkan sikap sinis menertawakan Islam. 

Akibatnya, orang bukannya terpikat, tapi mencemooh Islam sebagai agama yang tidak benar.


Inilah satu realita yang harus kita akui secara jujur; kita sering melakukan satu perbuatan tanpa kita mengevaluasi lebih dahulu dengan matang, baik dari caranya maupun dampak yang mungkin ditimbulkannya. 

Jadinya, dikira berbuat baik padahal melapangkan jalan pada kerusakan.


Di antara cara yang salah, yang tidak diajarkan Islam, adalah dengan menyodorkan keanehan angka-angka atau bilangan dalam Qur’an; seperti menghitung atau menjumlahkan kata-kata tertentu. 

Dan angka-angka ini kemudian dihubung-hubungkan dengan sesuatu yang sama sekali tak ada manfaatnya, dan tak ada kaitannya, dengan tuntunan agama.


Memang ada bilangan yang disebut dalam Qur’an, namun itu hanya sekadar menyebut jumlah. 
Sama sekali tidak ada perintah agama untuk menyelidiki angka atau bilangan termaksud.

Satu-satunya bilangan yang dipertanyakan adalah tentang 19 malaikat penjaga neraka Saqar, seperti tertera di ayat 31 surat Al Muddatstsir,

 “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?”

Jawaban untuk pertanyaan ini, hanya Allah Allah ‘Azza wa Jalla yang mengetahuinya. 
Manusia hanya menduga-duga atau mengada-ada. 
Contohnya bila mengaitkan sifat bilangan 19 dalam perhitungan matematika dengan sifat neraka Saqar, yang bisa jadi memiliki kemiripan. 
Tapi belum tentu itu makna perumpamaan yang dimaksud.


Sejujurnya, kita hormat kepada mereka yang meluangkan banyak waktu dalam meraih kemuliaan agama ini; namun tanpa sadar kita sering melakukan sesuatu yang agama sama sekali tidak membebankannya. 

Alangkah baiknya, walau tidak dilarang, waktu yang terpangkas untuk menghitung jumlah kata-kata semacam itu digunakan untuk melaksanakan syiar Islam sesuai yang diajarkan agama. 
Bukan dengan yang aneh-aneh.


Realitanya, kita lebih sering membicarakan hal yang kurang perlu; sementara hal yang utamanya kita abaikan.
Contohnya, kita mempermasalahkan mana yang lebih melarat, fakir atau miskin; sementara perkara zakatnya sendiri tidak dilaksanakan.


Begitu juga, kita meributkan di mana letak surga dan neraka. 
Atau apakah di surga itu memakai bahasa Arab atau bukan. 

Padahal yang lebih penting dari semua itu justru apakah kita bisa masuk surga atau tidak; apa akidah dan pemahaman kita sudah sesuai dengan tuntunan Nabi atau tidak.



(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: