Berbagai cara dilakukan orang yang merasa
cinta agama ini untuk meneguhkan keyakinan Muslim awam yang lain.
Di antaranya, dengan menceritakan dongeng sakti para wali yang tidak masuk akal.
Sayang sekali, walau tujuannya baik, cara yang dipakai tersebut malah menimbulkan sikap sinis menertawakan Islam.
Akibatnya, orang bukannya terpikat, tapi mencemooh Islam sebagai agama yang tidak benar.
Di antaranya, dengan menceritakan dongeng sakti para wali yang tidak masuk akal.
Sayang sekali, walau tujuannya baik, cara yang dipakai tersebut malah menimbulkan sikap sinis menertawakan Islam.
Akibatnya, orang bukannya terpikat, tapi mencemooh Islam sebagai agama yang tidak benar.
Inilah satu realita
yang harus kita akui secara jujur; kita sering melakukan satu perbuatan tanpa
kita mengevaluasi lebih dahulu dengan matang, baik dari caranya maupun dampak
yang mungkin ditimbulkannya.
Jadinya, dikira berbuat baik padahal melapangkan jalan pada kerusakan.
Jadinya, dikira berbuat baik padahal melapangkan jalan pada kerusakan.
Di antara cara yang
salah, yang tidak diajarkan Islam, adalah dengan menyodorkan keanehan angka-angka
atau bilangan dalam Qur’an; seperti menghitung atau menjumlahkan kata-kata
tertentu.
Dan angka-angka ini kemudian dihubung-hubungkan dengan sesuatu yang sama sekali tak ada manfaatnya, dan tak ada kaitannya, dengan tuntunan agama.
Dan angka-angka ini kemudian dihubung-hubungkan dengan sesuatu yang sama sekali tak ada manfaatnya, dan tak ada kaitannya, dengan tuntunan agama.
Memang ada bilangan
yang disebut dalam Qur’an, namun itu hanya sekadar menyebut jumlah.
Sama sekali tidak ada perintah agama untuk menyelidiki angka atau bilangan termaksud.
Sama sekali tidak ada perintah agama untuk menyelidiki angka atau bilangan termaksud.
Satu-satunya
bilangan yang dipertanyakan adalah tentang 19 malaikat penjaga neraka Saqar,
seperti tertera di ayat 31 surat Al Muddatstsir,
“Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan
ini sebagai suatu perumpamaan?”
Jawaban untuk pertanyaan ini, hanya Allah Allah ‘Azza wa Jalla yang mengetahuinya.
Manusia hanya menduga-duga atau
mengada-ada.
Contohnya bila mengaitkan sifat bilangan 19 dalam perhitungan matematika
dengan sifat neraka Saqar, yang bisa jadi memiliki kemiripan.
Tapi belum tentu
itu makna perumpamaan yang dimaksud.
Sejujurnya, kita
hormat kepada mereka yang meluangkan banyak waktu dalam meraih kemuliaan agama
ini; namun tanpa sadar kita sering melakukan sesuatu yang agama sama sekali
tidak membebankannya.
Alangkah baiknya, walau tidak dilarang, waktu yang
terpangkas untuk menghitung jumlah kata-kata semacam itu digunakan untuk
melaksanakan syiar Islam sesuai yang diajarkan agama.
Bukan dengan yang aneh-aneh.
Bukan dengan yang aneh-aneh.
Realitanya, kita
lebih sering membicarakan hal yang kurang perlu; sementara hal yang utamanya
kita abaikan.
Contohnya, kita
mempermasalahkan mana yang lebih melarat, fakir atau miskin; sementara perkara
zakatnya sendiri tidak dilaksanakan.
Begitu juga, kita
meributkan di mana letak surga dan neraka.
Atau apakah di surga itu memakai bahasa Arab atau bukan.
Padahal yang lebih penting dari semua itu justru apakah kita bisa masuk surga atau tidak; apa akidah dan pemahaman kita sudah sesuai dengan tuntunan Nabi atau tidak.
Atau apakah di surga itu memakai bahasa Arab atau bukan.
Padahal yang lebih penting dari semua itu justru apakah kita bisa masuk surga atau tidak; apa akidah dan pemahaman kita sudah sesuai dengan tuntunan Nabi atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar