BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Senin, 27 Februari 2012

TIDAK MERUGIKAN


Menolong itu tergantung situasi dan kondisi.  
Dalam keadaan mampu, satu hal yang terpuji bila kita membantu orang lain. 
TAPI ketika diri kita sendiri pun susah, maka menolong diri kita sendiri adalah lebih utama.

Tidak merugikan orang lain, tidaklah tergantung situasi dan kondisi
Dalam keadaan bagaimana pun, kita tidak boleh merugikan orang lain. [1] 

Ketika kita tenggelam, tidaklah wajib kita menolong orang lain yang akan tenggelam juga. 
Kita HARUS menyelamatkan diri kita sendiri lebih dahulu, baru kemudian --jika memungkinkan-- menolong orang tersebut.


Dalam realita, banyak orang sok alim --sok pahlawan-- yang pandai berbicara tentang menolong orang lain, atau mengharuskan berbuat baik kepada orang lain; tapi dalam praktek lebih sering membebani orang lain. 

Realitanya, seseorang biasanya banyak berbicara perihal keharusan menolong, saat ia membutuhkan bantuan orang lain









SETIAP ORANG BERPOTENSI BERBUAT KEBURUKAN

Rasa tersisih, apalagi ketersinggungan, bisa melahirkan sakit hati atau dendam. 
Padahal, bagi kebanyakan orang, sakit hati atau dendam adalah satu hal yang amat SANGAT SULIT untuk dihapus.


Kita, memang, harus belajar menghilangkan rasa sakit hati atau dendam. 
Tapi, yang lebih penting lagi, kita harus belajar untuk TIDAK membuat orang lain terhina dan memendam rasa sakit hati. 

Sebab, sekali seseorang sakit hati kepada kita, maka sebelum dendamnya terlampiaskan, ia AKAN mengejar kita dengan hal-hal buruk yang akan merugikan kita; sakit hati dan dendamnya akan menjadi sumber dari ketidaktenteraman pada diri kita.  


Semestinya dicamkan, kalau kita memberi, orang lain bisa lupa; tapi kalau kita menyakiti, orang lain akan sulit untuk bisa melupakannya.


Realitanya, menghindar dari menganiaya orang lain tanpa alasan yang benar merupakan suatu kewajiban. 
Menurut hadits Nabi Saw, orang yang merugikan orang lain, ada pahala amal solehnya yang akan diberikan kepada orang yang dirugikannya itu
Atau, ada dosa orang yang dianiayanya akan dilimpahkan kepada yang menganiayanya


Lagi pula, menurut sunah Nabi juga, kita harus menghindari berbuat sesuatu yang kita sendiri tidak ingin orang lain melakukannya kepada kita.

Karenanya, sudah sepantasnya kita mulai belajar untuk bisa menempatkan diri kita sebagai sosok orang lain; berpikir bagaimana sekiranya kita berada pada posisi orang lain yang kita rugikan

Belajar memaklumi pemahaman maupun perbuatan seseorang, dengan menilainya lewat sudut pandang SEKIRANYA kita berada pada posisi orang tersebut.











HARUS BERUSAHA UNTUK TIDAK ZALIM

Menyerang musuh dari belakang dalam sebuah pertempuran, atau menyusupkan mata-mata ke daerah musuh,  merupakan bagian dari strategi perang; dan bukan licik. 

Tapi mengingkari perjanjian damai dengan menyerang mendadak, memanfaatkan kelengahan tanpa mengumumkan pembatalan perjanjian damai tersebut, adalah perbuatan licik dalam arti khianat.



Begitu pun jika seorang pedagang menjual barang lebih murah daripada yang dijual orang lain, merupakan taktik dalam meraih pelanggan; dan bukan licik. 

Tapi menjual barang dengan menyembunyikan cacat yang ada di barang tersebut, walau dijual murah, adalah perbuatan licik.



Perbuatan licik, baik dalam peperangan maupun dalam dunia bisnis atau politik, mustahil dilakukan seorang Muslim sejati. 
Sayangnya, dalam realita, sulit rasanya kita mengklaim diri kita sebagai Muslim sejati.


Memang, orang yang tidak zalim BELUM TENTU hidupnya tenang tenteram; tapi orang yang hidupnya tenang tenteram BISA DIPASTIKAN adalah orang yang tidak zalim











HATI-HATI DENGAN ORANG YANG DIANIAYA

Orang yang teraniaya --yang dirugikan tanpa alasan yang kuat, yang dizalimi tanpa sebab yang adil dan jujur-- doanya akan dikabulkan Allah; terlepas dia Muslim atau bukan

Karena itu, JIKA banyak musibah menimpa kita, coba kita merenung; barangkali kita banyak menipu dan mengambil hak orang lain
Dan doa orang-orang yang teraniaya itu, yang mengharapkan keburukan menimpa kita, benar-benar menjadi kenyataan.


Satu hal yang mesti diwaspadai, WALAUPUN orang yang teraniaya itu tidak mengucapkan doa keburukan; TAPI ketika hatinya merasa ‘tidak suka’ dengan apa yang menimpanya, maka ketidaksukaannya itu bukan mustahil menyebabkan Allah membiarkan suatu keburukan menimpa kita.


Oleh sebab itu pula, coba sekali lagi kita renungkan. 
Apakah yang telah atau sedang kita perbuat itu menzalimi orang lain atau tidak

Jika, ya; pantas saja musibah mengelilingi kita




“Seorang Muslim adalah saudara bagi sesama Muslim.
Dia tak boleh menganiaya saudaranya
dan tidak boleh membiarkan saudaranya (teraniaya).
Siapa yang membantu (mencukupkan) kebutuhan saudaranya, 
maka Allah Ta’ala membantunya pula (mencukupkan) kebutuhannya.
Siapa yang melapangkan kesulitan seorang Muslim, 
maka Allah Ta’ala melapangkan pula kesulitannya di hari kiamat.
Dan siapa menutup kesalahan (rahasia) seorang Muslim,
maka Allah menutupi pula kesalahannya kelak di hari kiamat.”
(HR. Muslim)

(Alfa Qr)


[1]  Ada empat ciri seorang Muslim yang beruntung: Sehat, tidak gila dan tidak sakit; Baik, tidak merugikan orang lain maupun dirinya sendiri; Benar, tidak memihak yang salah dan terhindar dari kesalahan; Dinamis, tidak apatis, tidak malas dan tidak taklid.

Tidak ada komentar: