Menolong itu tergantung situasi dan
kondisi.
Dalam keadaan mampu, satu hal yang terpuji bila kita membantu orang lain.
TAPI ketika diri kita sendiri pun susah, maka menolong diri kita sendiri adalah lebih utama.
Dalam keadaan mampu, satu hal yang terpuji bila kita membantu orang lain.
TAPI ketika diri kita sendiri pun susah, maka menolong diri kita sendiri adalah lebih utama.
Tidak merugikan orang lain, tidaklah tergantung situasi dan kondisi.
Dalam keadaan bagaimana pun, kita tidak boleh merugikan orang lain. [1]
Ketika kita
tenggelam, tidaklah wajib kita menolong orang lain yang akan tenggelam juga.
Kita HARUS menyelamatkan diri kita sendiri lebih dahulu, baru kemudian --jika memungkinkan-- menolong orang tersebut.
Kita HARUS menyelamatkan diri kita sendiri lebih dahulu, baru kemudian --jika memungkinkan-- menolong orang tersebut.
Dalam realita,
banyak orang sok alim --sok pahlawan-- yang pandai berbicara
tentang menolong orang lain, atau mengharuskan berbuat baik kepada orang lain;
tapi dalam praktek lebih sering membebani orang lain.
Realitanya, seseorang
biasanya banyak berbicara perihal keharusan menolong, saat ia membutuhkan
bantuan orang lain.
SETIAP ORANG BERPOTENSI BERBUAT KEBURUKAN
Rasa tersisih, apalagi ketersinggungan, bisa melahirkan sakit hati atau
dendam.
Padahal, bagi kebanyakan orang, sakit hati atau dendam adalah satu hal
yang amat SANGAT SULIT untuk dihapus.
Kita, memang, harus
belajar menghilangkan rasa sakit hati atau dendam.
Tapi, yang lebih penting lagi, kita harus belajar untuk TIDAK membuat orang lain terhina dan memendam rasa sakit hati.
Sebab, sekali seseorang sakit hati kepada kita, maka sebelum dendamnya terlampiaskan, ia AKAN mengejar kita dengan hal-hal buruk yang akan merugikan kita; sakit hati dan dendamnya akan menjadi sumber dari ketidaktenteraman pada diri kita.
Semestinya dicamkan, kalau kita memberi, orang lain bisa lupa; tapi kalau kita menyakiti, orang lain akan sulit untuk bisa melupakannya.
Tapi, yang lebih penting lagi, kita harus belajar untuk TIDAK membuat orang lain terhina dan memendam rasa sakit hati.
Sebab, sekali seseorang sakit hati kepada kita, maka sebelum dendamnya terlampiaskan, ia AKAN mengejar kita dengan hal-hal buruk yang akan merugikan kita; sakit hati dan dendamnya akan menjadi sumber dari ketidaktenteraman pada diri kita.
Semestinya dicamkan, kalau kita memberi, orang lain bisa lupa; tapi kalau kita menyakiti, orang lain akan sulit untuk bisa melupakannya.
Realitanya,
menghindar dari menganiaya orang lain tanpa alasan yang benar merupakan suatu
kewajiban.
Menurut hadits Nabi Saw,
orang yang merugikan orang lain, ada pahala amal solehnya yang akan diberikan
kepada orang yang dirugikannya itu.
Atau, ada dosa orang yang dianiayanya akan dilimpahkan kepada yang menganiayanya.
Atau, ada dosa orang yang dianiayanya akan dilimpahkan kepada yang menganiayanya.
Lagi pula, menurut sunah Nabi juga, kita harus menghindari berbuat sesuatu yang kita sendiri tidak ingin orang lain melakukannya kepada kita.
Karenanya, sudah
sepantasnya kita mulai belajar untuk bisa menempatkan diri kita sebagai sosok
orang lain; berpikir bagaimana sekiranya kita berada pada posisi orang lain
yang kita rugikan.
Belajar memaklumi pemahaman maupun perbuatan seseorang, dengan menilainya lewat sudut pandang SEKIRANYA kita berada pada posisi orang tersebut.
HARUS BERUSAHA UNTUK TIDAK ZALIM
Menyerang musuh dari belakang dalam sebuah pertempuran, atau menyusupkan
mata-mata ke daerah musuh, merupakan
bagian dari strategi perang; dan bukan licik.
Tapi mengingkari perjanjian damai dengan menyerang mendadak, memanfaatkan kelengahan tanpa mengumumkan pembatalan perjanjian damai tersebut, adalah perbuatan licik dalam arti khianat.
Begitu pun jika
seorang pedagang menjual barang lebih murah daripada yang dijual orang lain,
merupakan taktik dalam meraih pelanggan; dan bukan licik.
Tapi menjual barang dengan menyembunyikan cacat yang ada di barang tersebut, walau dijual murah, adalah perbuatan licik.
Tapi menjual barang dengan menyembunyikan cacat yang ada di barang tersebut, walau dijual murah, adalah perbuatan licik.
Perbuatan licik,
baik dalam peperangan maupun dalam dunia bisnis atau politik, mustahil
dilakukan seorang Muslim sejati.
Sayangnya, dalam realita, sulit rasanya kita mengklaim diri kita sebagai Muslim sejati.
Sayangnya, dalam realita, sulit rasanya kita mengklaim diri kita sebagai Muslim sejati.
Memang, orang yang
tidak zalim BELUM TENTU hidupnya tenang tenteram; tapi orang yang hidupnya
tenang tenteram BISA DIPASTIKAN adalah
orang yang tidak zalim.
HATI-HATI DENGAN ORANG YANG DIANIAYA
Orang yang teraniaya --yang dirugikan tanpa alasan yang kuat, yang dizalimi
tanpa sebab yang adil dan jujur-- doanya akan dikabulkan Allah; terlepas dia Muslim atau bukan.
Karena itu, JIKA banyak musibah menimpa kita, coba kita merenung; barangkali kita banyak menipu dan mengambil hak orang lain.
Dan doa
orang-orang yang teraniaya itu, yang mengharapkan keburukan menimpa kita,
benar-benar menjadi kenyataan.
Satu hal yang mesti
diwaspadai, WALAUPUN orang yang teraniaya itu tidak mengucapkan doa keburukan;
TAPI ketika hatinya merasa ‘tidak suka’ dengan apa yang menimpanya, maka
ketidaksukaannya itu bukan mustahil menyebabkan Allah membiarkan suatu
keburukan menimpa kita.
Oleh sebab itu pula,
coba sekali lagi kita renungkan.
Apakah yang telah atau sedang kita perbuat itu
menzalimi orang lain atau tidak?
Jika, ya; pantas saja musibah mengelilingi kita.
“Seorang Muslim adalah saudara bagi sesama
Muslim.
Dia tak boleh menganiaya saudaranya
dan tidak boleh membiarkan saudaranya (teraniaya).
Siapa yang membantu (mencukupkan) kebutuhan
saudaranya,
maka Allah Ta’ala
membantunya pula (mencukupkan) kebutuhannya.
Siapa yang melapangkan kesulitan seorang Muslim,
maka Allah Ta’ala melapangkan pula
kesulitannya di hari kiamat.
Dan siapa menutup kesalahan (rahasia) seorang Muslim,
maka Allah menutupi pula kesalahannya kelak di
hari kiamat.”
(HR. Muslim)
(Alfa Qr)
[1] Ada
empat ciri seorang Muslim yang beruntung: Sehat, tidak gila dan tidak sakit; Baik,
tidak merugikan orang lain maupun dirinya sendiri; Benar, tidak memihak yang
salah dan terhindar dari kesalahan; Dinamis, tidak apatis, tidak malas
dan tidak taklid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar