BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Minggu, 26 Februari 2012

BERMASYARAKAT



Menjadi orang yang sama sekali tidak butuh pertolongan orang lain adalah satu hal yang mustahil; sebab, kadang, ada masalah yang tak bisa kita hadapi sendirian.
Namun, sebagai Muslim, janganlah kita jadi orang yang selalu tergantung pada bantuan orang lain.  

Dan terlebih jangan jadi parasit, jangan jadi orang yang sering membebani orang lain. 

Yang jelas, dalam bermasyarakat,  berhubungan dengan orang lain adalah satu hal yang tidak terhindarkan. Setiap manusia saling melengkapi kebutuhan hidupnya dengan orang lain. 

Jadi, menghindar dari ketergantungan kepada bantuan orang lain, bukan berarti seorang Muslim harus mengabaikan keberadaan orang lain di sekitarnya. 
Justru dengan pergaulanlah kita bisa saling menambah ilmu dan kebajikan.


Realitanya, bisa melihat dan mendengar adalah hal yang penting.
Tapi bisa mengambil hikmah dari apa yang kita lihat, dan bisa menyerap dari apa yang disarankan orang lain, adalah jauh lebih penting. 

Sayangnya, mengambil faedah dari kedua hal itu, terlebih mempraktekkannya, merupakan hal yang jarang kita lakukan.








BERUSAHA UNTUK TIDAK MENYINGGUNG EGO ORANG LAIN

Tiap orang punya keinginan untuk bergaul, tapi hanya sedikit orang yang piawai dalam pergaulan. 

Yang jelas, orang yang mampu menerapkan seni dalam bergaul, akan meraih manfaat lebih dalam pergaulannya. 
Orang yang pandai saat bergaul, bisa mengalahkan orang lain justru dengan mengalah, dan bukan dengan hal-hal yang memaksakan. [1]


Satu hal yang mesti dimaklumi, dan senantiasa diingat, bahwa setiap orang --termasuk orang paling bodoh sekalipun-- memiliki ego.   

Mereka ingin didengar dan ingin diperhatikan; memiliki sikap tidak mau kalah dan tidak mau disalahkan.  
Memiliki keinginan untuk menguasai, keinginan untuk dipuji, dan keinginan untuk dipatuhi.

Karenanya, ketika berhadapan langsung dengan orang lain, kita harus pandai-pandai menjaga ucapan dan perilaku kita
Jangan sampai sebuah perbuatan atau ucapan yang tidak perlu, justru menyinggung ego orang lain tersebut. 

Akibatnya, kita kehilangan kesempatan untuk menanamkan rasa simpatinya kepada kita. 
Padahal simpati seseorang kepada kita, memudahkan kita untuk mengajaknya pada kebenaran ajaran Islam.


Ibarat sekrup --yang bukan hanya butuh pasangan mur yang tepat tapi juga memerlukan lubang yang tepat-- ucapan dan perilaku kita bukan saja harus sesuai, tapi juga harus diupayakan bisa tepat menyentuh hati nurani orang yang kita hadapi.  
Bisa membawa kebaikan buat orang itu.







SULIT MENGAKUI KEKURANGAN DIRI SENDIRI

Tidak semua makna meniru itu jelek, seperti juga tak semua makna mencipta itu bagus. 

Meniru pada kebaikan adalah lebih utama daripada menciptakan sesuatu yang berdampak pada kebobrokan. 
Karenanya, tidak perlu malu untuk memungut hal-hal baik yang dilakukan orang lain; sebab malu dalam hal ini sama dengan menipu diri sendiri. 

Realitanya, hanya orang yang selalu berpikiran negatip yang merasa gengsi untuk meniru dalam kebaikan; sebab yang tampak oleh mata orang yang selalu mau menang sendiri hanyalah kekurangan dan kejelekan orang lain.


Yang jelas, salah satu kelemahan dari seorang manusia adalah ketidakmampuannya untuk jujur pada kenyataan.  

Walau telah jelas-jelas salah sekalipun, kita tetap saja membela diri merasa benar. 

Walau penderitaan sudah menimpa pun, kita tetap saja merasa tidak pernah berbuat dusta. 







SULIT MENIRU KELEBIHAN ORANG LAIN

Umumnya, orang yang sukses adalah orang yang cerdas dalam mengambil keputusan.  
Selain bisa cepat, ia juga tepat dalam bertindak; ia tidak terburu-buru tapi juga tidak berlama-lama. 

Sebab, terburu-buru tanpa perhitungan hasilnya malah bisa berlawanan dengan keinginan. 
Sebaliknya, jika berlama-lama terlalu banyak pertimbangan, peluang yang sudah di depan mata pun malah bisa jadi diambil oleh orang lain.


Jelas, melakukan perbuatan baik sesegera mungkin --dengan tidak mengabaikan pertimbangan yang cermat-- merupakan satu hal yang utama. 

Namun, jelas pula, bagi kita yang sudah terbiasa dengan sikap santai dan menunda-nunda, hal tersebut amat sulit untuk dipraktekkan.


Tampaknya hal di atas hanya bisa dilaksanakan oleh orang lain yang sudah membiasakan diri dengan ketekunan dan program yang teratur. 

Karenanya, jika orang lain lebih maju merupakan satu hal yang wajar. 
Dan kita tidak patut untuk iri, sebab kesalahan ada pada diri kita sendiri.





Catatan:
  • Jujur adalah pangkal dari kepercayaan. Terserah orang lain mau bilang apa, katakan apa adanya; jangan ngaku bisa andai tidak mampu, jangan berjanji andai kita tak yakin akan menepatinya. Sebab sekali kita meleset, berikutnya orang akan meragukan kita; padahal ‘kepercayaan’ termasuk kunci pengantar sukses dalam pergaulan maupun usaha kita.
  • Pada banyak kenyataan, sekali kita berbohong akan diikuti dengan berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya.
  • Jangan jadikan terlambat sebagai satu kebiasaan, sebab bisa melahirkan kesan sebagai orang yang tak bisa dipercaya. Lebih buruk lagi jika menimbulkan kesan sebagai orang yang sombong, orang yang sok kuasa. Lagi pula, lebih baik datang lima menit sebelum pesawat berangkat daripada terlambat satu menit yang berakibat ketinggalan pesawat.
  • Biasanya kita merasa tersinggung oleh sindiran orang lain karena kita memang melakukan apa yang disindirkan oleh orang lain itu.


(Alfa Qr)


[1]  Selain karena perilaku kita yang elok dan faktor kepercayaan, biasanya seseorang merasa tertarik dan bersimpati kepada kita karena adanya ‘kesamaan’; seperti kesamaan status sosial, kesamaan prinsip, kesamaan hobby, ataupun sekadar kesamaan usia. Begitu juga ketertarikan kita kepada orang lain.

Tidak ada komentar: