BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Minggu, 26 Februari 2012

Jampi, mantera, dan jimat


Permohonan yang dikaitkan dengan atau kepada sesuatu ‘yang gaib’(sesuatu yang tidak kelihatan yang dianggap memiliki kekuasaan) dinamakan doa
Orang yang berdoa berarti orang yang sedang memohon kepada sesuatu yang gaib atau kepada yang dianggap Tuhan.

Kalimat dalam doa --pasti-- sesuai dan berkaitan dengan apa yang diharapkan. 
Rangkaian kata dalam doa --pasti-- dimengerti oleh orang yang berdoa. 
Sangat tidak masuk di akal, jika seseorang memohon sesuatu tanpa mengerti apa-apa yang dimohonkannya itu. 

Karenanya, seorang Muslim seharusnya bisa membedakan mana ayat Qur’an yang kalimatnya bermakna permohonan (doa), dan mana ayat yang semata-mata pedoman pola hidup, atau sekadar kisah para nabi terdahulu.


Jelas, tidaklah salah jika redaksi kalimat permohonan doa itu diambil dari ayat Al Qur’an, jika memang maksudnya memohon. 
Contohnya, bila kita mengucapkan surat Al Fatihah, pada hakekatnya kita memohon kepada Allah; memohon pertolongan dan memohon ditunjuki jalan yang lurus. 
Jadi tidak salah, bila seorang Muslim mengucapkan Al Fatihah dulu (sebagai doa mohon pertolongan), sebelum mengucapkan doa permohonan diberi kesehatan atau kemajuan usaha misalnya.


Yang salah jika menganggap membaca surat Al Fatihah lebih dulu itu sebagai keharusan yang ditentukan, atau mengidentikkan Al Fatihah sebagai mantera. 
Apalagi menentukan membacanya harus sekian kali, padahal tidak ada ketentuan serupa itu. 

Lebih tidak boleh lagi, jika Al Fatihah itu sekadar dituliskan dan dimasukkan ke dalam kantong. 
Sebab permohonan doa itu harus diucapkan, baik secara lisan ataupun sekadar di dalam hati. 
Bukan dikantongi dan bukan digantungkan, baik digantungkan di pintu maupun digantungkan di leher.





JAMPI ATAU RUQYAH

Jampi atau ruqyah bisa dibagi dalam dua jenis.
Pertama, ruqyah atau jampi yang identik sama dengan doa; maknanya, orang yang sedang menjampi sama dengan orang yang berdoa.  
Kedua, ruqyah atau jampi yang identik sama dengan mantera; yakni bacaan (atau kata-kata) yang dianggap memiliki khasiat gaib atau sakti.

Pada pengertian yang pertama tidaklah jadi masalah. 
Artinya, ruqyah yang identik dengan doa permohonan kepada Allah, dapat dibenarkan jika selaras dengan ajaran Islam (ada contoh dari Nabi Saw).

Pada pengertian yang kedua, yakni ruqyah atau jampi yang berupa mantera (bacaan gaib yang dianggap berkhasiat), samasekali bukan ajaran Islam. 
Kalimat dalam mantera serupa ini sering tidak sesuai dan tidak berkaitan dengan apa yang sedang dimohonkan, malah sering kali tidak dimengerti maknanya. 
Kata-kata dalam mantera, cenderung kepada pengagungan yang musyrik. 

Karenanya, jampi yang berupa mantera, yang dianggap sakti bertuah, tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim.





BENDA YANG DIANGGAP JIMAT

Jimat adalah segala sesuatu yang dianggap sakti, yang dianggap bisa membawa berkah atau keberuntungan. 
Jimat, seperti susuk, pada hakekatnya adalah mantera dalam bentuk benda.


Kalau kita teliti dengan seksama, tidak ada satu ayat pun dalam Al Qur’an, bila kita punya keinginan, mengharuskan untuk membaca mantera atau keharusan untuk membawa-bawa jimat. 
Perintah Allah kepada kita, bila kita punya hajat, adalah memohon dengan berdoa kepadaNya.


Memang, sebagai Muslim awam biasa, sudah seharusnya kita mengikuti tuntunan Islam yang disampaikan seorang ustadz. 
Tapi dengan catatan, tuntunan yang disampaikannya harus sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Muhammad Saw

Sebab, dalam masalah agama, Allah Swt memerintahkan kita hanya harus menaati tuntunan Allah dan Rasul saja, tidak menyuruh taat kepada orang lain. 

“.. barang siapa menentang Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.”  (Qur’an, Al Anfaal [8]: 13)
 “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul- Nya..”  (Qur’an, Al Anfaal [8]:20)

Jelas, satu-satunya jimat seorang Muslim hanyalah akidah tauhid. 
Keyakinan bahwa Penolong yang sebenar-benarnya hanyalah Allah. 





JIMAT SEORANG MUSLIM TIDAK BERBENTUK BENDA

Ada yang pergi ke kuburan keramat, jadi sukses; tapi kebanyakan jadi tambah melarat dan gila. 
Ada yang bawa jimat, selamat; dan yang tidak bawa jimat, celaka. 
Tapi ada juga yang pakai jimat, celaka; dan yang seumur hidupnya tidak pernah bawa jimat, selamat. 

Artinya, jimat dan kuburan itu samasekali tidak ada apa-apanya. 
Selamat dan celaka bisa dialami tiap orang, membawa jimat maupun tidak, Muslim maupun bukan.


Amat jelas, dalam masalah keduniawian, Islam memberikan tuntunan pola hidup yang masuk akal. 
Mencari harta duniawi haruslah dengan kemampuan secara duniawi pula. 
Artinya harus menguasai ilmu untuk berdagang atau ilmu dalam bidang pekerjaannya tersebut.

Contohnya, selain berdoa memohon kepada Allah, seorang Muslim yang ingin jadi seniman yang sukses harus rajin belajar ilmu yang berkaitan dengan kesenian. 
Jika ingin jadi presiden, ia harus sungguh-sungguh belajar ilmu politik. 
Bahwa ia kemudian jadi seniman yang sukses atau tidak, jadi presiden atau tidak, seorang Muslim akan menerimanya sebagai yang terbaik yang dikehendakiNya. 

Yang penting, selain sudah berdoa secara batin, ia sudah berusaha keras secara zahir keduniawian.

Jadi, jangan percaya kepada jimat-jimatan.


 “Sesungguhnya pengobatan dengan mantera-mantera,
kalung-gelang penangkal sihir, dan guna-guna adalah syirik.”
(HR. Ibnu Majah)


(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: