BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Minggu, 26 Februari 2012

MENIKMATI PEKERJAAN


Jelas, jika ingin kaya raya kita harus menjadikan ketekunan orang yang sukses sebagai contoh. 
Artinya, sebagai pendorong motivasi untuk berusaha, amat wajar jika kita mengambil teladan atau melihat kepada orang yang lebih kaya daripada kita. 
Lain halnya jika hati ingin tenteram, kita harus tidak muluk-muluk; harus berpikir dan berkeinginan sederhana yang tidak rumit. 
Harus selalu ingat kepada orang yang lebih miskin ketimbang kita, harus melihat kepada orang yang lebih tidak beruntung.

Yang pasti, tak ada keharusan seorang manusia memiliki mata pencaharian atau profesi yang seragam. 
Sebab tiap orang mempunyai jalannya sendiri; tiap orang memiliki kondisi dan kesukaan yang berlainan.   

Yang penting apapun yang dilakoni --jadi guru, polisi, petani, ataupun petugas kebersihan-- dijalani dengan suka cita dan penuh rasa tanggung jawab. 

Sebab jauh lebih beruntung menjadi seorang pelayan toko yang gembira, yang menikmati dan berdedikasi pada pekerjaannya, ketimbang jadi pialang di pasar saham yang bergelimang uang tapi hidupnya kacau balau.


Jadi, sukses bukan berarti semata-mata harus menjadi pedagang yang kaya raya atau menjadi orang yang tersohor. 

Sukses berarti kita beruntung menemukan hal-hal yang membahagiakan. 

Sukses berarti kita beruntung bisa menikmati dan berbahagia dengan pekerjaan kita. 

Dengan catatan, yang kita lakoni itu tak keluar dari nilai-nilai tuntunan agama. 






KECINTAAN PADA PEKERJAAN, MENIKMATI TANTANGANNYA

Dalam melakukan sebuah kegiatan atau pekerjaan, manusia bisa dibagi dalam tiga kelas. 

Pertama, orang yang semata-mata mencari nafkah atau mencari penghasilan dari pekerjaannya tersebut.  
Kedua, orang yang menyenangi pekerjaan yang digarapnya.  
Ketiga, orang yang melakukan pekerjaan tersebut karena menyukai tantangannya.


Orang yang menjadikan pekerjaannya sebagai sekadar mencari nafkah untuk menutupi kebutuhan hidupnya, biasanya merasa terpaksa dalam melakukan pekerjaannya itu. 
Buah pekerjaannya, umumnya, tidaklah maksimal; tidak memiliki nilai untuk dibanggakan. 

Padahal kita akan lebih bisa menikmati sebuah pekerjaan bila kita menjadikan apa yang kita lakukan itu sebagai sebuah kecintaan dan bukan sekadar mata pencaharian. 

Lagi pula, bisa menikmati yang sedang dikerjakan merupakan satu keuntungan; sebab pekerjaan seberat apa pun akan terasa ringan jika kita menyenangi pekerjaan itu. 

Sebaliknya, seringan apa pun sebuah pekerjaan, akan menjadi beban yang sangat berat jika kita merasa terpaksa melakukannya. 

Oleh karenanya, bisa menikmati proses pekerjaan yang kita jalani jauh lebih utama dari sekadar mendapatkan hasil akhir dari pekerjaan tersebut.

Realitanya, hanya orang yang menyukai tantangan dan kesulitan yang bisa menikmati dan bersenang-senang dengan apa yang dijalaninya.  
Sebab ia mengerjakan sesuatu itu bukan semata-mata untuk mencari keuntungan materi, tapi  justru untuk menikmati tantangannya.







TINGKAT MENIKMATI KEGEMBIRAAN

Tingkat kepuasan menikmati yang dimiliki, pada setiap orang berbeda; tergantung kepada tingkat mensyukurinya.

Sepotong roti yang murah, akan terasa nikmat bagi orang yang lapar; dan akan terasa lebih amat sangat nikmat bagi orang yang sedang sangat lapar. 
Sebaliknya, sepotong roti yang mahal menjadi tidak ada gunanya bagi orang yang kekenyangan. 

Begitu juga, tempat tidur yang empuk dan mahal tidak menjamin seseorang untuk bisa tidur nyenyak di atasnya. 

Dengan kata lain, yang menjadi rezeki kita adalah yang bisa kita nikmati, dan bukan sekadar yang kita miliki.


Yang pasti, Muslim yang mensyukuri apapun yang diberikan Allah, ia bukan hanya mendapatkan kepuasan menikmatinya tapi juga kebahagiaan dalam melakoninya.  

Karena itu, kita harus gembira bukan karena punya pekerjaan, tapi karena kita menyenangi pekerjaan tersebut.


Realitanya, kemampuan meraih harta duniawi, adalah satu hal. 
Kemampuan untuk bisa merasakan kegembiraan menikmati apa yang sudah dimiliki, adalah hal lain. 
Dan kemampuan untuk bisa meraih kebahagiaan dari apa yang dilakoni, adalah hal yang lain lagi.

Yang jelas, meraih keberhasilan belum tentu membuahkan kebahagiaan; meraih kebahagiaan jelas merupakan sebuah keberhasilan. 







BEDANYA KEPUASAN DAN KEBAHAGIAAN

Kepuasan bisa saja identik dengan kegembiraan atau kesukacitaan, tapi tidak identik dengan kebahagiaan. 

Realitanya, sukses bisa melahirkan kegembiraan, tapi belum tentu membuahkan kebahagiaan. 
Sebab kegembiraan berbeda dengan kebahagiaan; kegembiraan atau sukacita bisa direkayasa, kebahagiaan tidak bisa dibuat-buat.

Seseorang bisa tertawa terbahak-bahak melihat Charlie Chaplin terpeleset, bisa gembira melihat pantatnya ditendang berkali-kali. 
Tapi mustahil kebahagiaan muncul karena melihat hal-hal serupa itu; karena kebahagiaan hadir untuk hal-hal yang baik, bukan untuk sesuatu yang jelek.

Tapi, paling tidak, bisa merasakan kegembiraan di dunia jauh lebih baik daripada terus-terusan dililit kepahitan. 

Karenanya, seorang Muslim semestinya menjalani hidup ini dengan gembira dan suka cita; bukan terus-terusan dihimpit penyakit dan kesusahan. 
Jadinya menyedihkan; orang lain penuh sukacita, sedangkan kita senantiasa didera penderitaan.

Hanya saja, dan tentu saja, kesenangan semestinya datang di saat yang tepat.  
Sebab memiliki banyak makanan pada saat sakit perut, sama sialnya dengan tidak punya makanan di saat sehat.




Catatan:
  • Jika hati kita bersih, tinggal di mana pun dan jadi apa pun, kita bisa tenteram. Sebaliknya, berperan sebagai apa pun, jika hati kita lusuh akan sulit menemukan kebahagiaan. Karenanya, jika kita tidak berbahagia atau tidak tenteram, barangkali ada yang tidak beres dengan hati kita.


(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: