BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Minggu, 26 Februari 2012

Jangan hanya bisa menyalahkan


Seorang Muslim tidak layak memiliki prinsip ‘jika mau terjadi, terjadilah’. 
Seorang Muslim harus memiliki prinsip mencegah sesuatu yang buruk dan berikhtiar meraih sesuatu yang baik. 
Berserah diri kepada Allah artinya manusia harus berupaya sekuat kemampuannya, tapi tawakal dalam melihat hasil akhirnya; dan bukan diam. 
Sebab, Muslim miskin yang tak pernah berikhtiar beda nilainya dengan Muslim melarat yang selalu berusaha. Yang pasti, setiap ikhtiar pasti memiliki nilai pahala.


Jadi, jika ingin terlepas dari penderitaan, kita harus menentukan sendiri jalan hidup kita. 
Hasil akhirnya, baru terserah Tuhan.

Biasanya, di awalnya, kita menyerahkan jalan hidup kepada Tuhan, namun akhirnya justru menuding Tuhan sebagai tidak adil.  

Semestinya diingat, agama tidak menghadirkan penderitaan, manusialah yang mengaitkan penderitaannya dengan agama. 
Tuntunan agama seharusnya membawa keceriaan, bukan memperpanjang kesengsaraan dan kesedihan. 


Dari sebab itu, hadapi semua perkara semaksimal kemampuan. 
Hadapi dengan tegar, karena hidup harus berjalan terus. 
Lagi pula, harapan selalu terbuka, jangan panik. 

Muslim harus memiliki motivasi percaya diri. 
Harus punya kemampuan membasmi rasa takut; sebab salah satu andil terbesar dari kekalahan adalah perasaan takut kalah.
Karenanya, hilangkan perasaan takut kalah tersebut. 

Memang, berhasil atau gagal pada akhirnya sesuai kehendak Allah; tapi jika kita sudah berusaha, kita sudah menunjukkan bahwa kita adalah seorang Muslim yang sebenar-benarnya.

Yang jelas, keberuntungan yang datang secara begitu saja, amatlah jarang. 
Dalam kebanyakan realita, keberuntungan yang dialami seseorang, selain karena orang itu berada dalam situasi dan kondisi yang tepat, dikarenakan orang tersebut mampu memanfaatkan peluang. 

Jadi, yang namanya keberuntungan adalah ketika kita tidak menyia-nyiakan kesempatan. 
Yang namanya keberuntungan bukan sesuatu yang datang begitu saja.


Mesti diingat, yang sudah terjadi, itu takdir; tapi yang belum terjadi, itu peluang. 

Yang sudah terjadi tak bisa kita tolak; tapi apa yang sudah terjadi bisa kita rubah dengan usaha yang tekun. 
Apa yang telah terjadi, baik kepada diri kita maupun kepada orang lain, hakekatnya adalah bahan perenungan untuk kita; bahwa setiap orang punya tantangan yang harus dihadapi, bahwa semua orang punya masalah. 
Artinya, ketika menderita, kita tidak sendirian;  ada ribuan orang lainnya yang juga lebih sengsara.


Memang, kesedihan adalah satu hal yang wajar dialami makhluk yang memiliki perasaan; tapi bersedih tidak menyelesaikan masalah. 
Kita harus tetap tegar, harus tetap memiliki semangat; tidak ada yang perlu dicemaskan atau ditakutkan. 

Semestinya disadari, kebahagiaan yang mutlak betul-betul sempurna tidak akan ditemukan manusia. 
Yang penting, selama sesuai dengan kemampuan, dalam hidup selalu ada harapan. 
Namun harapan tidak menjadi realita dengan menangis dan melamun. 
Harapan harus direalitakan dengan tetap berusaha.






MEMILIKI KEMAUAN UNTUK MERUBAH KEADAAN

Keinginan untuk lebih dari orang lain kadang jadi penyebab seseorang mengeluh. 
Selama tidak melahirkan sikap putus asa dan anggapan Tuhan tidak adil, mengeluh tidaklah berdosa. 

Mengeluh adalah hal yang manusiawi; sebab hanya robot atau boneka yang biasanya tidak pernah mengeluh. 
Yang pasti, mengeluh itu tidak menyelesaikan masalah; dan yang sering mengeluh umumnya hanyalah orang-orang yang lemah.


Memang, dalam hal yang positip, tak ada orang yang unggul dalam segala perkara. 
Namun setiap Muslim harus memiliki semangat untuk melakukan sesuatu yang melebihi orang lain; paling tidak, pada satu hal.

Realitanya, kebodohan adalah salah satu akar dari kemelaratan; sebab kebodohan bisa membuat seseorang tidak tahu harus berbuat apa. 
Jadi, jika ada Muslim yang masih terlilit kemiskinan, itu bukannya karena mereka tak mau berubah, tapi bisa jadi karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. 

Karenanya, belajar dari apa yang dilakukan oleh orang lain --agar bisa keluar dari kebodohan-- merupakan satu kemestian.


Dari hal di atas, kita tidak boleh menyalahkan seratus persen begitu saja orang yang tak bisa merubah kehidupannya menjadi lebih baik.
Sebab banyak faktor pendukung yang berbeda yang membuat tingkat keberhasilan juga berbeda. 

Lagi pula kehidupan bisa berubah tidak semata-mata karena seseorang punya kemauan untuk merubahnya, tapi juga harus disertai dengan kemampuan untuk merubahnya.
Kenyataannya, kemauan dan kemampuan ibarat dua sisi mata uang; jika salah satunya tidak ada, ia menjadi tidak bernilai. 

Namun, tentu saja, hal tersebut tidak patut dijadikan alasan untuk berhenti berusaha. 
Sebab, hakekatnya, kehendak dan ridha Allah untuk adanya perubahan pada hidup kita akan lebih dekat jika kita sendiri tidak berhenti dalam berusaha.

Yang penting, dalam melakoni hidup ini, selain jangan suka menyalahkan orang lain, adalah jangan terjebak dalam perasaan negatip yang keterlaluan; karena perasaan buruk bisa menimbulkan keadaan menjadi lebih terpuruk. 

Contohnya, ketidakyakinan untuk sembuh bisa membuat penyakit terasa semakin berat. 
Begitu pula perasaan akan gagal justru bisa membuat usaha kita lebih condong pada kegagalan. 

Karenanya, Muslim harus memiliki motivasi untuk bertahan hidup. 
Harus optimis; jangan terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan keadaan. 
Harus yakin, bahwa pada akhirnya Allah jugalah yang menentukan segala sesuatunya.


Yang jelas, seorang Muslim tidak akan mengenyampingkan kenyataan bahwa yang namanya keberhasilan dan kegagalan di dunia adalah suatu hal yang manusiawi, suatu hal yang layak terjadi. 
Apa pun hasilnya, seorang Muslim akan tetap berusaha dan berusaha, ia tak mengenal istilah putus asa. 
Ia tidak akan menutupi kekurangannya dengan hanya mengeluh.


Semestinya diingat, Muslim yang senantiasa memikirkan sebuah kegagalan atau sesuatu yang hilang darinya, ia akan selalu terperangkap di dalam penderitaan; di dalam ketidaktenteraman. 



(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: