BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Senin, 27 Februari 2012

MENGHADAPI MASALAH


Perkara yang paling ingin dihindari dan dikhawatirkan manusia adalah masalah atau musibah. 

Realitanya, apa yang dicemaskan ini merupakan suatu hal yang umum menimpa semua manusia, tanpa pengecualian. 
Hanya saja, penderitaan yang mampir dalam kehidupan seorang manusia lebih sering terkait dengan kelalaian atau kebodohan orang itu sendiri.


Yang namanya masalah --sumber dari semua ketidaktenteraman dan penderitaan-- harus dihadapi dengan sikap yang tenang dan tepat, dengan sikap yang tidak panik secara berlebihan. 

Terperangkap dalam sebuah masalah secara berlebihan justru bisa menambah masalah baru, seperti menurunnya kesehatan fisik maupun psikis. 
Padahal, dalam menghadapi masalah, kesehatan fisik dan psikis amat dibutuhkan.

Karenanya, jangan memikirkan masalah secara berlebihan; apa lagi jika masalah itu bukan masalah kita. 

Realitanya, kita sering ikut mencemaskan masalah orang lain; padahal yang lebih pantas menyelesaikan masalah itu sebenarnya orang itu sendiri, sebab ia lebih mengetahui permasalahan yang diakibatkan oleh kecerobohannya sendiri. 

Pada beberapa kasus, kadang masalah datang atau diakibatkan oleh orang yang dekat dengan kita; dari sahabat, suami, anak, atau malah cucu kita.


Dalam menyelesaikan masalah-masalah, sebaiknya dibuat skala prioritas. 
Jika tidak mampu menyelesaikan masalah yang berat sekaligus, usahakan menanggulangi masalah secara bertahap. 
Artinya, masalah itu dicicil sesuai kemampuan dan bukan dibiarkan berlarut-larut. 

Lagi pula, jangan mengejar sesuatu yang baru dengan melalaikan masalah yang belum selesai; sebab akan menjadi sangat sulit menuntaskan perkara baru jika masalah lama belum dibereskan. 
Karenanya, biasakanlah menuntaskan masalah; jangan melarikan diri dari masalah.


Satu hal yang pantas dicamkan, jangan sombong; jangan sok jago, jangan sok pintar

Jangan remehkan hal-hal yang kecil, sebab masalah besar kadang muncul dari perkara yang sepele. 
Yang terbaik, tentu saja, jangan mengundang masalah. 
Artinya, sebelum melakukan sebuah tindakan, perhitungkan segala sesuatunya dengan seksama, dengan matang. 
Kalaupun nanti ada masalah yang hadir, kita sudah siap dengan solusinya.


Dari hal-hal di atas, segala sesuatu itu harus disikapi secara seimbang
Jangan  membesar-besarkan masalah, tapi juga jangan menganggap remeh masalah. 
Sebab, baik membesar-besarkan masalah maupun meremehkan masalah bisa membuat masalah yang kecil dan mudah menjadi perkara yang rumit

Yang jelas, bagi seorang Muslim yang meyakini Allah pasti menolongnya, setiap masalah akan dihadapinya tanpa rasa cemas yang berlebihan. 
Sebab, selama yakin punya Penolong, seorang Muslim tidaklah layak dicengkeram perasaan cemas serupa itu.

Yang pasti, kita harus yakin bahwa hanya Allah yang jadi Pelindung dan Penolong kita setiap saat. 
Yang akan menggembirakan dan menghibur kita dalam setiap masalah atau peran apapun yang kita lakoni.






KEHIDUPAN DUNIAWI MUSTAHIL TANPA MASALAH

Dengan alasan untuk meraih ketenteraman hidup, tak sedikit orang mencari bentuk spiritualisme baru yang terbebas dari tata cara peribadatan yang ruwet dan memberatkan. 

Salah satunya dengan cukup bersemadi, mengubur semua keinginan yang bersifat materi; termasuk tidak memikirkan hari esok. 
Sebab, bagi mereka, memikirkan hari esok sama artinya dengan memikirkan kecemasan dengan apa yang akan terjadi; sama artinya dengan mencemaskan bagaimana kita akan makan, bagaimana kita akan hidup di tengah kejahatan yang merajalela di masyarakat.

Memang, orang bisa tenang tenteram jika melepaskan diri sama sekali dari semua keinginan duniawi seperti di atas; sebab keinginanlah yang melahirkan masalah. 
Namun --kecuali para sufi, biksu, rahib, pendeta atau para biarawan-- kebanyakan manusia awam mustahil melepaskan diri sama sekali dari keinginan keduniawian. 

Karenanya, menjauhkan diri dari semua keinginan yang bersifat keduniawian, selain mustahil, bukanlah solusi untuk meraih ketenteraman hidup.
Melarikan diri dari realita sama artinya dengan menyia-nyiakan kemampuan yang diberikan Tuhan kepada kita. 
Sama artinya dengan tidak mensyukuri kesehatan dan kelengkapan jasmani yang dianugerahkan Allah. 

Karenanya, bukan satu hal yang salah jika seorang Muslim ingin merubah keadaannya menjadi lebih baik dari yang sedang dilakoninya.  
Yang penting, ia melakukannya sesuai kemampuan yang dimilikinya.






MEMPERTONTONKAN KEBODOHAN

Jika tepat pemanfaatan dan perhitungannya, pinjaman bisa merupakan solusi dari masalah kita.  
Tapi jika tidak tepat, dan ini yang lebih sering terjadi, pinjaman atau mengutang justru menambah masalah.

Sebenarnya kita tahu  perbedaan --dan tahu mana yang lebih utama-- antara keinginan dengan kebutuhan
Tapi dalam prakteknya kita cenderung tak bisa memilahnya. 
Kita cenderung tak bisa memberi garis batas di antara keduanya. 
Dalam prakteknya banyak yang kita beli, dengan mengutang, tidaklah berdasarkan kebutuhan tapi lebih condong pada keinginan.

Parahnya, bila keinginan itu karena ingin dipuji orang lain; ingin orang lain terkesan dengan apa yang kita miliki. 
Artinya, yang kita beli sebenarnya bukanlah sesuatu yang mendesak atau penting. 
Padahal memiliki sesuatu yang di luar kemampuan sama saja dengan menipu diri sendiri; sama saja dengan mempertontonkan kebodohan kita.


Kalau sudah begitu, kita baru menyesal tidak mendengarkan saran orang lain yang bermaksud baik kepada kita. 
Padahal dulu, ketika orang lain mengingatkan kita akan dampak buruk mengutang, kita menilainya sekadar sebagai orang yang iri hati kepada kita. 

Sekarang, ketika sudah terlilit masalah, kita menyalahkan orang lain yang tak mau menolong kita. 
Malah menyalahkan agama, menuduh Tuhan tidak adil. 

Padahal bagi seorang Muslim, kemahaadilan Allah itu untuk diyakini; bukan untuk dipertanyakan.




Bagikan blog BEBAS MERDEKA PISAN ini kepada teman-teman Anda dengan meng-klik 'bagikan'/'share'...
Semoga balasan pahala akhirat yang kekal menjadi imbalan yang terbaik buat Anda...

(Alfa Qr)

Tidak ada komentar: