BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Senin, 27 Februari 2012

Lebih mungkin masuk neraka


Kita mesti meyakini Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang; Allah pasti Mahaadil, Allah mustahil aniaya. 
Artinya, setiap perbuatan di dunia, dan yang bersifat keduniawian, yang dilakukan seorang manusia (baik Muslim, Yahudi, Nasrani, maupun atheis) akan mendapat balasan. 

Sebuah kebajikan atau perbuatan baik akan mendapat balasan yang baik; sebuah kejahatan atau perbuatan buruk akan mendapat balasan yang buruk.


Sedangkan perbuatan yang bersifat ritus ibadat, hanya yang dikerjakan seorang Muslim yang akan mendapat balasan pahala Allah Swt, itu pun jika benar melaksanakannya; artinya sesuai dengan yang dituntunkan Nya.   
Sementara ritus ibadat nonmuslim tidak akan mendapat balasan pahala Allah. 
Dengan kata lain, dalam penilaian Allah, ritus ibadat mereka sia-sia.


Perbuatan baik yang bersifat keduniawian yang dilakukan seorang nonmuslim saat di dunia, akan mendapat balasan baik yang sama besarnya dari Allah tanpa dikurangi sedikit pun. 
Tapi balasannya yang berupa kebaikan dan keberuntungan hanya diberikan di dunia, tidak di akhirat.


Perbuatan baik yang dilakukan seorang Muslim di dunia, baik yang bersifat keduniawian maupun ritus ibadat, akan mendapat balasan baik berupa pahala sepuluh sampai tujuhratus kali lipat besarnya dari perbuatan baik tersebut. 
Dan balasan kebaikannya bisa di dunia, atau nanti di akhirat.



Perbuatan buruk yang dilakukan seorang nonmuslim akan mendapat balasan buruk yang sama besarnya dari Allah tanpa ditambahi sedikit pun; dan balasannya berupa keburukan pula yang akan menimpanya, yang bisa di dunia ataupun bisa di akhirat. 

Itu sebabnya, ada keburukan nonmuslim yang tidak dibalas dengan keburukan di dunia (tapi dibalas di akhirat).


Perbuatan buruk yang dilakukan seorang Muslim akan mendapat balasan buruk yang sama besarnya dari Allah tanpa ditambahi sedikit pun. 
Balasannya berupa keburukan pula yang akan menimpanya, yang bisa di dunia ataupun bisa di akhirat. 

Hanya saja perbuatan buruk seorang Muslim dimungkinkan untuk diampuni Allah di akhirat. 
Oleh sebab itu, di akhirat yang selamat hanyalah Muslim.



Dalam kenyataan sehari-hari, kebanyakan manusia lebih banyak berbuat keburukan daripada berbuat kebajikan. 
Contohnya, ketimbang menceritakan kebaikan orang lain, kita lebih sering membicarakan kejelekannya. 
Artinya, setiap harinya manusia lebih sering menambah dosa ketimbang menambah pahala. 

Dan itu berarti juga setiap manusia lebih dimungkinkan untuk masuk ke neraka ketimbang masuk ke surga.


Salah satu keuntungan bagi seorang Muslim adalah perbuatan baiknya diberi nilai sepuluh hingga tujuhratus kali dari yang dilakukannya. 

Sedangkan perbuatan baik nonmuslim hanya senilai apa yang dikerjakannya, itu pun hanya dibalas di dunia; dan tidak di akhirat.


Dari hal-hal di atas, jika ingin selamat masuk surga, jadilah Muslim yang menabur kebaikan. 
Muslim yang tidak merugikan orang lain.








SELAMAT DAN TIDAK SELAMAT

Ucapan selamat bisa dibagi dua kategori.  
Pertama, ucapan selamat sebagai sekadar respek atau menghormati.  
Kedua, ucapan selamat sebagai mendoakan agar selamat.

Selama menyangkut masalah di dunia dan bersifat keduniawian, ucapan selamat boleh disampaikan kepada siapa pun, termasuk kepada yang bukan Muslim. 



Ucapan selamat yang tidak perlu diucapkan untuk nonmuslim adalah ucapan selamat yang dimaksudkan sebagai doa agar selamat di akhirat.  
Mendoakan keselamatan di akhirat bagi nomuslim adalah satu kesia-siaan.  

Sebab, berbeda dengan di dunia, seseorang akan selamat di akhirat, dengan mendapat ampunan dari Allah, hanya jika ia seorang Muslim. 
Orang kafir, untuk semua keburukan yang dilakukannya saat di dunia, tidak akan mendapat ampunan Allah di akhirat.



Sedangkan mendoakan teman kita yang kafir agar usahanya maju, tidaklah dilarang. 

Sebab, kalau mendoakan seorang nonmuslim agar usahanya maju tidak diperkenankan, maka membeli barang dari nonmuslim tentunya lebih tidak diperbolehkan. 
Padahal dengan hanya sekadar mendoakan, seseorang belum tentu usahanya memperoleh keuntungan. 
Artinya, usahanya bisa maju bisa tidak. 
Tapi dengan membeli barang darinya, jelas ia yang kafir memperoleh keuntungan.


Jika mendoakan keberuntungan untuk nonmuslim tidak diperbolehkan, maka memberi keuntungan dengan nyata kepada orang kafir tentunya lebih tidak boleh. 
Artinya kita tidak boleh mengimpor barang dari Jepang atau dari Cina. 
Apa begitu realita duniawinya?



Ketika kita melihat orang yang berusaha menyelamatkan seorang ibu yang sedang hamil dalam sebuah kecelakaan, apa kita tidak boleh berdoa mohon keselamatan untuknya? 
Jika si ibu hamil yang berhasil diselamatkan itu ternyata kafir, apa kita harus menarik kembali doa yang sudah kita mohonkan kepada Allah tersebut? 


Kalau mendoakan keselamatan di dunia kepada kafir tidak boleh, maka menyelamatkan anak kecil [1] nonmuslim yang akan tenggelam tentunya lebih tidak boleh. 
Sebab tak ada jaminan anak kecil ini kelak akan jadi kafir yang tidak jahat. 
Apa begitu realitanya?


Jadi, mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan di masa damai kepada siapa pun yang tak berbuat aniaya kepada kita, selama menyangkut perkara di dunia atau bersifat keduniawian, adalah boleh
Termasuk kepada nonmuslim sekalipun. 

Yang aneh, jika seorang Muslim mendoakan temannya yang kafir, tapi tidak akur dengan sesama Muslim.








ALLAH MEMBERI KEBEBASAN UNTUK BERIMAN ATAU TIDAK

Dalam sebuah kisah sufi diceritakan, tiap kali bertemu orang kafir yang berbuat keburukan, Ibrahim As selalu berdoa agar Allah ‘Azza wa Jalla menimpakan azab kepada mereka. 

Namun Allah kemudian mengingatkan Ibrahim untuk menahan diri dalam mendoakan keburukan serupa itu; sebab ada alasan yang menyebabkan Allah tidak seketika itu juga menjatuhkan azab kepada orang kafir atau orang yang berbuat keburukan.

Pertama, Allah memberi kesempatan kepada orang kafir dan orang yang berbuat keburukan itu untuk bertobat. 
Kedua, Allah memberi kesempatan kepada mereka untuk melahirkan anak keturunan, sebab di antara anak keturunan mereka kelak akan ada yang menjadi orang yang beriman.  
Ketiga, jika tidak mau bertobat, Allah akan menurunkan azab yang lebih pedih kelak di akhirat; dan tidak seketika itu juga.


Dari kisah sufi di atas, kita bisa mengambil manfaat bahwa sebagai pengajak pada kebenaran kita ini sekadar penyampai; paling banter sebagai pemberi peringatan dan bukan penghukum (malah walau hanya mendoakan keburukan sekalipun). 

Karenanya, tidak layak kita memakai kekerasan ketika mengajak orang lain untuk memeluk Islam dengan lurus.

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.”  
(Qur’an, An Nahl [16]:93)

Mesti diingat, sebagai contoh, Umar bin Khaththab dan Khalid bin Walid pun sebelum jadi Muslim yang baik adalah kafir yang bengis dan pernah berbuat keburukan. 

Yang jelas, jika Allah menghendaki seseorang jadi beriman, pasti ada kebaikan yang jadi penyebabnya.




Catatan:
  • Sebuah bus penumpang mengalami kecelakaan masuk jurang. Di antara yang meninggal ada yang Muslim, nonmuslim, dan atheis. Begitu pula di antara yang selamat, ada yang Muslim, nonmuslim, dan atheis. Ini berarti, di dunia dan berkaitan dengan keduniawian, perkara selamat dan tidak selamat bisa menimpa siapa saja. Didoakan maupun tidak.
  • Keselamatan dan keberuntungan bisa saja merupakan balasan dari perbuatan baik. Di akhirat kelak, kebaikan seorang Muslim di dunia bisa saja jadi penebus dari dosa yang pernah dilakukannya. Artinya, Allah mengampuni seorang Muslim karena perbuatan baiknya. Itu sebabnya, ada kebaikan seorang Muslim --yang tampaknya-- tidak dibalas di dunia.
  • Sukses dalam keduniawian --meraih harta, jabatan dan kekuasaan-- bisa diraih oleh orang yang optimis, yang tekun dan berani; terlepas dia Muslim atau bukan. Sukses dalam beragama --merasakan harumnya surga di akhirat-- hanya bisa diraih oleh Muslim yang ikhlas; yang berpegang pada kebenaran, yang bertindak adil dan berperilaku jujur.
(Alfa Qr)


[1]  Manusia tidak tersentuh neraka karena dua kemungkinan. Pertama, karena tak memiliki dosa sama sekali; Kedua, karena dosanya diampuni Allah. 
Dari sebab itu, anak kecil (walau anak orang kafir) yang belum bisa membedakan tuntunan agama yang benar dengan yang salah, jika wafat akan dimasukkan ke dalam surga; sebab dinilai belum berdosa. 
Artinya jelas, walau kafir, jika orang tersebut dinilai tidak memiliki dosa maka ia tidak akan dimasukkan ke neraka. 
Pertanyaannya, apa mungkin ada orang dewasa yang sama sekali terluput dari berbuat keburukan, dari dosa?

Tidak ada komentar: