Karakter dan pandangan hidup seseorang,
besar kemungkinan terimbas pengaruh lingkungannya; baik lingkungan keluarga
maupun lingkungan sekitarnya yang lebih luas.
Contoh mudah bisa
diambil dari dongeng tentang dua orang anak kecil yang mengunjungi kebun
binatang. Tatkala melihat kera paling besar di antara kera lainnya yang lebih
kecil, si anak yang berasal dari pedesaan menyebutnya sebagai ‘ibu’; sementara
anak kecil satunya lagi yang berasal dari perkotaan, menganggapnya sebagai
‘raja’.
Adanya pebedaan ‘ibu’ dan ‘raja’ dalam menilai kera yang paling besar,
menunjukkan adanya situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda pula yang
mempengaruhi si anak.
Kalau dua orang anak
kecil saja bisa berlainan penilaiannya, apalagi orang yang sudah jenggotan; yang pengaruh dari luar
lingkungannya jauh lebih beragam.
Hal-hal semacam ini, semestinya dijadikan
pertimbangan untuk memaklumi perbedaan arah hidup ataupun kesukaan orang lain.
Sebab tiap orang mempunyai hak untuk memilih arah hidup, maupun memilih apa yang disukainya atau yang tidak disukainya.
Sebab tiap orang mempunyai hak untuk memilih arah hidup, maupun memilih apa yang disukainya atau yang tidak disukainya.
Karenanya, tidak menyukai sesuatu
bukan berarti harus mencela orang lain yang menyenanginya; terlebih dalam
masalah keyakinan agama.
Paling banter, kita
hanyalah saling mengingatkan.
Jika memprioritaskan mencari kesenangan dunia, jangan lupa bekal untuk di akhirat; jika memprioritaskan untuk mendapat kenikmatan di akhirat --dengan berperilaku seperti sufi, melakukan ‘tasawuf’-- jangan lupa kewajiban di dunia.
Masing-masing ada yang mesti ditunaikan.
Masing-masing ada imbalan yang adil dari Allah Yang Mahabijak. [1]
Jika memprioritaskan mencari kesenangan dunia, jangan lupa bekal untuk di akhirat; jika memprioritaskan untuk mendapat kenikmatan di akhirat --dengan berperilaku seperti sufi, melakukan ‘tasawuf’-- jangan lupa kewajiban di dunia.
Masing-masing ada yang mesti ditunaikan.
Masing-masing ada imbalan yang adil dari Allah Yang Mahabijak. [1]
MEMAKLUMI ADANYA PENYEBAB YANG MEMBUAT BERBEDA
Memaklumi adanya perbedaan tak berarti kita membenarkan pemahaman orang
lain; tapi kita memaklumi mengapa ia memiliki keyakinan seperti itu.
Sebab, biasanya, rangkaian pengalaman masa lampau ikut menunjang pada pemahaman dan perilaku seseorang.
Sebab, biasanya, rangkaian pengalaman masa lampau ikut menunjang pada pemahaman dan perilaku seseorang.
Dari sebab itu, kita
tidak boleh begitu saja menyalahkan seseorang yang memiliki karakter buruk.
Karena sifat-sifat buruk orang tersebut, kalau bukan oleh faktor lingkungan dan poladidik yang salah di masa kanak-kanaknya, dimungkinkan lahir oleh peristiwa-peristiwa yang mengecewakan dan memojokkan dirinya di masa silam.
Karena sifat-sifat buruk orang tersebut, kalau bukan oleh faktor lingkungan dan poladidik yang salah di masa kanak-kanaknya, dimungkinkan lahir oleh peristiwa-peristiwa yang mengecewakan dan memojokkan dirinya di masa silam.
Tapi, tentu saja,
itu tidak berarti bahwa pemahaman yang salah dan sifat buruk tersebut harus
dibiarkan.
Hanya saja, cara menghilangkannya mesti dengan pendekatan yang bijak.
Sebab, berusaha menuntaskan masalah hanya dengan emosi justru akan menimbulkan masalah baru.
Hanya saja, cara menghilangkannya mesti dengan pendekatan yang bijak.
Sebab, berusaha menuntaskan masalah hanya dengan emosi justru akan menimbulkan masalah baru.
MEMAKLUMI JALAN BERBEDA YANG DITEMPUH ORANG LAIN
Ada orang yang berpaham bahwa bersentuhan dengan orang lain itu membatalkan
wudhu.
Seorang Muslim yang
toleran akan menyikapi hal itu justru dengan rasa hormat kepada orang tersebut,
karena orang itu berpegang kepada nash Qur’an surat Al-Maai’dah sesuai bunyi
zahirnya ayat yang membatalkan wudhu. Sementara sebagian Muslim lainnya
menganggap menyentuh (lams) sebagai
hubungan intim (bersetubuh, jima)
suami dengan istrinya.
Sikap hormat kita
seharusnya juga berlaku untuk masalah-masalah lainnya, selama perkara itu tetap
berpegang kepada dalil dari Qur’an atau sunnah. Walau, dikarenakan perbedaan
interpretasi serta kemampuan penalaran tiap orang berlainan, penerjemahan ke
dalam pemahamannya menjadi tidak sama.
Dari sebab itu, kita harus memaklumi
orang yang berpegang pada kejelasan zahir kalimat dalam ayat 31 surat An-Nuur,
yang memahami ayat tersebut sebagai perintah kepada perempuan untuk menutup
dada.
Mereka mengaitkan sebab turunnya ayat ini dengan masalah perhiasan, terutama menyangkut gelang di kaki yang dihukumkan sebagai makruh yang amat sangat; dan bukan masalah rambut.
Mereka mengaitkan sebab turunnya ayat ini dengan masalah perhiasan, terutama menyangkut gelang di kaki yang dihukumkan sebagai makruh yang amat sangat; dan bukan masalah rambut.
Mereka tidak melihat
adanya perintah yang tegas (to the point) dalam Qur’an yang memerintahkan
menutup rambut hingga tidak kelihatan sama sekali, walau hanya satu baris
kalimat pun.
Suatu hal yang berbeda dengan larangan minum khamr atau berjudi, atau perintah salat dan saum, yang selain jelas dan tegas tapi juga diulang-ulang.
Padahal mustahil Allah Subhanahu wa Ta’ala lupa mengharamkan suatu perkara secara tegas dan jelas, sementara dalam mengharamkan perkara lainnya diulang-ulang.
Suatu hal yang berbeda dengan larangan minum khamr atau berjudi, atau perintah salat dan saum, yang selain jelas dan tegas tapi juga diulang-ulang.
Padahal mustahil Allah Subhanahu wa Ta’ala lupa mengharamkan suatu perkara secara tegas dan jelas, sementara dalam mengharamkan perkara lainnya diulang-ulang.
Lagipula ada hadis yang melarang wanita muslim memakai rambut tambahan. Logikanya, tak perlu ada hadis semacam itu jika memang tidak ada wanita yang memakai sanggul. Dan logikanya pula, tak ada gunanya wanita memakai sanggul jika rambut tak boleh kelihatan. Jelas, keberadaan hadis itu menunjukkan adanya wanita muslim yang kelihatan rambutnya. Larangan memakai rambut palsu itu makruh yang amat sangat.
Memang ada hadis
yang meriwayatkan Nabi Saw menunjuk
muka dan tangan saat ditanya tentang bagian tubuh wanita yang boleh kelihatan.
Namun, kalau kata menyentuh boleh ditafsirkan sebagai ‘hubungan badan suami dengan istrinya’, apa menunjuk wajah tidak boleh dimaksudkan sebagai menunjuk kepala; dan menunjuk tangan diartikan sebagai anggota badan selain tubuh?
Namun, kalau kata menyentuh boleh ditafsirkan sebagai ‘hubungan badan suami dengan istrinya’, apa menunjuk wajah tidak boleh dimaksudkan sebagai menunjuk kepala; dan menunjuk tangan diartikan sebagai anggota badan selain tubuh?
Bukankah yang mengatakan ‘menunjuk wajah’ itu perawi hadis; bagaimana jika si
perawi hadis mengatakan menunjuk hidung? Apa hanya hidung saja yang boleh
kelihatan?
Padahal untuk menunjukkan kepala, seseorang bisa saja menunjuk ke arah mata atau hidung.
Padahal untuk menunjukkan kepala, seseorang bisa saja menunjuk ke arah mata atau hidung.
Dari hal di atas,
adanya perbedaan pemahaman dimungkinkan oleh adanya ketidaksamaan dalam cara ’melihat’.
Yang jelas, memakai
jilbab seperti yang biasa dipakai wanita Islam, karena lebih menjaga kehormatan
seorang Muslimah, lebih utama untuk dilaksanakan.
PEMAHAMAN AGAMA, TANGGUNG JAWAB MASING-MASING
Banyak orang kafir yang bertemu tuntunan Islam tapi sama sekali tidak tertarik
untuk memeluknya.
Salah satu penyebabnya karena mereka melihat ajaran Islam tampak memberatkan; padahal sebenarnya tidak.
Yang membuatnya jadi kelihatan memberatkan adalah fikih yang tidak benar; yang merupakan hasil ijtihad sebagian orang.
Salah satu penyebabnya karena mereka melihat ajaran Islam tampak memberatkan; padahal sebenarnya tidak.
Yang membuatnya jadi kelihatan memberatkan adalah fikih yang tidak benar; yang merupakan hasil ijtihad sebagian orang.
Di agama lain, cara
berdoa itu tidak berat.
Dalam keadaan ‘dekil’ sekalipun orang bisa berdoa.
Jelas sekali, agama orang lain itu tidak memberatkan.
Di agama kita, walau sudah bersuci, jika ada sedikit saja yang tak sempurna, langsung ditolak amalnya.
Yang jadi pertanyaan, apa Tuhan itu banyak? Apa Tuhan mereka berbeda dengan Tuhan kita?
Kalau Tuhan itu satu, mengapa Tuhan itu kepada mereka tampaknya begitu kasih, sementara kepada kita Tuhan itu sepertinya memberatkan?
Dalam keadaan ‘dekil’ sekalipun orang bisa berdoa.
Jelas sekali, agama orang lain itu tidak memberatkan.
Di agama kita, walau sudah bersuci, jika ada sedikit saja yang tak sempurna, langsung ditolak amalnya.
Yang jadi pertanyaan, apa Tuhan itu banyak? Apa Tuhan mereka berbeda dengan Tuhan kita?
Kalau Tuhan itu satu, mengapa Tuhan itu kepada mereka tampaknya begitu kasih, sementara kepada kita Tuhan itu sepertinya memberatkan?
Jelas, Penguasa alam
semesta itu hanya ada satu.
Artinya, Tuhan kita adalah Tuhan mereka juga.
Jelas, ajaran yang memberatkan itu bukan tuntunan Allah, tapi pemahaman sebagian orang; sebab tuntunan Islam mustahil memberatkan.
Karenanya, seorang Muslim tidak perlu mencela Muslim lain yang berpaham bahwa hukum berjilbab --ataupun pada beberapa perkara lain-- sekadar keutamaan dan bukan satu kemestian.
Artinya, Tuhan kita adalah Tuhan mereka juga.
Jelas, ajaran yang memberatkan itu bukan tuntunan Allah, tapi pemahaman sebagian orang; sebab tuntunan Islam mustahil memberatkan.
Karenanya, seorang Muslim tidak perlu mencela Muslim lain yang berpaham bahwa hukum berjilbab --ataupun pada beberapa perkara lain-- sekadar keutamaan dan bukan satu kemestian.
Tentu saja, siapa
pun akan setuju bahwa memakai jilbab, seperti yang biasa terlihat dan dipakai
wanita Islam, lebih menjaga kehormatan seorang Muslimah.
Namun kita tetap harus menghormati pemahaman orang lain yang beralasan kepada zahirnya dan asbab nuzulnya ayat tersebut.
Namun kita tetap harus menghormati pemahaman orang lain yang beralasan kepada zahirnya dan asbab nuzulnya ayat tersebut.
Untuk masalah jilbab
ini, hendaknya dikembalikan kepada satu hal: bahwa tanggung jawab seseorang
kepada Tuhannya, ditanggung oleh yang bersangkutan sesuai kadar akal dan kadar
ilmunya.
Sudah sepantasnya yang tidak berjilbab menaruh hormat kepada Muslimah yang berjilbab.
Sebaliknya, yang memakai jilbab menghormati keyakinan mereka yang tidak berjilbab selama auratnya tertutup dan kehormatannya terjaga.
Sudah sepantasnya yang tidak berjilbab menaruh hormat kepada Muslimah yang berjilbab.
Sebaliknya, yang memakai jilbab menghormati keyakinan mereka yang tidak berjilbab selama auratnya tertutup dan kehormatannya terjaga.
Jelas, dalam
memahami satu perkara, seorang Muslim bisa salah.
Namun manusia berbuat kesalahan pasti ada sebabnya; kalau sebabnya bisa dimaklumi atau dimaafkan, pasti Allah akan memaafkan orang tersebut.
Sebab, selain Maha Pemaaf, Allah itu pasti Mahatahu dan Mahaadil.
Namun manusia berbuat kesalahan pasti ada sebabnya; kalau sebabnya bisa dimaklumi atau dimaafkan, pasti Allah akan memaafkan orang tersebut.
Sebab, selain Maha Pemaaf, Allah itu pasti Mahatahu dan Mahaadil.
PENYAMPAIAN HARUS LEMBUT
Selama berpegang teguh pada keyakinan masing-masing, perbedaan pendapat
mustahil dihilangkan.
Di hadapan Allah kelak, masing-masing orang harus mempertanggungjawabkan dan mengemukakan alasan untuk setiap yang diyakininya.
Karenanya, jangan sampai perbedaan pendapat mengakibatkan pertengkaran, apalagi perpecahan.
Di hadapan Allah kelak, masing-masing orang harus mempertanggungjawabkan dan mengemukakan alasan untuk setiap yang diyakininya.
Karenanya, jangan sampai perbedaan pendapat mengakibatkan pertengkaran, apalagi perpecahan.
Mesti dicamkan,
untuk memotong kuku di jari kita, sebaiknya menggunakan gunting kuku; dan
bukan gergaji.
Memang, kebenaran
dan kesucian ajaran agama semestinya diperjuangkan tanpa kenal lelah.
Namun penyampaiannya haruslah lembut dan benar, jangan menipu hanya karena sekadar ingin banyak pengikut.
Namun penyampaiannya haruslah lembut dan benar, jangan menipu hanya karena sekadar ingin banyak pengikut.
Bagikan blog BEBAS MERDEKA PISAN ini kepada teman-teman Anda dengan meng-klik 'bagikan'/'share'...
Semoga balasan pahala akhirat yang kekal menjadi imbalan yang terbaik buat Anda...
(Alfa Qr)
[1] Manusia bebas memilih. Bersuka-suka
tanpa batas di dunia (yang semu) tapi celaka di akhirat; Atau hanya mengejar
sebesar-besarnya kebahagiaan di akhirat (yang kekal); Atau berbahagia di dunia
sekaligus di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar