BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Senin, 27 Februari 2012

Menghormati perbedaan


Karakter dan pandangan hidup seseorang, besar kemungkinan terimbas pengaruh lingkungannya; baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitarnya yang lebih luas.
Contoh mudah bisa diambil dari dongeng tentang dua orang anak kecil yang mengunjungi kebun binatang. Tatkala melihat kera paling besar di antara kera lainnya yang lebih kecil, si anak yang berasal dari pedesaan menyebutnya sebagai ‘ibu’; sementara anak kecil satunya lagi yang berasal dari perkotaan, menganggapnya sebagai ‘raja’. 

Adanya pebedaan ‘ibu’ dan ‘raja’ dalam menilai kera yang paling besar, menunjukkan adanya situasi dan kondisi lingkungan yang berbeda pula yang mempengaruhi si anak.

Kalau dua orang anak kecil saja bisa berlainan penilaiannya, apalagi orang yang sudah jenggotan; yang pengaruh dari luar lingkungannya jauh lebih beragam. 
Hal-hal semacam ini, semestinya dijadikan pertimbangan untuk memaklumi perbedaan arah hidup ataupun kesukaan orang lain. 
Sebab tiap orang mempunyai hak untuk memilih arah hidup, maupun memilih apa yang disukainya atau yang tidak disukainya. 
Karenanya, tidak menyukai sesuatu bukan berarti harus mencela orang lain yang menyenanginya; terlebih dalam masalah keyakinan agama.

Paling banter, kita hanyalah saling mengingatkan. 
Jika memprioritaskan mencari kesenangan dunia, jangan lupa bekal untuk di akhirat; jika memprioritaskan untuk mendapat kenikmatan di akhirat --dengan berperilaku seperti sufi, melakukan ‘tasawuf’-- jangan lupa kewajiban di dunia. 
Masing-masing ada yang mesti ditunaikan. 
Masing-masing ada imbalan yang adil dari Allah Yang Mahabijak. [1]



MEMAKLUMI ADANYA PENYEBAB YANG MEMBUAT BERBEDA

Memaklumi adanya perbedaan tak berarti kita membenarkan pemahaman orang lain; tapi kita memaklumi mengapa ia memiliki keyakinan seperti itu. 
Sebab, biasanya, rangkaian pengalaman masa lampau ikut menunjang pada pemahaman dan perilaku seseorang.

Dari sebab itu, kita tidak boleh begitu saja menyalahkan seseorang yang memiliki karakter buruk. 
Karena sifat-sifat buruk orang tersebut, kalau bukan oleh faktor lingkungan dan poladidik yang salah di masa kanak-kanaknya, dimungkinkan lahir oleh peristiwa-peristiwa yang mengecewakan dan memojokkan dirinya di masa silam.
Tapi, tentu saja, itu tidak berarti bahwa pemahaman yang salah dan sifat buruk tersebut harus dibiarkan. 
Hanya saja, cara menghilangkannya mesti dengan pendekatan yang bijak. 
Sebab, berusaha menuntaskan masalah hanya dengan emosi justru akan menimbulkan masalah baru.



MEMAKLUMI JALAN BERBEDA YANG DITEMPUH ORANG LAIN

Ada orang yang berpaham bahwa bersentuhan dengan orang lain itu membatalkan wudhu.
Seorang Muslim yang toleran akan menyikapi hal itu justru dengan rasa hormat kepada orang tersebut, karena orang itu berpegang kepada nash Qur’an surat Al-Maai’dah sesuai bunyi zahirnya ayat yang membatalkan wudhu. Sementara sebagian Muslim lainnya menganggap menyentuh (lams) sebagai hubungan intim (bersetubuh, jima) suami dengan istrinya.

Sikap hormat kita seharusnya juga berlaku untuk masalah-masalah lainnya, selama perkara itu tetap berpegang kepada dalil dari Qur’an atau sunnah. Walau, dikarenakan perbedaan interpretasi serta kemampuan penalaran tiap orang berlainan, penerjemahan ke dalam pemahamannya menjadi tidak sama. 

Dari sebab itu, kita harus memaklumi orang yang berpegang pada kejelasan zahir kalimat dalam ayat 31 surat An-Nuur, yang memahami ayat tersebut sebagai perintah kepada perempuan untuk menutup dada. 
Mereka mengaitkan sebab turunnya ayat ini dengan masalah perhiasan, terutama menyangkut gelang di kaki yang dihukumkan sebagai makruh yang amat sangat; dan bukan masalah rambut.

Mereka tidak melihat adanya perintah yang tegas (to the point) dalam Qur’an yang memerintahkan menutup rambut hingga tidak kelihatan sama sekali, walau hanya satu baris kalimat pun. 
Suatu hal yang berbeda dengan larangan minum khamr atau berjudi, atau perintah salat dan saum, yang selain jelas dan tegas tapi juga diulang-ulang. 
Padahal mustahil Allah Subhanahu wa Ta’ala lupa mengharamkan suatu perkara secara tegas dan jelas, sementara dalam mengharamkan perkara lainnya diulang-ulang.

Lagipula ada hadis yang melarang wanita muslim memakai rambut tambahan. Logikanya, tak perlu ada hadis semacam itu jika memang tidak ada wanita yang memakai sanggul. Dan logikanya pula, tak ada gunanya wanita memakai sanggul jika rambut tak boleh kelihatan. Jelas, keberadaan hadis itu menunjukkan adanya wanita muslim yang kelihatan rambutnya. Larangan memakai rambut palsu itu makruh yang amat sangat.

Memang ada hadis yang meriwayatkan Nabi Saw menunjuk muka dan tangan saat ditanya tentang bagian tubuh wanita yang boleh kelihatan. 
Namun, kalau kata menyentuh boleh ditafsirkan sebagai ‘hubungan badan suami dengan istrinya’, apa menunjuk wajah tidak boleh dimaksudkan sebagai menunjuk kepala; dan menunjuk tangan diartikan sebagai anggota badan selain tubuh? 
Bukankah yang mengatakan ‘menunjuk wajah’ itu perawi hadis; bagaimana jika si perawi hadis mengatakan menunjuk hidung? Apa hanya hidung saja yang boleh kelihatan? 
Padahal untuk menunjukkan kepala, seseorang bisa saja menunjuk ke arah mata atau hidung.

Dari hal di atas, adanya perbedaan pemahaman dimungkinkan oleh adanya ketidaksamaan dalam cara ’melihat’.
Yang jelas, memakai jilbab seperti yang biasa dipakai wanita Islam, karena lebih menjaga kehormatan seorang Muslimah, lebih utama untuk dilaksanakan.



PEMAHAMAN AGAMA, TANGGUNG JAWAB MASING-MASING

Banyak orang kafir yang bertemu tuntunan Islam tapi sama sekali tidak tertarik untuk memeluknya. 
Salah satu penyebabnya karena mereka melihat ajaran Islam tampak memberatkan; padahal sebenarnya tidak. 
Yang membuatnya jadi kelihatan memberatkan adalah fikih yang tidak benar; yang merupakan hasil ijtihad sebagian orang.

Di agama lain, cara berdoa itu tidak berat. 
Dalam keadaan ‘dekil’ sekalipun orang bisa berdoa. 
Jelas sekali, agama orang lain itu tidak memberatkan. 
Di agama kita, walau sudah bersuci, jika ada sedikit saja yang tak sempurna, langsung ditolak amalnya.  
Yang jadi pertanyaan, apa Tuhan itu banyak? Apa Tuhan mereka berbeda dengan Tuhan kita? 
Kalau Tuhan itu satu, mengapa Tuhan itu kepada mereka tampaknya begitu kasih, sementara kepada kita Tuhan itu sepertinya memberatkan?

Jelas, Penguasa alam semesta itu hanya ada satu
Artinya, Tuhan kita adalah Tuhan mereka juga. 
Jelas, ajaran yang memberatkan itu bukan tuntunan Allah, tapi pemahaman sebagian orang; sebab tuntunan Islam mustahil memberatkan. 
Karenanya, seorang Muslim tidak perlu mencela Muslim lain yang berpaham bahwa hukum berjilbab --ataupun pada beberapa perkara lain-- sekadar keutamaan dan bukan satu kemestian.

Tentu saja, siapa pun akan setuju bahwa memakai jilbab, seperti yang biasa terlihat dan dipakai wanita Islam, lebih menjaga kehormatan seorang Muslimah. 
Namun kita tetap harus menghormati pemahaman orang lain yang beralasan kepada zahirnya dan asbab nuzulnya ayat tersebut.
Untuk masalah jilbab ini, hendaknya dikembalikan kepada satu hal: bahwa tanggung jawab seseorang kepada Tuhannya, ditanggung oleh yang bersangkutan sesuai kadar akal dan kadar ilmunya.  
Sudah sepantasnya yang tidak berjilbab menaruh hormat kepada Muslimah yang berjilbab. 
Sebaliknya, yang memakai jilbab menghormati keyakinan mereka yang tidak berjilbab selama auratnya tertutup dan kehormatannya terjaga.

Jelas, dalam memahami satu perkara, seorang Muslim bisa salah. 
Namun manusia berbuat kesalahan pasti ada sebabnya; kalau sebabnya bisa dimaklumi atau dimaafkan, pasti Allah akan memaafkan orang tersebut.  
Sebab, selain Maha Pemaaf, Allah itu pasti Mahatahu dan Mahaadil. 



PENYAMPAIAN HARUS LEMBUT

Selama berpegang teguh pada keyakinan masing-masing, perbedaan pendapat mustahil dihilangkan
Di hadapan Allah kelak, masing-masing orang harus mempertanggungjawabkan dan mengemukakan alasan untuk setiap yang diyakininya
Karenanya, jangan sampai perbedaan pendapat mengakibatkan pertengkaran, apalagi perpecahan.
Mesti dicamkan, untuk memotong kuku di jari kita, sebaiknya menggunakan gunting kuku; dan bukan gergaji.

Memang, kebenaran dan kesucian ajaran agama semestinya diperjuangkan tanpa kenal lelah. 
Namun penyampaiannya haruslah lembut dan benar, jangan menipu hanya karena sekadar ingin banyak pengikut.





Bagikan blog BEBAS MERDEKA PISAN ini kepada teman-teman Anda dengan meng-klik 'bagikan'/'share'...
Semoga balasan pahala akhirat yang kekal menjadi imbalan yang terbaik buat Anda...
(Alfa Qr)


[1]   Manusia bebas memilih. Bersuka-suka tanpa batas di dunia (yang semu) tapi celaka di akhirat; Atau hanya mengejar sebesar-besarnya kebahagiaan di akhirat (yang kekal); Atau berbahagia di dunia sekaligus di akhirat.

Tidak ada komentar: