“Dan kepunyaan Allah-lah
timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui.”
(Qur’an, [2]:115)
(Qur’an, [2]:115)
Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang tidak
membebankan kewajiban di luar jangkauan kemampuan manusia, adalah satu-satunya
Tuhan yang diyakini oleh seorang Muslim.
Beriman kepadaNya berarti hanya Allah yang kita sembah; yang kita ikuti perintahNya dan kita jauhi laranganNya.
Tidak ada sesuatu pun yang serupa denganNya.
Tidak ada satu pun yang menyamaiNya atau dapat dipersamakan denganNya.
Tidak ada satu pun yang menyamaiNya atau dapat dipersamakan denganNya.
Tidak
ada, dan tidak boleh ada, satu makhluk pun yang bisa atau pantas dipersekutukan
denganNya.
Dan oleh karena tidak ada keterangannya yang sohih, tidak ada seorang pun yang mengetahui dzatNya maupun wujudNya.
Orang yang membayangkan Tuhan sebagai makhluk
serupa manusia dengan memakai atribut seperti jubah, mahkota, ikat pinggang
atau gelang emas --kenapa bukan memakai jas dan dasi?-- adalah orang yang
terobsesi dengan kisah-kisah zaman baheula,
seperti mitologi Yunani dan Romawi.
Mereka adalah para pembohong yang merendahkan derajat Tuhan setara dengan makhluk ciptaanNya.
Karenanya, seorang Muslim tak perlu repot-repot membayangkan dzat dan wujudNya.
Kita cukup
meyakini keberadaanNya, dan meyakini sifat-sifatNya yang Mahasuci Mahatinggi.
Yang pasti benar dan mustahil salah, yang pasti positif dan mustahil negatif.
Yang pasti benar dan mustahil salah, yang pasti positif dan mustahil negatif.
Realitanya, ada kesalahpahaman atau kesalahan
pemahaman mengenai Allah, yang disebabkan penyampaian ajaran agama Islam yang
tidak tepat; yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa berbuat kebajikan,
tapi dalam realitanya malah melebarkan jalan ke arah kerusakan.
Yang cenderung menimbulkan kesan bahwa Tuhan adalah penghukum, dan bukan Maha Pengasih.
Yang
lebih menonjolkan Tuhan sebagai jaksa penuntut yang garang, dan bukan sebagai
hakim yang bijaksana.
Yang berdampak kepada pengidentikan [agama] Islam dengan sebuah negara tirai besi; yang penuh aturan hukum, tapi justru tidak memberi ketenteraman pada penganutnya.
Yang membuat orang condong melihat hukum Allah
sebagai ancaman, dan bukan melindungi.
Padahal mesti selalu diyakini seorang Muslim:
ada dua sifat Allah yang senantiasa menyertai dan tidak terpisahkan dengan
sifat-sifat Allah yang lainnya, yaitu sifat Mahakuasa dan Mahaadil.
Mahakuasa berarti Allah tidak terikat dengan sesuatu apa pun, dan tidak ada sesuatu apa pun yang bisa mencegah Allah dalam berkehendak.
Sedangkan Mahaadil berarti segala sesuatu yang dikehendaki Allah tidaklah sewenang-wenang.
Karenanya, tak boleh terlintas dalam pikiran
seorang Muslim bahwa Allah terikat dengan suatu keharusan, yang membatasi
sifatNya yang Mahakuasa.
Atau menganggap Allah menentukan segala sesuatu dengan sewenang-wenang, yang mengingkari sifat Allah yang Mahaadil.
Atau menganggap Allah menentukan segala sesuatu dengan sewenang-wenang, yang mengingkari sifat Allah yang Mahaadil.
ADA SEBAB YANG TIDAK KITA KETAHUI
Tatkala Allah memberlakukan sifatNya Yang Maha Menjatuhkan, tidak ada
satu kekuatan pun yang bisa mencegah Allah Yang Mahakuasa menjatuhkan
seseorang.
Namun, dalam menjatuhkan orang tersebut, Allah Yang Mahaadil tidaklah sewenang-wenang; ada sebab atau faktor [1] yang membuat orang itu dijatuhkan.
Demikian pula saat Allah memberlakukan sifatNya Yang Maha Mengangkat, sifat Allah Yang Mahakuasa dan Mahaadil senantiasa disertakanNya.
Jelas, sifatNya Yang Mahaadil memustahilkan
Allah menghukum manusia --Muslim maupun bukan-- yang tidak merugikan makhluk
lain; yang tidak berbuat kerusakan kepada manusia maupun lingkungannya.
Karenanya, jika ada kejadian buruk atau kegagalan yang menimpa kita, selain disebabkan kekurangan kita (kebodohan dan kemalasan kita), bisa saja sebagai balasan dari perbuatan jahat yang telah kita lakukan.
Dan mustahil karena
kesewenang-wenangan Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Karenanya, hindari semua pikiran jahat atau niat jahat; apalagi perbuatan jahat yang merusak lingkungan dan merugikan orang lain.
Sebab, dengan tidak
sewenang-wenang, Allah pasti akan memberi balasan.
TAUHID, KEESAAN ALLAH DALAM SEMUA HAL
Akidah adalah keyakinan dalam ajaran suatu agama.
Tauhid, dasar pokok
akidah Islam, adalah keyakinan akan ke-esa-an Allah.
Makna tauhid, yang mudah dipahami orang awam, adalah: Kita meyakini tidak ada yang pantas kita sembah kecuali hanya Allah, karena kita meyakini tidak ada yang menciptakan dan memelihara segala sesuatu kecuali hanya Allah Azza wa Jalla, Yang Maha Agung dan Maha Luhur.
Dalam praktek, ada beberapa istilah tauhid.
Tauhid Uluhiyyah yaitu keesaan dalam dzatNya; tauhid rububiyyah yaitu keesaan
dalam pengaturanNya; tauhid ubudiyyah yaitu keesaan dalam penyembahanNya;
tauhid mulkiyyah yaitu keesaan dalam kekuasaanNya; tauhid hukmiyyah yaitu
keesaan dalam hukumNya.
Istilah-istilah tauhid seperti di atas barang
kali belum/tidak dikenal oleh banyak para Sahabat salaf ra.
Yang pasti, mereka bukan hanya mengenal makna tauhid, tapi juga benar-benar melaksanakannya.
“Perumpamaan orang yang mengingat Allah
dengan orang yang tidak mengingat Allah
adalah seperti orang hidup dengan orang
mati.”
(HR. Bukhari)
(Alfa Qr)
[1] Yang namanya sebab atau faktor di sini, bisa berupa (balasan)
perbuatan yang pernah dilakukan orang yang bersangkutan, bisa juga sekadar
Allah menguji keimanan orang tersebut. Kita tidak bisa dan tidak boleh
menentukan apalagi memastikan sebab-sebab atau faktor tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar