BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Rabu, 22 Februari 2012

ALLAH SWT


Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui.”  
(Qur’an, [2]:115)

Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang tidak membebankan kewajiban di luar jangkauan kemampuan manusia, adalah satu-satunya Tuhan yang diyakini oleh seorang Muslim. 

Beriman kepadaNya berarti hanya Allah yang kita sembah; yang kita ikuti perintahNya dan kita jauhi laranganNya.
Tidak ada sesuatu pun yang serupa denganNya. 
Tidak ada satu pun yang menyamaiNya atau dapat dipersamakan denganNya. 
Tidak ada, dan tidak boleh ada, satu makhluk pun yang bisa atau pantas dipersekutukan denganNya. 

Dan oleh karena tidak ada keterangannya yang sohih, tidak ada seorang pun yang mengetahui dzatNya maupun wujudNya.


Orang yang membayangkan Tuhan sebagai makhluk serupa manusia dengan memakai atribut seperti jubah, mahkota, ikat pinggang atau gelang emas --kenapa bukan memakai jas dan dasi?-- adalah orang yang terobsesi dengan kisah-kisah zaman baheula, seperti mitologi Yunani dan Romawi. 

Mereka adalah para pembohong yang merendahkan derajat Tuhan setara dengan makhluk ciptaanNya. 

Karenanya, seorang Muslim tak perlu repot-repot membayangkan dzat dan wujudNya. 
Kita cukup meyakini keberadaanNya, dan meyakini sifat-sifatNya yang Mahasuci Mahatinggi. 
Yang pasti benar dan mustahil salah, yang pasti positif dan mustahil negatif.


Realitanya, ada kesalahpahaman atau kesalahan pemahaman mengenai Allah, yang disebabkan penyampaian ajaran agama Islam yang tidak tepat; yang dilakukan oleh orang-orang yang merasa berbuat kebajikan, tapi dalam realitanya malah melebarkan jalan ke arah kerusakan. 

Yang cenderung menimbulkan kesan bahwa Tuhan adalah penghukum, dan bukan Maha Pengasih
Yang lebih menonjolkan Tuhan sebagai jaksa penuntut yang garang, dan bukan sebagai hakim yang bijaksana. 

Yang berdampak kepada pengidentikan [agama] Islam dengan sebuah negara tirai besi; yang penuh aturan hukum, tapi justru tidak memberi ketenteraman pada penganutnya. 
Yang membuat orang condong melihat hukum Allah sebagai ancaman, dan bukan melindungi.

Padahal mesti selalu diyakini seorang Muslim: ada dua sifat Allah yang senantiasa menyertai dan tidak terpisahkan dengan sifat-sifat Allah yang lainnya, yaitu sifat Mahakuasa dan Mahaadil

Mahakuasa berarti Allah tidak terikat dengan sesuatu apa pun, dan tidak ada sesuatu apa pun yang bisa mencegah Allah dalam berkehendak. 
Sedangkan Mahaadil berarti segala sesuatu yang dikehendaki Allah tidaklah sewenang-wenang.

Karenanya, tak boleh terlintas dalam pikiran seorang Muslim bahwa Allah terikat dengan suatu keharusan, yang membatasi sifatNya yang Mahakuasa. 
Atau menganggap Allah menentukan segala sesuatu dengan sewenang-wenang, yang mengingkari sifat Allah yang Mahaadil. 








ADA SEBAB YANG TIDAK KITA KETAHUI

Tatkala Allah memberlakukan sifatNya Yang Maha Menjatuhkan, tidak ada satu kekuatan pun yang bisa mencegah Allah Yang Mahakuasa menjatuhkan seseorang. 

Namun, dalam menjatuhkan orang tersebut, Allah Yang Mahaadil tidaklah sewenang-wenang; ada sebab atau faktor [1] yang membuat orang itu dijatuhkan. 

Demikian pula saat Allah memberlakukan sifatNya Yang Maha Mengangkat, sifat Allah Yang Mahakuasa dan Mahaadil senantiasa disertakanNya.


Jelas, sifatNya Yang Mahaadil memustahilkan Allah menghukum manusia   --Muslim maupun bukan--   yang tidak merugikan makhluk lain; yang tidak berbuat kerusakan kepada manusia maupun lingkungannya. 

Karenanya, jika ada kejadian buruk atau kegagalan yang menimpa kita, selain disebabkan kekurangan kita (kebodohan dan kemalasan kita), bisa saja sebagai balasan dari perbuatan jahat yang telah kita lakukan. 
Dan mustahil karena kesewenang-wenangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.  


Karenanya, hindari semua pikiran jahat atau niat jahat; apalagi perbuatan jahat yang merusak lingkungan dan merugikan orang lain.   
Sebab, dengan tidak sewenang-wenang, Allah pasti akan memberi balasan.










TAUHID, KEESAAN ALLAH DALAM SEMUA HAL

Akidah adalah keyakinan dalam ajaran suatu agama. 
Tauhid, dasar pokok akidah Islam, adalah keyakinan akan ke-esa-an Allah. 

Makna tauhid, yang mudah dipahami orang awam, adalah: Kita meyakini tidak ada yang pantas kita sembah kecuali hanya Allah, karena kita meyakini tidak ada yang menciptakan dan memelihara segala sesuatu kecuali hanya Allah Azza wa Jalla, Yang Maha Agung dan Maha Luhur.

Dalam praktek, ada beberapa istilah tauhid. 
Tauhid Uluhiyyah yaitu keesaan dalam dzatNya; tauhid rububiyyah yaitu keesaan dalam pengaturanNya; tauhid ubudiyyah yaitu keesaan dalam penyembahanNya; tauhid mulkiyyah yaitu keesaan dalam kekuasaanNya; tauhid hukmiyyah yaitu keesaan dalam hukumNya. 

Istilah-istilah tauhid seperti di atas barang kali belum/tidak dikenal oleh banyak para Sahabat salaf ra

Yang pasti, mereka bukan hanya mengenal makna tauhid, tapi juga benar-benar melaksanakannya.




“Perumpamaan orang yang mengingat Allah
 dengan orang yang tidak mengingat Allah
 adalah seperti orang hidup dengan orang mati.”
 (HR. Bukhari)
(Alfa Qr)


[1] Yang namanya sebab atau faktor di sini, bisa berupa (balasan) perbuatan yang pernah dilakukan orang yang bersangkutan, bisa juga sekadar Allah menguji keimanan orang tersebut. Kita tidak bisa dan tidak boleh menentukan apalagi memastikan sebab-sebab atau faktor tersebut.

Tidak ada komentar: