Ada orang yang
menjadi tidak percaya kepada tuntunan agama, dan menjadi atheis, disebabkan ia melihat apa yang menurutnya sebagai ketidakadilan tuhan atau dewa
penguasa alam.
Realitanya, ada orang yang dilahirkan sebagai
anak konglomerat; sementara di bagian dunia yang lain, ada yang dilahirkan
sebagai anak orang amat melarat.
Masa mudanya pun, yang satu berkelebihan dalam kemewahan, yang satunya lagi amat sangat menderita dalam kesengsaraan.
Masa mudanya pun, yang satu berkelebihan dalam kemewahan, yang satunya lagi amat sangat menderita dalam kesengsaraan.
Realitanya, ada orang yang mendapat akses kemudahan dalam menjalani kehidupannya; sementara di sisi lain, ada orang yang untuk hidup layak sebagai manusia saja amat sulit untuk meraihnya.
Realitanya, ada orang yang dilimpahi banyak kebaikan; sementara di sisi lain, ada orang yang tampaknya ditimpa kemalangan yang tiada hentinya.
Jelas, kalau kita bertanya lewat kaca mata
zahir, maka kita tidak akan menemukan apa yang namanya keadilan pada hal-hal di
atas tadi.
Sebab, bagaimana dikatakan adil jika satu orang mendapat kelebihan,
sementara yang lain tidak.
Bagaimana dikatakan adil jika ada orang yang begitu berbahagia; sementara di sisi lain, ada orang yang begitu menderita.
Tapi mesti diingat, jika manusia harus menuntut keadilan berdasar prasangka manusia, maka manusia yang dilahirkan di zaman dulu akan merasa diperlakukan tidak adil; karena di masa lampau akses untuk hidup yang layak, jauh lebih sulit dibandingkan manusia di zaman ini.
Karenanya, yang namanya kemahaadilan Tuhan
bukan berarti semua manusia harus mendapat kemudahan dan kesenangan yang sama.
Sebab jika kemahaadilan harus distandarkan serupa itu, orang-orang di masa
lampau --yang tak pernah menikmati listrik, radio, televisi, mobil, dan
kemudahan lainnya-- tentunya merasa diperlakukan tidak adil jika dibandingkan
dengan orang-orang di masa sekarang.
Orang-orang di masa lampau yang tak pernah mendapat kemudahan makanan enak seperti di zaman sekarang, tentunya akan menuntut Tuhan sebagai tidak adil.
Orang-orang di masa lampau yang tak pernah mendapat kemudahan makanan enak seperti di zaman sekarang, tentunya akan menuntut Tuhan sebagai tidak adil.
Jadi jelas, bagi seorang Muslim, kemahaadilan
Allah bukan semata-mata dari apa yang hanya diberlakukan Allah di dunia, tapi
juga termasuk dengan apa yang akan diberikan Allah sebagai balasan nanti di
akhirat.
Ketidaksamaan dalam mendapat kekayaan dan kemudahan di dunia, adalah sesuatu yang wajar dan pantas terjadi.
Sebab jika semua manusia harus mengalami
kesenangan dan penderitaan yang sama, kehidupan di dunia ini menjadi tak ada
maknanya; tak ada romantikanya.
Satu hal yang semestinya diwaspadai, ketika
kita mengharuskan apa yang kita inginkan mesti dikabulkan Allah --atau kita
mengharuskan segala sesuatu yang terjadi itu mesti sesuai dengan keinginan
kita-- maka secara sadar atau tidak, kita sepertinya sedang menguji akan
keberadaan dan kekuasaan Allah Azza wa
Jalla.
Padahal manusia tidak layak menguji Allah, Allah-lah yang sesungguhnya berhak menguji kita.
BAGIKAN/SHARE tulisan ini kepada teman-teman Anda yang lain.
SEMOGA BERKAH dan RIDHA ALLAH SWT terlimpah ruahkan kepada Anda sekeluarga.
(Alfa Qr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar