BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Rabu, 22 Februari 2012

Nasihat


Di samping memberi maaf, rasanya tidak ada perbuatan baik --yang tidak memerlukan biaya-- yang lebih mudah dikerjakan selain dari memberi nasihat. 

Memberi saran adalah amalan yang bisa dilakukan siapa saja, dan dalam situasi serta kondisi apa saja
Baik oleh orang yang dipandang memiliki kelebihan maupun oleh orang yang sebenarnya mempunyai banyak kekurangan, baik di kala susah ataupun di saat senang. 
Namanya juga nasihat, mestilah ia bermanfaat; bukanlah nasihat jika ia tidak memiliki faedah bagi pendengarnya.
                       

 Hanya saja, dalam realitanya, setiap orang mesti memaklumi bahwa menerima saran tidaklah semudah memberi nasihat. 
Hal ini bisa terjadi, bukan saja karena yang diberi nasihat adalah orang yang tinggi hati atau bebal --seperti dalam beberapa kasus, nasihat dianggap kritik dan disalahtafsirkan sebagai usaha mencampuri urusan orang lain-- tapi dimungkinkan juga oleh situasi atau kondisi yang tidak mendukungnya.
    
                  
 Contohnya, ketika seseorang ditinggal wafat orang yang dicintainya, begitu mudah kita menasihatinya untuk sabar dan tawakal (dan ini bukan saja tak salah, malah dianjurkan). 
Namun, begitu kita mengalami peristiwa serupa, nasihat tersebut dinilai tidak lebih sekadar angin lewat. 
Dalam prakteknya, jarang --atau mungkin tidak pernah-- kita sabar dan tawakal manakala menghadapi masalah semacam itu. 
Dan ini wajar saja; sebab, seperti sudah diutarakan, menerima saran tidaklah semudah memberi nasihat.
                       


 Hal di atas patut jadi perhatian, baik bagi yang menerima ataupun terlebih bagi yang memberi nasihat.  
Sebab makna tujuan sebenarnya dari suatu nasihat adalah kebaikan dan kemanfaatan untuk semua pihak.

Jangan sampai niat baik penyampaian suatu nasihat malah melahirkan perselisihan.
                        


Karenanya, penyampaian suatu nasihat hendaknya senantiasa disertai dengan kearifan. 
Senantiasa didasarkan kepada mengharap keridhaan Nya semata-mata. 

Walau, dalam banyak kenyataannya, tak sedikit nasihat kita yang hanya sekadar ucapan di lidah; dan bukan keluar dari hati kita yang bersih dan ikhlas.








BUAT YANG MENERIMA NASIHAT               
                 
  •  Biasakan memotivasi diri untuk bisa berubah. Seribu nasihat --dari seribu ulama, seribu buku, seribu seminar-- tak ada artinya jika kita sendiri tidak mau berubah. Jadi, kunci utama perubahan nasib kita adalah merubah sikap dan perilaku kita itu sendiri; bukan sekadar karena nasihat.
  •  Biasakan memotivasi diri untuk mau mendengar nasihat orang lain. Barangkali, dengan melaksanakan saran seseorang, kita bisa berubah; bisa lebih baik dari orang yang menasihati kita. Tidaklah semata-mata ia memberi nasihat jika bukan karena ingin melihat kebaikan pada diri kita.
  • Selain kekurangan, setiap orang pasti memiliki kelebihan dalam satu hal.  Dari hal kelebihannya itu kita dapat menarik pelajaran.
  • Usahakan untuk senantiasa berpikir positip; untuk tak selalu berburuk sangka. Pertimbangkanlah nasihat orang lain. Jika ada manfaat yang memang pantas ditarik darinya, kita tidak usah malu menerimanya. Seandainya sekarang kita tidak dapat melaksanakan nasihatnya pun, mungkin suatu saat kita bisa mengambil manfaatnya. 
  • Setiap orang, termasuk kita, biasanya memiliki ego yang negatip; memiliki prinsip tak mau disalahkan, dan lebih suka menyalahkan orang lain. Karenanya, sebelum mendengar saran dari orang lain, seutamanya kita lebih dulu memotivasi diri kita untuk menghilangkan sifat negatip tersebut; memotivasi diri untuk tidak mudah tersinggung, untuk tidak cepat marah.
  • Setiap orang, termasuk kita, pernah melakukan keburukan, pernah berbuat kesalahan. Namun tetap terbelenggu dengan keburukan merupakan kebodohan. Sebab keburukan kita akan membuat hidup kita suatu saat menjadi lebih buruk. Karenanya --tak ada istilah terlambat-- sudah saatnya kita merubah perilaku buruk tersebut dengan mau melaksanakan nasihat orang lain.




BUAT YANG MEMBERI NASIHAT

  • Mesti diingat, hal yang paling mudah dilakukan adalah berbicara dan membuat teori. Bukti dan praktek itu yang sering tidak pernah jadi kenyataan.  Cara yang mempermudah saja kadang tidak dikerjakan, apalagi yang mempersulit. Karenanya, jangan sekali-kali mempersulit.
  • Jangan sekali-kali memaksakan satu pemahaman, walau kita menganggapnya sebagai sebuah nasihat. Kita memang punya hak untuk menyampaikan sesuatu yang kita anggap baik, tapi orang lain pun punya hak untuk menolak apa yang tidak berkenan dengannya.
  • Suatu realita, tidak semua orang akan menerima nasihat sebagai suatu kebaikan. Sifat dan karakter seseorang memungkinkan kesalahpahaman dalam penyampaian dan penerimaan nasihat. Sementara kemampuan daya nalar memungkinkan terjadinya kesalahan pemahaman.
  •  Carilah waktu yang tepat; sesuaikan dengan situasi dan kondisi orang yang akan diberi saran. Waktu, situasi kondisi, dan cara yang tidak tepat, bukan saja bisa membuat suatu nasihat tidak diterima, tapi tidak mustahil malah memunculkan ketidaksukaan kepada kita. Alih-alih mau berbuat baik, yang didapat malah permusuhan.
  • Kita bukan makhluk yang suci. Adakalanya --karena terpaksa atau tidak, hanya Allah yang tahu-- kita menceritakan keburukan seseorang. Hanya saja ada yang maksudnya semata-mata memang untuk menjelekkan; ada juga yang niatnya untuk dijadikan peringatan, agar kita dan orang lain waspada terhadap perilaku buruk orang tersebut.
  • Tidaklah salah menunjukkan arah jalan kepada orang lain, namun janganlah mengada-ada dalam mencari-cari kesalahan orang lain. Pesan Rasulullah Saw, “Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri sendiri, dengan tidak mengurusi (membicarakan) aib-aib orang lain”.



TULISAN DI BLOG BEBAS MERDEKA PISAN, BEBAS UNTUK DICOPY, DIPRINT, DIBAGIKAN, DAN DISEBARLUASKAN..

(alfa Qr)

Tidak ada komentar: