BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Rabu, 22 Februari 2012

MUHAMMAD SAW


Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”  (Qur’an, Al Anbiyaa’ [31]: 107)


Tugas Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah menyampaikan risalah Allah yang mengarahkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selain mengajarkan syareat dan mengembalikan manusia kepada akidah tauhid, tugas Nabi Saw adalah mengajak manusia untuk mengedepankan keadilan dan mengutamakan kejujuran. 
Yang menuntun seorang Muslim memiliki akhlak yang baik dan perilaku yang lembut.  
Perilaku yang mustahil dimiliki orang yang suka memaksakan, yang mustahil dimiliki oleh orang yang condong pada kekerasan.


Realitanya, tuntunan Islam pasti bisa dilaksanakan oleh semua manusia biasa. 

Sebab ajaran Islam disampaikan oleh orang yang dalam kehidupan sehari-harinya pun berperilaku tidak ubahnya sebagai manusia biasa yang tak terlepas dari kesibukan duniawi. 
Seperti menyapu rumah, menjahit pakaian dan menambal sandalnya sendiri; menengok orang sakit; memberi minum unta dan memerah susu kambing; malah belanja kebutuhan keluarga dengan pergi sendiri ke pasar

Yang jelas, seorang Muslim seharusnya meyakini kerasulan Nabi Saw karena meyakini kebenaran ajaran yang disampaikannya, dan bukan semata-mata karena ‘kesaktian’ atau ‘kemukjizatan’. [1]






NABI BIASA MENGHORMATI KELEBIHAN ORANG LAIN 

Berbeda dengan beberapa pemimpin Muslim zaman sekarang   --yang suka memaksakan kehendak; yang suka bersikap otoriter, yang merasa paling benar dan paling soleh--   Nabi Muhammad Saw, walau beliau seorang rasul utusan Allah, adalah orang yang mau menerima saran dari orang lain; jika pada pendapat itu ada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.

Dalam strategi berperang beliau tidak sungkan untuk mengikuti saran dari Salman yang orang Persia. 
Begitupun dalam masalah penyerbukan kurma, beliau dengan jujur mengakui bahwa para petani kurma itu lebih pandai ketimbang Nabi. 

Artinya, dalam perkara yang terkait dengan sistem dan ilmu keduniawian, Nabi membolehkan seorang Muslim mempraktekkan keahlian dengan cara yang sesuai bidangnya.

Berbeda dengan perkara ritus peribadatan, seorang Muslim harus mengikuti hanya yang dituntunkan oleh Nabi Saw saja.






TUNTUNAN NABI SELAIN MUDAH JUGA MENENTERAMKAN

Tuntunan Muhammad Saw bukan sekadar mengarahkan pada perilaku yang baik dan benar, tapi juga memberi ketenteraman hati. 
Ibarat air yang bening; bukan hanya membersihkan bagian luar badan, tapi juga jadi penawar haus yang menyegarkan di dalam tubuh. 

Realitanya, pola hidup kafir, yang jauh dari tuntunan Islam, lebih dominan kepada hal yang berkaitan dengan material tapi mengabaikan spiritual; cenderung kepada kesenangan duniawi yang semu (hedonis) tapi jauh dari ketenteraman hati.

Tuntunan Nabi Saw mengarahkan seorang Muslim untuk menapaki masa depannya dengan berbekal pengalaman masa lalu. 
Yang idealis tapi realistis; yang mampu beradaptasi dengan kenyataan yang harus dihadapi, dan bukan yang nekad tanpa berpikir panjang. 

Yang menuntun  seorang Muslim untuk meraih kepuasan yang bersifat material dengan tidak mengorbankan ketenteraman spiritualnya; yang tekun berusaha di kehidupan duniawinya sambil tetap rajin mencari bekal untuk kehidupan akhiratnya. 


Yang pasti, tuntunan Nabi itu tidak boleh memberatkan umatnya. 

Contohnya, saat menjadi imam salat yang diikuti orang banyak (masyarakat umum), mempersingkat salat adalah keutamaan. 
Kecuali jika salat sendiri, atau jika makmumnya sudah memakluminya atau sudah mengenalnya (karena anggota jamiah, anggota keluarga, anggota majelis).

“Wahai umatku! Sebagian orang dari kalian membuat yang lainnya menjadi tidak menyukai shalat. Oleh karena itu, siapa pun yang memimpin shalat harus mempersingkatnya karena di antara mereka ada orang yang sakit, lemah, dan yang punya keperluan (pekerjaan yang harus diselesaikan).” (HR Bukhori)

Yang jelas, dalam menyampaikan tuntunannya, Nabi lebih mengedepankan kelembutan. 
Sebab, realitanya, orang lebih mudah menerima jika tuntunan tersebut disampaikan dengan cara yang menyenangkan.





MENCINTAI NABI

 “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya mengucapkan shalawat untuk Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”  (Qur’an, Al Ahzab [33]:56)

Salah satu ciri kita mencintai Nabi, selain mengikuti pola hidup dan tuntunan risalah yang disampaikannya, adalah dengan memperbanyak shalawat untuk Nabi dan keluarganya (dengan tidak usah menentukan jumlahnya dalam hitungan tertentu). 

Karenanya, Muslim yang ikhlas pasti mengucapkan shalawat mana kala ingat, membaca, atau mendengar nama Nabi disebut. 

Shalawat yang utama adalah shalawat yang lengkap yaitu mendoakan Nabi beserta seluruh keluarganya.

Yang pasti, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam akan memberi syafaat (pembelaan) berupa permohonan ampunan untuk umatnya kepada Allah, hanya jika umatnya mencintai Nabi pula.



(Alfa Qr)


[1]    Dalam menjalani kehidupan duniawi, manusia harus punya harapan. Tapi bukan sekadar harapan; yang dalam realitanya hanya harapan kosong. Dan Islam tidak menawarkan harapan kosong serupa itu. 
Dalam realita, kebanyakan orang yang tunanetra (atau orang yang sakit parah) tidak bisa sembuh dengan mujizat
Mereka, orang sakit dan orang yang menderita, selain harus berusaha merubah nasibnya sendiri, dianjurkan untuk ikhlas dan sabar; karena keikhlasan dan kesabaran mereka akan berbuah balasan pahala yang besar di surga akhirat.

Tidak ada komentar: