Suatu saat, ketika kita akan pergi rekreasi
ke Pantai Ancol, kita bertemu tetangga kita.
Tatkala kita mengajaknya ikut, ternyata ia menolak.
Tatkala kita mengajaknya ikut, ternyata ia menolak.
Yang jadi pertanyaan, apakah dengan penolakan itu kita harus marah?
Begitu pun ketika
kita mengajak seseorang untuk ‘ikut ke sorga’ dan ternyata ia tidak mau,
mengapa kita harus marah?
Mengapa kita
harus menggunakan kekerasan agar ia ikut bersama kita ke sorga?
Padahal dalam
realita hidup sehari-hari, ketika kita hendak pergi rekreasi semacam itu, dan
melihat tetangga kita, justru kita akan berusaha menghindarinya agar tidak
bertemu dengannya.
Kita malah takut ia nanti mau ikut dengan kita, walau kursi
kosong masih ada di mobil kita.
Jadi, jangankan mengajak; kalaupun ia mau ikut kita akan menolaknya.
Jadi, jangankan mengajak; kalaupun ia mau ikut kita akan menolaknya.
Anehnya, dalam masalah agama, kita memaksanya harus ikut dan mesti sama dengan pemahaman kita.
Coba renungkan dengan hati
yang bersih; mengapa kita harus marah ketika orang lain berbeda keyakinannya
dengan kita?
Seharusnya, ketika orang lain berbeda agamanya dengan kita, kita
mengasihaninya dan bukan membencinya.
Lagi pula, orang mau ke surga atau tidak, sama sekali tidak ada ruginya bagi Allah.
Mesti diingat, Allah dan RasulNya identik dengan kelemahlembutan.
Sikap kasar kita malah melahirkan pandangan
yang tidak baik terhadap agama kita.
Satu hal, yang tanpa kita sadari, justru berakibat kita berbuat dosa karena
telah menimbulkan citra yang negatif terhadap Tuhan dan Nabi kita itu.
Sudah sewajarnya,
ketika orang lain berada dalam keyakinan agama yang tidak benar, kita harus
mengajaknya ke dalam ajaran agama yang benar.
Tapi caranya juga harus benar; sebab mustahil Islam mengharuskan umatnya untuk menghapus kemungkaran dengan cara yang munkar pula.
Tapi caranya juga harus benar; sebab mustahil Islam mengharuskan umatnya untuk menghapus kemungkaran dengan cara yang munkar pula.
Realitanya, kita cenderung lebih mengharap adanya perubahan pada orang lain ketimbang berusaha merubah perilaku jelek yang ada di diri kita sendiri.
Itu tidak lain karena kita merasa diri kita amat bersih.
Merasa paling steril dari keburukan.
Merasa ‘paling tampan’.
Padahal?
Allahu Akbar.
Semoga Allah mengampuni kita semua.
Semoga Allah mengampuni kita semua.
Catatan:
- Orang yang senantiasa mengutamakan kasih dan pemaafan akan lebih dimungkinkan untuk meraih ketenangan dan kesejahteraan. Sebaliknya, orang yang dikendalikan oleh sikap iri hati dan dendam, akan selalu dekat ke dalam lingkaran kekerasan dan kebencian; ke dalam lingkaran penderitaan dan ketidaktenteraman.
- Pesan Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam.” Dan bukan marah-marah, bukan gubak-gebuk.
- Ingat, memberi dan menolong itu bukan wajib; hanya keutamaan. Yang lebih penting, tidak menggangu dan tidak merugikan orang lain.
(Alfa Qr)
TULISAN DI BLOG BEBAS MERDEKA PISAN, BEBAS UNTUK DICOPY, DIPRINT, DIBAGIKAN, DAN DISEBARLUASKAN..
BAGIKAN/SHARE tulisan ini kepada teman-teman Anda yang lain.
SEMOGA BERKAH dan RIDHA ALLAH SWT terlimpah ruahkan kepada Anda sekeluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar