BEBAS MERDEKA PISAN

BEBAS MERDEKA PISAN
HARAPAN dan REALITA

Jumat, 24 Februari 2012

BANK


Bank adalah institusi keuangan yang bersifat duniawi. 

Bank memerlukan pengelola yang mustahil tidak digaji. 
Bank wajar mencari keuntungan, seperti juga wajar memberi keuntungan bagi penyimpan uang di bank. 
Sebab mencari orang yang ikhlas untuk menyimpan uang di bank begitu saja, di zaman sekarang adalah sulit. 
Saat ini, selain memudahkan orang yang membutuhkan modal, bank berfungsi memudahkan transaksi bisnis internasional. 
Bank tidak sekadar alat simpan pinjam. 


Dalam prakteknya, karena harus mengembalikan pinjaman, orang yang diberi modal terpacu untuk berusaha sungguh-sungguh; dampak positifnya, ia akan mengembangkan kreativitas demi kemajuan usahanya. 

Realitanya, usahawan Muslim yang maju tak terlepas dari bekerja sama dengan bank. 
Kalaupun ada yang tak pernah berhubungan dengan bank, itu adalah pengecualian yang jumlahnya kecil. 

Jika usahanya bangkrut, bank wajar menuntut kembali pinjaman yang pernah diberikan. 
Jelas, di sini seorang Muslim diuji dalam menegakkan akhlak Islami; artinya, sudah selayaknya seorang Muslim membayar hutangnya di dunia. [1]


Anehnya, ada orang yang mengharamkan bank, tapi menggunakan jasa bank dalam mengirimkan uangnya ke luar negeri. 
Seharusnya, jika konsekwen, ia mengantarkan sendiri uang itu. 
Atau mungkin tidak tahu, bahwa memberi keuntungan kepada perusahaan yang dianggap haram merupakan sikap yang munafik. 

Sama anehnya dengan orang yang melarang bekerja sama dengan nonmuslim; tapi pakai arloji, kaca mata, tivi, dan komputernya --malah sajadahnya-- bikinan kafir. 
Padahal, hakekatnya, dengan menggunakan barang buatan kafir itu sama dengan memberi keuntungan, secara tak langsung, kepada kafir itu sendiri.

Tentu saja masalah ini tidak usah diperpanjang. 

Yang jelas, untuk zaman ini, mustahil ada kedinamisan bisnis tanpa adanya bank. 
Sama mustahilnya jika ada lembaga penyedia sumber modal yang pengelolanya tidak digaji; dan mustahil pengelolanya atau pegawainya digaji, jika lembaga itu tidak punya sumber keuntungan. 


Memang, mungkin saja mendirikan lembaga penyedia sumber modal yang dikelola yayasan keagamaan. 

Hanya saja, jangan sekadar teori di atas kertas. 
Sebab orang lain, di belakang kita (agar kita tak tersinggung), akan menertawakan kita. 

Terlebih jika lembaga itu hanya sekadar ganti nama
Jika dalam prakteknya tetap mengambil keuntungan, maka keberadaannya tidak berguna. [2]









FIKIH DALAM BEREKONOMI HARUS SESUAI REALITA

Di Barat, seorang nonmuslim yang memiliki ide bisnis, tapi tidak punya modal, mengajukan proposal ke bank. 
Bank mengkaji prospeknya, dan memberi pinjaman lunak dengan bunga lebih ringan dan tenggang waktu bebas bunga. 
Usaha si nonmuslim menjadi industri milyaran dollar; bank dan perusahaan serta buruh sama-sama diuntungkan.

Di belahan bumi yang lain, seorang Muslim yang punya ide bisnis luar biasa, tidak pergi ke bank; sebab berdasar pemahaman fikih ulama yang diikutinya, ia menilainya haram. 
Ia juga tak mau berbisnis bagi hasil, karena kodrat manusiawinya tidak ikhlas berbagi dua dalam keuntungan. 

Anehnya, tanpa melihat situasi dan kondisi sebenarnya yang menyebabkannya, banyak orang mengeritik Muslim sebagai tidak mau maju seperti orang di Barat. 
Padahal penyebabnya jelas, yaitu aturan fikih (hasil ijtihad ulama) yang salah, bukan syareat agamanya yang salah.


Kenyataannya, hukum fikih bisa berbeda atau berubah, tergantung ijtihad yang memahaminya. 
Artinya, hukum fikih hasil ijtihad manusia belum tentu sesuai dengan hukum syareat yang sebenarnya

Hukum syareat yang sebenarnya mustahil berubah-rubah, sebab mustahil Allah tidak tahu situasi masa depan. 
Yang haram menurut syareat, akan tetap haram sampai akhir zaman; begitu pula yang hukumnya wajib, mubah, atau makruh.

Mesti diperhatikan, sebagus apa pun suatu teori menjadi tidak ada manfaatnya jika tak dapat dilaksanakan dalam praktek nyata

Karenanya, aturan fikih yang sangat menyulitkan umat, apalagi yang tidak dapat dipraktekkan dalam realita kehidupan, harus diwaspadai sebagai aturan yang bertentangan dengan aturan syareat yang sebenarnya. 

Sebab mustahil  syareat Allah tidak bersesuaian dengan kodrat kemampuan manusia.


Realitanya, ekonomi yang berjalan baik adalah ekonomi yang perputaran uangnya secara dinamis merata di semua lapisan masyarakatnya. 
Artinya, kegiatan berekonomi yang baik sudah seharusnya menyentuh masyarakat paling bawah. 
Sehingga setiap orang bisa merubah kehidupan ekonominya menjadi lebih baik; dan bukannya makin terpuruk. 

Dari sebab itu, pemberian pinjaman permodalan --dengan bunga dan aturan yang tidak memberatkan-- harus menyentuh masyarakat bawah ini; sehingga permodalan itu tidak berputar hanya disekitar orang-orang yang sudah kaya saja.

Yang jelas, bagi seorang Muslim, modal serupa itu saja tidak cukup; selain kemampuan finansial, Muslim harus menyertai usaha bisnisnya dengan kejujuran dan keadilan. 
Sebab memiliki modal bukan berarti kita boleh berlaku sewenang-wenang merugikan orang lain. 

Contohnya, pada saat barang berkurang padahal dibutuhkan, amat wajar harga barang menjadi naik. 

Tapi menyengaja membuat pasokan berkurang, misalnya dengan menyabotase pengiriman barang di tengah perjalanan, hanya pantas dilakukan pebisnis yang tidak bermoral

Dan mustahil dilakukan pebisnis Muslim yang berakhlak mulia; yang jujur dan adil.

Yang pasti, karena sifatnya yang saling memakan, siapapun yang mendewakan kapitalisme ia akan dilahap kapitalisme orang (negara) lain.

(Alfa Qr)


[1]  Dalam tuntunan Islam, pedagang (pengusaha) Muslim yang rajin dan jujur mendapat nilai terhormat dan akan sangat dimuliakan di surga
Sebaliknya, birokrat (aparat) muslim yang tidak amanah --yang malas dan bermental korup-- dinilai sebagai orang-orang yang dihinakan, yang diancam dengan azab pedih di neraka.
[2]  Yang pasti, sistem bunga-berbunga yang mencekik merupakan riba yang haram; dan dipastikan membawa musibah dan kehancuran bagi semua pelakunya. 
Sistem bunga-berbunga membuat yang diberi pinjaman terlilit kesulitan; dan yang memberi pinjaman menjadi tidak berkah.

Tidak ada komentar: